Share

Bab 5. Gagal Makan Ayam

Author: L.A. Zahra
last update Last Updated: 2024-10-30 14:53:14

Mira memeluk Arka erat. Ia menaruh telunjuknya di tengah bibir sang anak, lalu berbisik, “Arka jangan bersuara. Nanti juga pergi.”

Meski berusaha menenangkan Arka, tetapi tidak dipungkiri jika perasaannya sedang cemas kala itu. Si pengintip yang sempat menghilang kini kembali lagi.

‘Kenapa dia datang lagi? Siapa dia? Apa maunya? Apa jebakan yang Mas Raka buat tidak membuatnya jera?’

Mira seketika terdiam, perlahan mulai sadar jika si pengintip tersebut datang karena tahu kalau suaminya telah tiada. Lagi-lagi air mata berlinang, baru sebentar Raka pergi tapi satu masalah sudah mulai muncul.

‘Mas Raka, semoga aku bisa menghadapi semua ini,’ batin Mira sambil memeluk Arka erat.

Beberapa kali sosok bayangan tersebut melintas di dekat celah yang sedikit lebih besar. Mira berdebar tak karuan, meski hanya mengintip, tetapi rasa takut itu begitu besar.

Beruntung tak berselang lama suara ayam berkokok mengiringi perginya si pengintip tersebut.

Arka susah terlelap di pelukan Mira. Keduanya terus berbaring di tanah hanya demi tak memancing perhatian si pengintip.

Mira dengan cepat menggendong tubuh mungil Arka agar bisa melanjutkan tidurnya di kasur.

“Arka, Hana, Kiano … maafkan ibu yang sempat melakukan hal bodoh,” gumam Mira seraya mengusap lembut rambut anaknya satu persatu, lalu setelah mengecup kening mereka dengan mata yang berlinang.

Setidaknya penyesalan itu datang tidak terlambat. Tampaknya tuhan masih menyayangi Mira dan ketiga anaknya. Tidak ingin wanita itu wafat dalam keadaan berdosa dan menghancurkan kehidupan tiga anaknya.

Karena tidur terlalu larut, ketiga bocah kecil itu masih terlelap meski langit sudah cukup terang. Mira yang selesai memandangi tiga anaknya pun lantas segera beranjak.

“Ya, aku harus membahagiakan mereka. Mulai dari hal kecil seperti makanan enak,” ucap Mira sambil menghapus air mata yang sejak tadi tiada henti mengalir.

Mira bergegas berganti pakaian, diambilnya uang dalam amplop pemberian Raka kemarin. Bayang akan sang suami kembali terngiang, jelas terlintas senyum yang tak pernah bisa dilupakan. Siapa sangka, jika itu adalah senyum terakhir Raka.

“Mas, semoga aku kuat menjalani hidup tanpamu,” ucap Mira yang lagi-lagi mengusap air mata saat melihat amplop pemberian terakhir sang suami.

Dengan berat hati, mau tak mau Mira harus memakai uang pemberian Raka meski itu adalah kenangan-kenangan terakhir dari sang suami. Ya, tentu itu semua demi sang buah hati. Ia ingin menyenangkan ketiga anaknya sebagai obat atas rasa kehilangan yang sesungguhnya tak mereka ketahui.

Perlahan Mira berjalan menuju warung tempat ia biasa berhutang. Niatnya ingin sekalian mencicil sebagian hutang.

“Mbak, saya mau ayam seperempat sama bumbu ungkepnya sekalian,” pinta Mira sambil tersenyum meski pemilik warung menunjukan wajah masam.

“Sama apa lagi?”

Apa lagi? Mira tidak berniat untuk membeli yang lain, hingga tiba-tiba ia berpikir untuk sekalian membeli bumbu dapur yang sudah habis sejak lama.

“Bawang merah sama bawang putih juga Mbak. Masing-masing seperempat,” pinta Mira lagi.

Tatapan pemilik warung masih tetap sinis, tampak jelas jika wanita itu tak senang dengan kedatangan Mira.

“Uangnya ada nggak?” tanya Iyun, si pemilik warung dengan nada ketus.

Mira lantas menyerahkan sejumlah uang dengan percaya diri karena biasanya ia hanya mampu menunduk menahan malu saat hendak berhutang.

Iyun dengan cepat meraih uang dari tangan Mira, lalu menghitungnya sejenak. Ia segera memasukan secomot bawang merah dan bawang putih ke dalam kantong plastik kecil.

“Nih,” ujar Iyun seraya menyodorkan kantong plastik dengan ketus.

Mira mengerutkan alis saat melihat kantong plastik yang tampak sedikit isinya itu, tidak seperti apa yang ia pesan sebelumnya.

“Kok cuma ini, Mbak? Saya pesan ayam sama bumbu ungkep.”

“Itu buat lunasin hutangmu. Suamimu kan sudah nggak ada, aku nggak yakin kamu bisa bayar hutang nantinya,” ujar Iyun, ketus.

Dada Mira terasa begitu sesak, belum lama Raka pergi tapi ia malah sudah mendapat perlakuan seperti itu.

“Tapi saya mau bayar separuhnya dulu mbak. Nanti saya cicil kalau sudah kerja di rumah Mbak Dian.”

“Ya sudah, makan ayamnya nanti saja kalau kamu sudah kerja sama Dian. Lagian kamu kan nggak tiap hari nyuciin baju dia. Gimana bisa ngumpulin uang dan bayar separuh hutangmu lagi?”

Mira kesal sekaligus sedih, tetapi tidak bisa berbuat banyak karena dirinya memang punya hutang. Dengan wajah murung ia kembali sambil membawa bawang yang setengah kantong plastik saja tidak ada.

“Bagaimana ini? Padahal aku sudah berniat ingin membuat ayam goreng untuk mereka,” gumam Mira sambil menatap bawang dalam kantong plastik.

Sepanjang perjalan Mira terus memikirkan bagaimana cara agar bisa membuatkan makanan enak demi membahagiakan buah hatinya. Hingga terbesit pikiran untuk membuat nasi goreng spesial.

“Nasi goreng spesial? Tapi aku hanya punya bawang.” Mira menghela napas dalam.

Saat tengah melintasi sawah salah satu warga, terlintas di benak Mira untuk mengambil beberapa keong demi menambah cita rasa daging pada nasi goreng spesial.

“Ide bagus, semoga anak-anak suka,” gumam Mira yang berjalan perlahan di pinggiran sawah demi mencari beberapa keong sawah.

Setelah selesai, Mira bergegas pulang agar bisa menyajikan nasi goreng sebelum ketiga anaknya bangun.

Di sisi lain, Arka yang bangun lebih dulu itu begitu terkejut saat tak mendapati sang ibu di sampingnya. Segera ia mencari ke setiap sisi rumah, namun tetapi tidak ada. Karena cemas, bocah itu lantas mencari ke warung.

“Ternyata ibu cuma ke warung.” Arka menghembuskan napas lega. “Tapi, kenapa ibu terlihat bersedih?”

Karena penasaran Arka pun berniat mengendap-ngendap mengikuti ibunya. Hingga ia mendapati Mira sedang mengambil keong lagi dari sawah.

“Makan keong lagi?” Arka sebenarnya tidak suka makan keong, selain baginya menjijikan, di desa itu orang-orang lebih sering menjadikan hewan kecil tersebut sebagai pakan bebek. “Tidak, demi ibu Arka harus suka keong.”

Arka teringat kembali akan pesan sang ayah yang memintanya untuk menjaga sang ibu.

“Jangan membuat Ibu bersedih, jangan mengecewakan ibu, harus jaga ibu karena Arka anak paling besar,” sambung bocah itu, bersemangat.

Saat Mira tengah asyik mengambil keong di sawah, di saat itu pula Arka bergegas kembali ke rumah. Berbaring di kasur agar ibunya itu berpikir jika bocah kecil itu masih tidur.

Mendadak Arka teringat kembali uang pemberian ayahnya kemarin. Rasanya ingin sekali meminta sang ibu untuk membelikan ayam, tapi mau bagaimana lagi, bocah itu tidak mau sampai memberatkan ibunya hanya karena sebuah makanan yang dalam sekejap saja sudah habis.

Aroma bawang goreng begitu menyengat, membuat perut Arka semakin keroncongan. Bocah itu sudah mendambakan makanan buatan sang ibu untuk mengisi perut yang kosong.

Namun, di tengah penantian Arka, saat itu juga terdengar suara wajan yang jatuh mengenai batu.

“Tolong lepaskan saya!” teriak Mira.

“Ibu?”

Arka yang terkejut bukan main pun lantas segera beranjak dari tempat tidur, lalu bergegas menuju ke dapur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 4 (TAMAT)

    Raka tersenyum menatap istri dan anak-anaknya yang terlihat kebingungan. “Ayah, kayaknya kita salah masuk rumah.” Arka melirik kesana kemari saking kebingungan. “Nggak, ini memang rumah kita, kakek yang buat begini.” Hana yang lebih bingung lantas kembali berlari keluar, berusaha mencerna keanehan di depan matanya. “Ayah, kenapa luarnya jelek? Kenapa nggak sekalian dibagusin kayak di dalem?” Raka hanya tertawa karena semula ia pun bingung dengan kondisi rumah yang aneh. Hanya saja, karena ini semua ulah Agus, tentu jadi terasa tidak aneh. “Tanya saja sama kakek,” ujar Raka sambil mengusap lembut kepala Hana. Mira hanya tersenyum mendengar jawaban Raka. Jika sudah menyangkut Agus memang semua terasa masuk akal. “Ya sudah, sekarang yang penting kita istirahat dulu, kalo Raka sama Hana mau makan ada di dapur, Kiano juga sudah ayah buatin susu,” lanjut Raka sambil menggendong Syafa. “Ayo kita cek dapur kak, pasti jadi bagus juga,” ajak Hana yang terlihat antusias. “Ayo, sekalian

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 3

    Mira berusaha mempertahankan diri karena saat itu Syafa sedang berada dalam gendongan.“Ah, apa yang kamu lakukan?” teriak Mira sambil berusaha berbalik demi bisa menghindar.Namun saat berbalik betapa terkejutnya Mira mengetahui jika orang di belakangnya adalah Dian. Mira membelalak, matanya berkaca-kaca iya berdiri mematung saking terkejutnya.“Mbak Dian?” ucap Mira, lirih.Kala itu penampilan Dian sangatlah kacau. Pakaiannya compang-camping rambutnya kusut tidak terawat bahkan nyaris gimbal wajahnya pun sedikit kotor beruntung Mira masih bisa mengenali.Dian terlihat seperti orang tidak waras bahkan beberapa kali dia berusaha untuk menyakiti Mira sambil tertawa cekikikan.“Mira, awas!” Raka muncul secara tiba-tiba berusaha melindungi Mira yang kala itu sedang saling berhadapan dengan Dian.Dian mendadak terdiam setelah melihat kedatangan Raka. Entah apa yang ada dipikirannya. Hanya saja, ia yang semula cekikikan mendadak menangis cukup kencang.Beberapa warga yang melihat tingkah D

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 2

    Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 1

    Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 113. Akhir Bahagia (Tamat)

    “Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 112. Manusia Nggak Tahu Diri

    Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status