"Hah!" Alissa menghembuskan nafas kasar sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti pakaian. Setelah keluar ia masih melihat Nicholas belum bersiap-siap dan hanya duduk bersandar sambil memejamkan mata, sedangkan Aska sudah pamit pergi terlebih dahulu. Masih ada waktu Alissa merogoh tas dan mengambil alat make-up. Sebagai sekretaris dia harus menjaga penampilan agar tidak mempermalukan perusahaan tempat ia bernaung."Tidak perlu terlalu cantik, kamu bukan untuk dijual!" Seruan Nicholas hampir saja membuat bedak di tangan Alissa melompat. Wanita itu mengelus dada lalu memasukkan kembali bedak dan lipstik ke dalam tas. Untung saja Alissa tidak memiliki riwayat penyakit jantung sehingga tidak terjadi apapun saat dirinya dikejutkan."Berkasnya sudah siap, kan? Kita berangkat sekarang!" Tanpa menunggu jawaban Alissa, Nicholas berdiri dan menarik jas yang sebelumnya ada di kursi kebesarannya. Alissa mengangguk lalu menyusul langkah Nicholas keluar dari ruangan."Waw, Mbak Alis
Nicholas menurunkan Alissa lalu memijit kaki sekretarisnya sebelum menarik dengan sedikit keras."Aw!" Alissa mengaduh kesakitan."Sudah mendingan? Kala masih belum bisa jalan aku gendong ke mobil.""Nggak usah Tuan, saya bisa jalan sendiri," tolak Alissa akan tawaran Nicholas."Baiklah kita kembali sekarang," ujar Nicholas seraya mengulurkan tangan ke arah Alissa. Yakin dirinya akan susah bangun sendiri Alissa menerima uluran tangan Nicholas."Sempurna," ujar wanita di balik tembok dimana dari tadi tidak beranjak dan masih mengawasi keduanya. Setelah mengumpulkan gambar-gambar kedekatan Alissa perempuan tersebut langsung mengirim pada Wati.Alissa sendiri berjalan pelan ke menuju mobil dengan Nicholas yang berjalan di belakangnya memperhatikan wanita itu takut-takut jalannya tidak seimbang dan jatuh."Mau aku antar Pulang?" tanya Nicholas saat dirinya sudah menyetir."Ke kantor aja Tuan." Alissa tidak ingin mangkir dari tanggung jawab hanya karena kakinya sakit. Pekerjaannya di kantor
"Ini pemerasan namanya, gadis itu harus ditindak." Saat Nicholas hendak melangkahkan kaki Alissa langsung menahan lengan pria itu."Tolong jangan lakukan ini Tuan, saya tidak mau kabar dalam foto ini beredar.""Justru karena tidak ingin hal semacam itu terjadi makanya perlu dicegah.""Tapi file-nya saya yakin tidak hanya ada pada Wati tapi pada orang lain juga. Tuan tahu sendiri bukan bahwa anak itu dari tadi di kantor.""Kau benar sekali, gadis itu pasti mendapatkan kiriman dari orang lain. Ada yang memata-matai kita berdua.""Tuan benar oleh karena itu jangan labrak Wati, saya takut dia akan melapor pada Mas Virgo.""Jadi kamu akan membiarkan dia memerasmu? Dia akan semakin menjadi-jadi kalau dibiarkan.""Biar nanti saya tangani Tuan."Nicholas mengernyitkan dahi, dia tidak percaya Alissa bisa menangani masalahnya jika itu menyangkut dengan keluarga Virgo. Ia lalu bertanya," Berapa nomor rekeningmu?""Maksud Tuan?""Katakan saja!" Alissa tidak tahu Nicholas akan melakukan apa mengi
Wati memasukkannya uang yang diambil di mesin ATM ke dalam tas pinggangnya lalu berjalan santai ke arah motor. Saat hendak naik ke atas motor, ponselnya terdengar berdering. Wanita itu merogoh ponsel dalam tas lalu mengangkat panggilan telepon."Bagaimana cair?" tanya seseorang dibalik telepon."Cair dong masa beku, hahaha." Wati tertawa keras tidak tahu tempat. Seseorang yang tidak jauh darinya mengawasi gadis itu."Oh ya Bu Rahma memintamu untuk berbelanja sebelum pulang ke rumah. Kebahagiaan ini perlu dirayakan, bukan?""Oh ya jelas! Yasudah deh kalau begitu aku mampir ke mall dulu." Suara Wati terdengar antusias."Cie gaya belanja di mall kayak orang kaya aja, biasanya beli bahan makanan di pasar saja.""Ah iya dong, apa gunanya banyak uang? Lagipula malam seperti ini paling pasar sudah tutup. Oh ya ngomong-ngomong rekamannya masih tersimpan rapi, kan? Soalnya itu masih bisa digunakan di lain waktu untuk memeras si Alissa bodoh itu."Oh tentu saja, yang dihapus kan cuma duplikatny
"Eh tapi apa maksudmu tadi? Uang yang kamu dapatkan dari Alissa juga hilang?" Rahma menatap mata putrinya dengan tajam. Dia baru sadar dengan ucapan Wati. Aura kemarahan wanita itu terpancar jelas dan membuat Wati langsung menunduk dengan dua tangan saling meremas."Iya Bu.""Astaga misi kita benar-benar gagal." Ternyata apa yang diucapkan secara tidak sadar tadi adalah sebuah kenyataan."Iya Bu, tapi apa yang Ibu katakan tentang bukti itu benar?""Ya.""Hilang Bu? Apa maksudnya ini? Kenapa bisa barengan Bu?" "Mana Ibu tahu, tadi kami pikir kamu yang chat kami karena ada kecelakaan di jalan makanya kami ke tempat ini, kamu pikir ngapain kami di sini?""Aku tadi memang ada gangguan di jalan Bu yang sampai menyebabkan uangnya hilang. Aku dirampok Bu, tapi aku belum sempat hubungi Ibu ataupun Ernia, tapi tunggu dulu! Hapeku dipakai mereka untuk menjebak Ibu?""Ya begitulah Wat, mungkin mereka kenal sama kamu makanya juga ngincar kita juga.""Kalau begitu ini semua sudah direncanakan, ta
"Ada apa dengan dia, kenapa sikapnya berubah lebih dingin dari saat awal kami bertemu?" Alissa bertanya-tanya dalam hati. Seharusnya ia senang Nicholas berlaku demikian yang artinya pria itu tidak akan menganggu dirinya dengan hal tak penting seperti kemarin-kemarin. Nyatanya hati Alissa berdenyut sakit. "Ada apa denganku?"Alissa beranjak ke kantin, Silvi melambaikan tangan di sebuah meja. Alissa mendekat dan mengatakan dirinya akan memesan makanan terlebih dahulu sebelum keadaan kantin ramai."Bagaimana dengan adik iparmu itu?" tanya Silvi yang memang tahu bahwa gadis itu suka mengganggu Alissa."Sepertinya baik-baik saja.""Maksudku apa masih suka menganggu?""Saya harap tidak lagi setelah dia berhasil memerasku." Alissa keceplosan, tangannya langsung menutup mulut."Memerasmu?" Mata Silvi terbelalak lebar, sungguh ia tidak percaya Alissa dengan semudah itu dikerjai oleh anak ingusan seperti Wati."Lupakan, aku salah bicara," ujar Alissa tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku
Nicholas berjalan mendekat ke arah Alissa, bau muntahan terasa menyengat di indra penciumannya. Segera Nicholas menjepit hidungnya sebelum menyentuh leher Alissa. Air dari kran membuat muntahan itu hilang dari pandangan dan Nicholas bernafas lega."Lebih kencang Tuan! Anda punya tenaga tidak?" protes Alissa membuat Nicholas terperanjat. Berani sekali Alissa mengeluhkan tentang tenaga Nicholas. Ingin Nicholas marah pada Alissa, tetapi saat itu Alissa menatap ke belakang pada wajah Nicholas sehingga pria itu tidak jadi protes setelah melihat wajah Alissa yang pucat."Lebih ditekan lagi Tuan, muntahannya tercekat di tenggorokan!" Alissa menyentuh tangan Nicholas dan menekannya ke bawah."Aneh ini orang, bukannya selama ini dia tidak mau disentuh kecuali terpaksa, kenapa sekarang malah minta sendiri?" batin Nicholas masih tidak paham dengan perubahan sikap Alissa. Tak ingin mengulur waktu Nicholas langsung memijit lebih kuat dari sebelumnya."Hoek! Hoek!" Akhirnya Alissa merasa lega set
"Nyonya Alissa apakah Anda tidak apa-apa?" tanya dokter sambil mengetuk pintu kamar mandi, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri pasien.Alissa menyeka air mata dan berkata, "Saya tidak apa-apa Dok." Wanita itu berpegangan pada dinding lalu berdiri. Tubuhnya seperti tidak ada tenaga saat ini. Beberapa saat kemudian wanita itu keluar dari kamar mandi masih dengan testpack di tangan. Dokter memperhatikan dan Alissa berkata bahwa dokter itu berkata benar. Setelahnya Alissa membuang benda di tangan ke tempat sampah."Saya sudah biasa menangani pasien seperti Nyonya," ujar dokter dan mempersilahkan Alissa kembali duduk. Alissa mengelap tangannya dengan tisu basah kemudian duduk di depan dokter yang berjenis kelamin wanita itu. Dokter meresepkan obat dan vitamin untuk Alissa."Ini obat penambah darah diminum satu kali sehari pagi untuk mengurangi sakit kepala. Vitaminnya juga sama. Untuk obat mualnya bisa dihentikan kalau tidak lagi mual-mual, begitu pun dengan sakit di p