Home / Rumah Tangga / Daging Keong Untuk Tiga Anakku / Bab 2. Karena Kemiskinan

Share

Bab 2. Karena Kemiskinan

Author: L.A. Zahra
last update Last Updated: 2024-10-30 14:50:38

Raka yang saat itu sedang berada di luar kamar mandi, menunggu giliran seketika menegur sang anak yang terlihat berpura-pura.

“Tapi air ini dingin ayah. Memang Ayah tega liat Arka kedinginan?”

“Ya sudah. Ayah bakal menjaga rahasia Arka. Tapi kedepannya jangan bohong lagi ya! Dengarkan kata ibu. Arka anak ayah paling besar, nanti Arka yang jagain ibu dan adik-adik.”

Arka menghela napas. Ia sudah begitu sering mendengar nasihat sang ayah hingga membuatnya sedikit bosan

Setelah selesai di kamar mandi. Arka buru-buru kembali ke dalam rumah. Saat itu makanan sudah terhidang rapi di atas meja lusuh bekas tetangga yang tak terpakai.

Saat itu sudah ada Hana dan Kiano dengan wajah masih mengantuk. Sudah menjadi tradisi keluarga kecil itu untuk sarapan bersama. Prinsip mereka, walau lauk tidak seberapa, setidaknya kebersamaan akan membuat makanan terasa jauh lebih nikmat.

“Yee, makan daging,” teriak Hana sambil melompat bersemangat.

Melihat anaknya begitu bahagia, Mira malah bersedih. Ia merasa jadi ibu yang buruk karena telah membohongi sang anak.

Sarapan kali itu dipenuhi perasaan bahagia. Hingga setelah Raka pamit untuk kerja, Mira pun segera mendatangi tetangga yang biasa menggunakan jasanya untuk mencuci.

“Arka jaga adik-adik dulu ya, Ibu mau nyuci sebentar,” pinta Mira.

“Iyaa, Bu.”

Arka segera membawa adik-adiknya untuk bermain di kebun dekat Mira sedang bekerja. Ketiga bocah itu sama sekali tidak pernah bermain dengan anak lain di sana karena dikucilkan akibat kemiskinan mereka.

“Hey, liat tuh! Si tiga anak miskin,” ucap seorang anak sambil menunjuk ketiga anak kecil yang sedang asyik bermain.

Arka dan Hana yang lebih mengerti memilih untuk mengabaikan ucapan anak kecil lain yang sejak dulu memang sering menghina mereka.

“Hana, biarkan saja. Jangan dilihat,” bisik Arka.

“Iya, Kak. Hana tahu,” jawab Hana yang saat itu sedang membentuk tanah liat.

Diamnya ketiga bocah itu membuat anak lain yang meledek mereka menjadi murka. Salah seorang dari anak nakal itu lantas mengambil segumpal tanah dan melemparkannya pada si bungsu. Tentu saja Kiano yang tidak tahu apa-apa itu seketika menangis cukup kencang.

“Ha-ha-ha, pura-pura nggak denger tahunya malah nangis.”

Para anak-anak nakal itu tertawa terbahak-bahak melihat Kiano menangis. Mereka terlihat begitu puas seolah itu adalah sebuah hiburan.

Arka mulai kesal, tetapi berusaha untuk bersabar karena pada akhirnya kemiskinan membuat mereka akan berakhir disalahkan. Ia segera menuntun Kiano, hendak membawa si bungsu pergi menjauh dari anak-anak nakal.

“Ayo Hana, kita main di tempat lain saja,” ajak Arka.

Seakan belum puas dengan tangis Kiano, para anak nakal itu pun kembali melempar gumpalan tanah dan kali ini mengenai Hana. Entah apa yang ada di dalam gumpalan itu, sehingga kening Hana berdarah. Tentu gadis kecil itu akhirnya menangis meski sudah menahan sedih sejak tadi.

“Ibu … jidat Hana sakit,” teriak Hana sambil mengusap keningnya. Tangis bocah itu semakin keras saat ia melihat darah di jarinya, “jidat Hana berdarah, Kak Arka.”

Arka yang murka lantas melepas pegangannya pada Kiano.

“Kakak titip Kiano dulu,” ucap Arka pada Hana.

Hana tak menjawab dan hanya menggenggam tangan mungil Kiano yang masih belum berhenti menangis.

“Hey, jangan ganggu adikku! Kalau berani lawan aku!” teriak Arka yang sudah murka.

Anak-anak nakal itu merasa terpanggil. Mereka mendekati Arka dengan tatapan meremehkan.

Yang terjadi selanjutnya diluar dugaan bocah-bocah nakal itu. Arka dengan penuh emosi mendorong salah satu anak yang tadi melempar tanah ke arah Hana dan Kiano.

Anak nakal yang Arka dorong pun seketika menangis. Salah satu diantara mereka bergegas berlari, menjemput orang tua dari si anak nakal yang menangis.

Tak berselang lama, orang tua bocah itu datang dengan wajah merah padam. Tanpa perasaan pria itu menjewer telinga Arka.

“Dasar bocah miskin! Kamu pikir kamu siapa?” Pria itu menjewer semakin kencang, tak memperdulikan Arka yang meringis kesakitan.

Hana yang melihat kejadian itu bergegas menghampiri Mira sambil menuntun Kiano. Gadis kecil itu sadar diri, meski ingin menolong tetap saja hal tersebut sangat tidak mungkin mengingat dirinya jauh lebih kecil dan tidak berdaya.

“Ibu … Bu … Kak Arka lagi dijewer Om Tino,” teriak Hana sesampainya di rumah tempat Mira bekerja.

Melihat kondisi kening Hana yang berdarah-darah tentu membuat Mira pun menjadi panik. Belum lagi Kiano masih belum berhenti menangis.

“Apa yang terjadi, Hana? Di mana Kakakmu?” Mira mengedarkan pandangan, mencari keberadaan anak sulungnya itu.

“Itu … di sebelah sana, Bu!” Hana menunjuk ke arah kebun tempat mereka bermain tadi.

Dengan perasaan cemas tak karuan Mira bergegas menuju ke tempat Arka. Benar saja, saat sampai di lokasi, ia mendapati anaknya sedang dijewer oleh Toni, bahkan pria itu sudah mengangkat tangannya seperti hendak menampar.

“Berhenti!” teriak Mira sambil berlari ke arah Toni, “lepaskan Arka!”

Melihat kedatangan Mira, Toni yang semula tampak emosi itu seketika berubah tersenyum. Pria itu menatap dengan sorot mata genit menjijikan.

“Eh, Dek Mira. Tolong anaknya di kasih tau. Arka ini sudah keterlaluan,” ucap Toni sambil tersenyum genit.

“Maaf, Pak Toni. Tapi saya tau seperti apa Arka, kalau nggak diganggu dia nggak bakal ganggu anak lain duluan.”

Mira tahu persis seperti anaknya. Terlebih ia melihat kening Hana yang terluka dan juga Kiano yang tak henti menangis. Dari kedua hal tersebut saja bisa disimpulkan jika Arka sedang berusaha membela adiknya.

“Bohong Ayah, Arka yang duluan mendorong!” ujar bocah nakal seakan tak terima dengan ucapan Mira.

“Bener itu, Om. Arka yang ganggu duluan,” bela anak lainnya.

“Bohong, kalian yang melempar duluan! Jidat Hana sampai berdarah begitu!” Arka pun tak tinggal diam.

Toni yang tak senang dengan Arka lantas memelototi bocah itu seolah bola matanya hendak keluar. Tanpa sadar ia mengangkat tangannya, hendak melayangkan sebuah tamparan.

Di saat bersamaan, Mira secara reflek menghalangi tubuh mungil Arka dengan tubuhnya. Hingga tamparan itu malah mengenai punggungnya.

Rasanya sangat menyakitkan, Mira yang orang dewasa saja sampai meringis. Entah apa yang akan terjadi jika sampai mengenai Arka.

“Ibu … maafin Arka, Bu.” Tangis Arka yang semula tertahan pada akhirnya meluap semua. Bocah kecil itu tidak tega melihat sang ibu meringis kesakitan.

“Pak, Apa ini sudah cukup? Kalau begitu saya pergi dulu. Saya harap Anda bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah sebelum bertindak sesuatu.” Mira segera menuntun Arka dan Hana sambil menggendong Kiano.

Sepanjang perjalanan kembali ke tempat kerjanya, Mira sama sekali tak bicara. Hana dan Arka terus menatap wajah ibunya itu dengan perasaan sedih sekaligus takut.

“Bu, maafin Arka. Arka janji nggak deket-deket anak nakal itu lagi.”

Mira menghela napas, lalu berusaha menunjukan senyum menutupi luka.

“Arka nggak salah. Ibu tau Arka pengen ngelindungin adek-adek.”

Dada Mira terasa sesak. Kemiskinan membuat anaknya sampai harus diperlakukan seperti itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 4 (TAMAT)

    Raka tersenyum menatap istri dan anak-anaknya yang terlihat kebingungan. “Ayah, kayaknya kita salah masuk rumah.” Arka melirik kesana kemari saking kebingungan. “Nggak, ini memang rumah kita, kakek yang buat begini.” Hana yang lebih bingung lantas kembali berlari keluar, berusaha mencerna keanehan di depan matanya. “Ayah, kenapa luarnya jelek? Kenapa nggak sekalian dibagusin kayak di dalem?” Raka hanya tertawa karena semula ia pun bingung dengan kondisi rumah yang aneh. Hanya saja, karena ini semua ulah Agus, tentu jadi terasa tidak aneh. “Tanya saja sama kakek,” ujar Raka sambil mengusap lembut kepala Hana. Mira hanya tersenyum mendengar jawaban Raka. Jika sudah menyangkut Agus memang semua terasa masuk akal. “Ya sudah, sekarang yang penting kita istirahat dulu, kalo Raka sama Hana mau makan ada di dapur, Kiano juga sudah ayah buatin susu,” lanjut Raka sambil menggendong Syafa. “Ayo kita cek dapur kak, pasti jadi bagus juga,” ajak Hana yang terlihat antusias. “Ayo, sekalian

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 3

    Mira berusaha mempertahankan diri karena saat itu Syafa sedang berada dalam gendongan.“Ah, apa yang kamu lakukan?” teriak Mira sambil berusaha berbalik demi bisa menghindar.Namun saat berbalik betapa terkejutnya Mira mengetahui jika orang di belakangnya adalah Dian. Mira membelalak, matanya berkaca-kaca iya berdiri mematung saking terkejutnya.“Mbak Dian?” ucap Mira, lirih.Kala itu penampilan Dian sangatlah kacau. Pakaiannya compang-camping rambutnya kusut tidak terawat bahkan nyaris gimbal wajahnya pun sedikit kotor beruntung Mira masih bisa mengenali.Dian terlihat seperti orang tidak waras bahkan beberapa kali dia berusaha untuk menyakiti Mira sambil tertawa cekikikan.“Mira, awas!” Raka muncul secara tiba-tiba berusaha melindungi Mira yang kala itu sedang saling berhadapan dengan Dian.Dian mendadak terdiam setelah melihat kedatangan Raka. Entah apa yang ada dipikirannya. Hanya saja, ia yang semula cekikikan mendadak menangis cukup kencang.Beberapa warga yang melihat tingkah D

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 2

    Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 1

    Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 113. Akhir Bahagia (Tamat)

    “Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 112. Manusia Nggak Tahu Diri

    Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status