Home / Rumah Tangga / Daging Keong Untuk Tiga Anakku / Bab 4. Langit Seakan Runtuh

Share

Bab 4. Langit Seakan Runtuh

Author: L.A. Zahra
last update Last Updated: 2024-10-30 14:52:39

“Benar, ada yang bisa saya bantu?” tanya Mira dengan perasaan tak karuan, bahkan meski polisi tersebut belum mengatakan apa pun dadanya malah sudah terasa begitu sesak.

Polisi itu terdiam sejenak sesaat setelah melihat keberadaan tiga bocah kecil yang mengintip dari belakang tubuh ibunya.

“Sebelumnya saya minta maaf karena akan menyampaikan kabar kurang baik,” ucap polisi tersebut yang matanya tak henti menatap ketiga anak Mira.

Dari usia sang polisi jelas terlihat jika ia pun memiliki anak seumuran ketiga bocah dihadapannya. Pria itu sedikit merasa tidak tega untuk menyampaikan berita yang tentunya akan membuat keluarga kecil itu sangat terpukul.

“Ja-jadi, ada apa ya, Pak?” Jantung Mira semakin berdebar tak karuan. Rasanya bahkan begitu sulit untuk bernapas saking dadanya terasa sesak.

Polisi itu menghela napas panjang. Ia tampak berat untuk mengatakan kabar buruk tersebut.

“Bapak Raka Riswandi telah mengalami kecelakaan. Mobil yang beliau tumpangi masuk ke jurang yang cukup dalam sehingga kami kesulitan untuk mengevakuasi-nya. Untuk sementara seluruh penumpang dinyatakan ….” Polisi tersebut menghela napas dalam. “Meninggal,” sambungnya dengan suara pelan, hingga tak terdengar oleh ketiga bocah di belakang Mira.

Kalimat panjang yang polisi itu ucapkan begitu menyakitkan bagi Mira. Hidupnya terasa hancur, hatinya begitu sakit bagai disayat ribuan belati. Dunianya seakan runtuh ketika sang belahan jiwa sudah tiada di dunia lagi.

Pandangan yang semula terhalang bulir bening mendadak menjadi gelap. Tubuh kurus Mira tergeletak di samping ketiga anaknya yang tidak mengerti apa-apa itu.

“Ibu … ibu ….” Arka dan Hana menangis histeris, digoyangkan tubuh sang ibu yang sedang lemah tak sadarkan diri.

“Pak polisi, tolong bantu ibu! Raka janji nggak nakal lagi,” mohon Raka sambil mengusap mata yang begitu basah oleh air.

Polisi yang sejak awal sudah berjongkok di samping Mira pun lantas segera menggendong wanita itu menuju ranjang tanpa kasur.

Di saat bersamaan, beberapa tetangga yang merasa kasihan pada Mira pun lantas segera membantu. Ada yang mengoles minyak angin dekat hidung Mira, ada pula yang berusaha menenangkan ketiga bocah kecil yang tidak tahu apa-apa itu.

“Sudah, ibumu nggak kenapa-kenapa, cuma pingsan saja,” ujar salah satu tetangga. “Bukannya ibumu sudah sering pingsan?”

Arka menghentikan tangisnya, apa yang dikatakan sang tetangga benar adanya. Mira memang kerap kali pingsan akibat menahan lapar. Namun, bocah itu merasa jika kali ini ibunya pingsan karena sesuatu yang berbeda dari biasanya.

Di saat Hana dan Arka sudah berhenti menangis, si kecil Kiano yang ingin ibunya segera membuka mata itu malah terus menangis, bahkan semakin kencang. Beberapa tetangga satu persatu pulang, tersisa satu orang wanita yang biasa memakai jasa Mira untuk mencuci di rumahnya.

“Bu Dian, kapan Ibu Arka bangun?” tanya Arka sambil memijat-mijat kaki Mira.

“Mungkin sebentar lagi. Arka yang sabar ya,” ucap Dian, warga desa yang paling peduli pada keluarga kecil tersebut.

“Tapi ini sudah lama sekali, Bu Dian. Apa Ibu nggak akan buka mata?”

Dian mengibaskan tangannya, lalu berkata, “hush, nggak boleh ngomong sembarangan! Sebentar lagi juga ibu Arka bangun.”

Arka tertunduk lesu dan di saat bersamaan Mira membuka mata, akan tetapi tatapannya kosong, menatap langit-langit rumah seakan menembusnya.

“Ibu!” Ketiga anak Mira segera memeluk ibunya yang masih terbaring itu.

“Karena Ibu kalian sudah bangun, Bu Dian pulang dulu, ya.” Dian bergegas pergi karena hari sudah larut malam.

Ketiga bocah itu terus memeluk ibunya. Namun mereka merasa aneh saat sang ibu tidak membalas pelukan itu, tak seperti biasanya.

“Bu, kenapa diam saja?” tanya Arka sambil sedikit menggoyangkan tubuh Mira.

Mira bergeming. Jangankan untuk beranjak, sedikit bergeser saja tidak. Entah sudah berapa menit Mira terus berada di posisi seperti itu, tiada yang bergerak selain kelopak yang butuh berkedip.

“Mas Raka,” ucap Mira untuk pertama kalinya.

“Bu … Ayah pasti pulang, Ibu jangan sedih lagi!” Arka berusaha menghibur Mira karena berpikir jika mungkin ibunya itu sedang merindukan ayahnya.

Niat Arka yang ingin menghibur sang ibu malah berakhir menambah luka. Keluguan si sulung membuat Mira tak kuasa membendung air mata yang sempat tertahan.

“Mas Raka,” gumam Mira yang kini matanya dibanjiri bulir-bulir air.

“Bu, Ibu ….” Arka berusaha menggoyangkan tubuh Mira meski percuma. Berulang kali mencoba, hingga akhirnya bocah itu merasa lelah.

Hari semakin malam, ketiga bocah itu pada akhirnya terlelap sambil memeluk sang ibu. Kiano dan Hana memeluk sambil tidur di samping, sedangkan Arka memeluk perut sang ibu. Ketiganya tidur saling berdempetan.

Mira terbangun dari lamunan, tatapan yang semula kosong tiba-tiba melirik sebuah tali bekas ayunan Kiano yang menggantung di tiang atap.

“Mas Raka,” ucap Mira, lirih, “aku ingin ikut, Mas.”

Iman Mira kala itu sedang goyah, melihat seutas tali malah membuatnya berpikir untuk mengakhiri semua penderitaan dan menyusul pria yang begitu dicintai.

Mira berusaha melepas pelukan ketiga anaknya secara perlahan agar mereka tidak terbangun. Ia beranjak, lalu berjalan dengan pelan. Suara langkahnya hampir tidak terdengar.

Diraihnya sebuah kursi reot, lalu ditaruh di bawah seutas tali yang menggantung. Mira kala itu sama sekali tak bisa berpikir jernih, isi kepalanya hanya ada bayang-bayang akan kem4tian sang suami.

Kursi reot ternyata masih mampu menopang tubuh kurus Mira. Ia kini berdiri di atasnya, lalu membuat simpul dari ujung tali.

“Mbu, Eno tayang, Mbu,” ucap si kecil Kiano yang kala itu sedang mengigau.

Suara si bungsu mengalihkan pandangan Mira. Kakinya bergetar hebat, tiba-tiba ada perasaan takut dan marah pada diri sendiri.

“Kenapa aku sangat egois?” ucap Mira, lirih.

Pandangan Mira terfokus pada tiga anak kecil dengan pakaian lusuh yang tergeletak di atas ranjang kayu tanpa kasur. Ketiganya meringkuk kedinginan karena sosok pemberi kehangatan tengah berdiri di bawah seutas tali, hendak mengakhiri h!dup.

“Arka, Hana, Kiano ….”

Tangis Mira pecah ketika membayangkan bagaimana nasib ketiga anaknya jika ia sampai mengakhiri h!dup? Siapa yang akan menyayangi mereka? Siapa yang akan menjaga mereka? Bagaimana cara mereka melanjutkan hidup?

Dada Mira sesak, pikirannya semakin kacau, hingga tanpa disadari kursi reot tak sanggup lagi menopang.

Suara tubuh Mira yang ambruk ke tanah seketika membangunkan Arka.

“Ibu ….” teriak bocah kecil yang tidak tahu jika ibunya sedang berniat mengakhiri h!dup.

Arka berlari meski kepala masih pusing karena baru saja bangun tidur. Tanpa banyak berpikir bocah kecil itu segera memeluk tubuh sang ibu yang terkulai lemah di lantai tanah.

“Ibu, kenapa jatuh? Apa ada yang sakit? Mau Arka pijit?” Arka memijat-mijat tangan Mira.

Tangis Mira semakin kencang. Ia bahkan sampai memukul-mukul dadanya akibat sesak yang tak terhingga.

“Ibu, jangan pukul-pukul badan ibu. Nanti sakit!” Arka menarik lengan Mira.

Dalam tangisnya, Mira segera memeluk Arka.

“Maafkan, Ibu. Ibu janji bahagiakan kalian.”

Arka tak mengerti apa-apa, dan malah tersenyum mendengar janji sang ibu.

Keduanya cukup lama berpelukan, hingga sekelebat bayangan tampak jelas melintas dari celah anyaman bambu yang membuat Mira dan Arka seketika terperanjat.

“Bu, Arka takut,” bisik Arka sambil memeluk Mira begitu erat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ratna
semoga Raka selamat dan menjadi orang sukses
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 4 (TAMAT)

    Raka tersenyum menatap istri dan anak-anaknya yang terlihat kebingungan. “Ayah, kayaknya kita salah masuk rumah.” Arka melirik kesana kemari saking kebingungan. “Nggak, ini memang rumah kita, kakek yang buat begini.” Hana yang lebih bingung lantas kembali berlari keluar, berusaha mencerna keanehan di depan matanya. “Ayah, kenapa luarnya jelek? Kenapa nggak sekalian dibagusin kayak di dalem?” Raka hanya tertawa karena semula ia pun bingung dengan kondisi rumah yang aneh. Hanya saja, karena ini semua ulah Agus, tentu jadi terasa tidak aneh. “Tanya saja sama kakek,” ujar Raka sambil mengusap lembut kepala Hana. Mira hanya tersenyum mendengar jawaban Raka. Jika sudah menyangkut Agus memang semua terasa masuk akal. “Ya sudah, sekarang yang penting kita istirahat dulu, kalo Raka sama Hana mau makan ada di dapur, Kiano juga sudah ayah buatin susu,” lanjut Raka sambil menggendong Syafa. “Ayo kita cek dapur kak, pasti jadi bagus juga,” ajak Hana yang terlihat antusias. “Ayo, sekalian

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 3

    Mira berusaha mempertahankan diri karena saat itu Syafa sedang berada dalam gendongan.“Ah, apa yang kamu lakukan?” teriak Mira sambil berusaha berbalik demi bisa menghindar.Namun saat berbalik betapa terkejutnya Mira mengetahui jika orang di belakangnya adalah Dian. Mira membelalak, matanya berkaca-kaca iya berdiri mematung saking terkejutnya.“Mbak Dian?” ucap Mira, lirih.Kala itu penampilan Dian sangatlah kacau. Pakaiannya compang-camping rambutnya kusut tidak terawat bahkan nyaris gimbal wajahnya pun sedikit kotor beruntung Mira masih bisa mengenali.Dian terlihat seperti orang tidak waras bahkan beberapa kali dia berusaha untuk menyakiti Mira sambil tertawa cekikikan.“Mira, awas!” Raka muncul secara tiba-tiba berusaha melindungi Mira yang kala itu sedang saling berhadapan dengan Dian.Dian mendadak terdiam setelah melihat kedatangan Raka. Entah apa yang ada dipikirannya. Hanya saja, ia yang semula cekikikan mendadak menangis cukup kencang.Beberapa warga yang melihat tingkah D

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 2

    Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 1

    Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 113. Akhir Bahagia (Tamat)

    “Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 112. Manusia Nggak Tahu Diri

    Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 111. Misi Selesai

    Kala itu warung Iyun barang dagangannya tak terlihat sepadat dulu. Hanya beberapa barang saja yang dipajang, itu pun tampak sudah berdebu seperti tak tersentuh.Beruntung cabut-cabutan yang Arka inginkan masih ada dan bahkan masih begitu banyak.“Bu, Arka mau semua boleh?” tanya Arka seraya menunjuk yang ia inginkan.Mendengar suara Arka, Iyun yang semula sedang terkantuk menunggui warung sampai dibuat terkejut.“Mi-mira?” gumam Iyun dengan mata membelalak, “mau ngapain kamu ke sini?” tanyanya seraya menatap sinis.Iyun sama sekali tak tahu jika Mira yang kini sudah di hadapannya berbeda dengan yang dulu.“Maaf, saya ke sini karena ada yang mau dibeli.”Iyun perlahan menatap pakaian Mira dan anak-anak yang kini terlihat bagus. Ia pun lebih memilih diam dan membiarkan Mira belanja di tempatnya.“Ibu Arka mau kue juga.”“Ambil saja.”Anak-anak tampaknya sengaja mengambil apa yang dulu tak bisa me

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 110. Penyesalan Para Warga Desa

    “Bukannya itu Mira? Apa aku nggak salah liat? Dia naik mobil mahal dan mewah begitu.”“Iya, anak-anaknya juga pake baju bagus. Mereka benar-benar jauh berbeda.”“Apa mungkin mereka pesugihan? Masa iya bisa kayak secepat itu?”“Loh, kamu nggak tahu? Mira itu kan sempat viral di media sosial.”Para warga desa yang menyaksikan kedatang Mira dan Raka tak hentinya berbisik. Mereka antara bingung, terkejut, juga tak menyangka dengan apa yang mereka lihat.Hanya saja, Mira kali ini berusaha untuk tak ambil pusing tentang ucapan para warga desa dan memilih fokus pada orang yang dituju saja.Kala itu di rumah Roni tampak istrinya yang sedang hamil besar terkejut melihat kedatang Mira dan Raka.“Mas Roninya ada, Mbak?” tanya Mira seraya tersenyum.Istri Roni pun heran karena ternyata Mira datang-datang malah mencari suaminya.“Maaf Mbak Mira, apa suami pernah pinjam uang? Atau melakukan kesalahan?” tanya wanita itu dengan wajah kebingungan.Mira tersenyum melihat tingkah istri Roni. Ia tahu bet

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 109. Sebuah Balasan

    Semua mata tertuju pada Raka dan Mira, sepasang suami istri yang begitu serasi, membuat mereka yang melihat menjadi kagum dan terpana.“Wah, sepertinya laki-laki itu memang suaminya. Mereka cocok sekali.”“Benar, tatapan keduanya saja keliatan saling mencintai.”“Yah, beberti Nunung saja yang iri dia nggak bisa dapetin laki-laki seganteng suami si Mbak itu.”Orang-orang yang menyaksikan sontak tertawa. Mereka menertawakan Nunung karena telah gegabah menuduh yang tidak-tidak.Merasa malu, Nunung pun segera pergi sambil menggerutu, sedangkan orang-orang yang berkerumun bergegas membubarkan diri.Mira dan Raka saling pandang, sejak tadi mereka terus menahan tawa.“Mas datang di saat yang tepat,” ungkap Mira.“Sebenarnya Mas sudah perhatikan dari tadi. Cuma nunggu waktu yang pas yang paling greget saja.” Raka terkekeh.Mira mencubit lengan sang suami, “jadi, apa seru melihatku dipermalukan?” “Enggak begitu sayang.” Raka terlihat panik.Mira malah tersenyum melihat tingkah sang suami.Di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status