Menjelang pagi, kegiatan pada ruangan itu sudah dimulai. Mereka perlu bergerak lebih dahulu untuk menyiapkan segalanya. Mata Keira terbuka, memandang kosong, dia kesulitan tidur setelah dibawa ke ruangan ini. Padahal saat tertidur tadi sejenak Keira berharap semuanya adalah mimpi, tetapi kenyataan menampar keras saat dia terbangun di ruangan pembantu.
Kasurnya sempit definisi khusus satu orang saja. Bantalnya keras. Tidak ada guling. Sangat jauh berbeda dari kamar tidurnya yang luas dan megah di rumahnya. Apa-apaan ini? Keadaan buruk yang sama sekali tidak bisa dia terima. Dia membutuhkan penjelasan ayahnya, dia perlu mendengarkan dosa masa lalu dari mulut ayahnya sendiri. Akan tetapi apakah ayahnya masih hidup? Kemungkinan besar dia sudah dibunuh oleh keluarga Grant. "Bangun!" Lamunan Keira buyar saat seseorang memukul tubuhnya menggunakan bantal. Dia terkesiap dan segera bangun, terduduk di kasurnya. Para pembantu lainnya sudah bersiap diri sejak tadi, mereka mengenakan pakaian khas pembantu. "Oh jadi kau pembantu barunya, ya? Tuan Cullen memberitahuku saat menuju ke sini," wanita tua itu membuang sembarangan bantal yang langsung dipungut oleh salah satu dari mereka yang berada di belakang. Apakah senioritas juga ada di lingkungan seperti ini? Tampaknya wanita tua ini merupakan kepala pembantu dan tebakannya benar saat dia memperkenalkan diri. "Aku Mia. Kepala pembantu di keluarga Grant yang sudah bekerja begitu lama bahkan sebelum Tuan Cullen lahir," suaranya menyeruak meneteskan nada kebanggaan. Pantas saja pembantu lainnya tampak segan kepadanya. "Segera ganti. Tidak ada waktu lagi untuk menunggu." Diperintah oleh kepala pembantu, apakah kehidupannya sungguh berubah seperti ini? Keira masih tidak terima tetapi dia juga malas berdebat dengan orang sepertinya. Terlebih lagi Mia memegang kayu rotan panjang di tangan kirinya, jika sampai melayang ke arahnya, Keira yakin pasti berbekas. Dia dengan langkah gontai turun dari kasur dan memasuki salah satu kamar mandi. Dia segera membuka gaunnya, dan memakai pakaian pembantu tersebut. "Sial, sial," Keira menggerutu kesal. Dia memandang penampilan di cermin. Pakaian mahal yang selalu menempel di tubuhnya kini tidak ada lagi. Dia sekarang memakai pakaian yang tidak mempunyai harga. Keira sama sekali tidak pernah menghina pekerjaan pembantu. Dia pun di rumahnya mempunyai banyak pembantu dulunya dan tergolong akrab dengan mereka. Hanya saja dia yang menjadi pembantu, mau disimpan di mana marga kehormatan Hale? Namun, sepertinya dia memang sudah tidak mempunyai apa pun sekarang. Ponselnya, kartu, dan hal lain yang berada di tas yang sudah disita, satu-satunya yang dia miliki sekarang adalah dirinya sendiri dan marga Hale yang tidak bermakna apa pun di depan para monster iblis itu. Keira menghembuskan napas panjang, mencuci wajahnya dengan air segar. "Apa yang kau lakukan di dalam sana? Cepat! Jangan membuang banyak waktu!" Setelah itu Keira keluar dan langsung disambut oleh mereka. Mia menatap dari atas sampai ke bawah. "Baiklah. Kau bergabung dengan Nia dan lainnya. Tugasmu adalah mencuci pakaian. Cepat berangkat!" Keira tidak mengatakan apa pun dan bergegas mengikuti kelompok pembantu yang keluar dari ruangan. Tidak lupa menyimpan gaunnya terlebih dahulu di dekat bantalnya dan ikut berjalan keluar. Tidak ada percakapan saat melewati tangga. Saat tiba mereka langsung berputar dan keluar melewati pintu kecil yang mengarah ke halaman belakang. "Kau tidak perlu bingung begitu," salah satu dari mereka mensejajarkan langkah dengannya yang berjalan paling belakang. Keira memandangnya, mengamati wanita berambut sebahu tersebut. "Perkenalkan namaku Lily. Aku berasal dari pembantu keluarga kaya di negera selatan. Kau pembantu dari keluarga mana?" Apa-apaan? Apakah Keira terlihat sangat cocok sebagai pembantu? Dia tidak menjawabnya, hanya memberi lirikan kemudian mengalihkan pandangan. Mereka tiba di halaman belakang mansion yang begitu luas. Hamparan rumput luas terlihat. Di bagian sisi selatan terdapat rumah kaca yang dipenuhi oleh bunga. Di sisi utara diisi dengan taman bunga dan ladang buah-buahan. Sisi barat dipenuhi kandang kuda dan lapangan berkuda. Dan sekarang mereka menuju tengah bangunan tanpa dinding dengan atap yang menjulang tinggi ke atasnya. "Nah, para pembantu baru yang bekerja di sini tentu akan heran. Tapi biar aku yang menjelaskan," Lily berujar riang. "Tempat itu adalah tempat mencuci pakaian. Biasanya orang kaya menggunakan mesin cuci, tetapi keluarga Grant berbeda. Mereka tidak mengizinkan pakaian disentuh mesin cuci jadi kita harus mencuci secara manual." "Secara manual?" "Iya, manual. Menggunakan sikat cuci." Setiap detik sepertinya menumpuk banyak pertanyaan di benak Keira. Bisa-bisanya keluarga ini menyuruh pembantu mereka mencuci baju secara manual. Maksudnya dunia sudah modern dan mempunyai teknologi canggih untuk mencuci baju dalam jumlah banyak, bukan malah mencuci satu per satu. Mereka kemudian tiba di tempat pencucian baju. Terdapat sumur besar di tengah dan keranjang besar bertumpuk. Semua cekatan dalam mengambil pekerjaan. Sedangkan Keira hanya berdiri menonton. "Hei anak baru. Cepat bekerja, jangan harap kau mendapat jatah makan siang jika tidak becus," salah satu di antara mereka berkata sinis, pun meliriknya sinis. Lily yang tidak ingin ada kekerasan lagi, seperti sebelum-sebelumnya jika ada pembantu baru, segera menarik Keira untuk mencuci bersamanya. Dia memberikan sikat, sabun, dan duduk berhadapan. Serius Keira melakukan pekerjaan seperti ini? Para keluarga Grant sungguh merendahkannya. Dia menatap Lily yang mulai menyikat salah satu kemeja, menuang sabun hingga berbusa. "Kenapa malah melamun? Kalau tidak bekerja kau bisa kelaparan seharian," Lily berbisik saat melihatnya hanya terdiam sedangkan dirinya telah selesai menyikat dua pakaian. Keira berserta kekesalan yang menumpuk dalam hatinya, terpaksa mengambil selembar baju dan mulai menyikat mengikuti cara Lily. Serius, ini pertama kalinya dia melakukan pekerjaan mencuci baju karena dulu segala sesuatunya dikerjakan oleh pembantunya. Buk! Aduh. Keira meringis kecil saat ember aluminium memukul kepala agak keras. Dia segera menoleh, menatap wanita sinis yang Keira tahu bernama Nia memegang ember dengan ekspresi congkak. "Jangan bermalas-malasan!" "Nia jangan berlebihan," salah satunya menyahut, ikut meringis karena pukulan tersebut meski bukan dia yang dipukul. "Ha, biarkan saja. Orang sepertinya harus dikerasi agar tidak malas bekerja. Jangan ingin makan saja tanpa bekerja." "Sudahlah, Nia. Dia masih baru kau tidak perlu bertindak begini," ada satu lagi yang membelanya. "Iya Nia, aku akan mengajarinya dengan benar kok," Lily berujar pelan, agak takut kepada Nia yang kadang bertindak sesuka hati. "Mengajarkan apa? Dia itu pembantu dari keluarga lain yang dibawa ke sini! Tidak perlu bertingkah jika dia CEO yang tidak pernah menyentuh dunia mencuci!" Ekspresi Keira mengeras, tangannya mengenggam erat sikat cuci, sedikit lagi emosinya meledak dan balas memukulnya. Lagi pula para pembantu seperti mereka tentunya tidak tahu siapa dirinya. Pewaris perusahaan Hale yang terhormat. Dia tidak dikenal luas oleh masyarakat awam sebab dirinya disembunyikan. Identitasnya tidak diketahui, Keira hanya ditahu sebagai 'putri tunggal Hale' ya itu gelar terhormat, meski sekarang semua berubah. Tetapi tetap saja Keira tidak terima diperlakukan rendahan oleh seorang pembantu. "Jangan melawan," Lily yang melihat kemarahannya berujar pelan. Dahinya berkerut samar, melayangkan tatapan tajam. Dia mana mungkin tidak membalas setelah kepalanya dipukul keras bahkan sekarang sakit berdenyutnya masih terasa. "Keluarga Grant tidak suka kekerasan. Kalau ada yang bertengkar mereka marah besar dan memberi hukuman." Persetanan! Keira sama sekali tidak peduli. "Hukumannya adalah dimasukkan ke dalam kotak kaca selama satu jam bersama hewan yang ditakuti. Dulu ada yang bertengkar dan dimasukkan ke dalam kotak kaca bersama seribu kelabang karena dia takut kelabang. Dan dia berakhir meninggal." Fakta gila apa lagi ini? Keira menghembuskan napas kasar. Keluarga Grant wujud monster dan iblis sesungguhya. Mereka sadis, kejam, dan berhati dingin. "Lalu? Kau ingin aku melakukan apa? Membiarkannya memukulku? Lalu apakah dia akan dihukum?" Keira balas berbisik. Suaranya penuh penekanan terhadap jawaban. Lily menatapnya sendu, kemudian menggeleng pelan. "Nia merupakan kerabat dekat Mia. Jika dia membuat kesalahan, maka kita hanya bisa maklum. Ingin melapor juga kepada siapa? Kita bukan siapa-siapa di sini selain pembantu." Mungkin mereka tidak bisa melawan, tetapi Keira bisa. Dia bukan pembantu dan tidak menerima direndahkan. Keira tidak peduli pada peringatan Lily dan berdiri, dia tidak lupa mengambil ember aluminium di dekatnya, menumpahkan airnya. Dia melangkah ke arah Nia dan memukul balik kepalanya dengan keras. Buk! Buk! Bukan hanya sekali tetapi Keira memukulnya dua kali hingga membuat gadis itu menjerit. Semua orang terkejut. Mereka berdiri dan memisahkan keduanya. "Beraninya!!!" Teriak Nia marah. "Kenapa aku tidak berani sialan?" Sahut Keira dengan nada mematikan. Tubuhnya terhuyung maju hendak memukul lagi namun tubuhnya ditahan. "Kau—" "Aduh sudah! Kita hanya perlu mencuci. Tidak perlu bertengkar begini." "Iya betul." "Ada Tuan Jake." Sahutan tersebut membuat mereka terdiam dan menoleh pada suara langkah kuda yang mendekat. Keira memandang pria yang memakai setelan berkuda. Dia pastinya salah satu keluarga Grant. Dibandingkan Samuel, pria ini lebih mirip lagi dengan Cullen. Fitur wajah yang tegas dan ekspresi serius dengan alis yang berkerut samar. Matanya memandang tajam dan dingin. Tatapan mereka kemudian bertemu. Jake memandangnya dalam. Hanya dengan sekali melihat dia tahu bahwa wanita ini berbeda dari pembantu lainnya. Dia anak dari musuh mereka. Pewaris tunggal Hale. Jake terus terdiam, tetapi tatapannya tajam seolah bersuara penuh perintah kepada mereka 'apa yang sedang terjadi di sini?' "Ma-maaf Tuan Jake. Terjadi sedikit kekacauan. Nia memukul kepala pembantu baru yang membuat dia marah dan memukul balik," wanita berambut hitam pendek berani menjelaskan. Nia pucat pasi. Tubuhnya bergetar ketakutan karena ketahuan. "S-saya meminta maaf, Tuan Jake. S-sungguh, s-saya melakukannya karena dia bermalas-malasan. O-orang se-sepertinya butuh diberi pelajaran." Sementara itu Keira tetap tenang. Tahu dirinya akan menerima hukuman tapi ya ingin memberi pembelaan diri pun pasti sia-sia. Lagi pula dia sudah puas dapat melayangkan pukulan ke wanita sialan tersebut. "Ke ruangan Cullen," suaranya menyeruak dingin hingga membuat para pembantu merinding ketakutan. Terlebih lagi Nia yang sampai ingin menangis. Air matanya menumpuk di pelupuk mata. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Perintah adalah perintah. Takut hukumannya semakin diperpanjang, Nia melangkah lebih dulu bersama rasa takut di sekujur tubuh. Keira kemudian mengikutinya tetapi baru beberapa langkah, Jake kembali bersuara dan menghentikan langkahnya. "Kau ikut denganku, pembantu baru."Bagaimana caranya untuk tidur jika pikiran berkecamuk? Memikirkan segalanya yang tiada habisnya. Tubuh Keira meringkuk di atas kasur, helaan napasnya terdengar berat setiap kali menghembuskan napas. Jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari, dan sejak tadi yang dilakukan hanyalah menatap kosong ke arah jendela. Waktu berlalu begitu saja meski dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tertidur. Memejamkan mata yang hanya berakhir gusar karena semua pikiran tetap bersarang di pikirannya. Tidak kuat dengan pikiran yang menganggu, Keira memilih bangkit dari kasur, dan mengendap keluar dari kamar. Langkah kakinya goyah berjalan di lorong yang sepi. Dia pun tidak tahu ingin ke mana, mencoba mengosongkan pikiran dan berakhir melangkah menuju taman mansion. Kepalanya mendongkak memandang langit malam yang cerah. Bulan bersinar penuh menyinari bumi, membuat bayangan Keira terbentuk sempurna di rerumputan. Suasana begitu sunyi, angin sepoi bertiup cukup kencang menerbangkan helai ram
Seharian Keira menghabiskan waktu di dalam kamar. Sekadar melamun di depan jendela atau menatap ikan di akuarium. Raganya seolah melayang setelah percakapan dengan Cullen berapa jam lalu. Kini Keira kembali memikirkan betapa tidak berguna dirinya yang masih hidup hingga sekarang. Apa waktunya menyusul ayahnya? Pikiran itu terus menganggu, seperti menghasut melakukan sesuatu yang gila. Namun Keira masih berusaha menahan diri, dan memikirkan berbagai macam kemungkinan baik yang ada ke depannya. Siapa yang tahu semua akan berubah nantinya, jika makna di balik surat ayahnya telah terungkap? "Apa yang bisa kulakukan?" Gumamnya malas. Menghela napas panjang, Keira kemudian bangkit, dan berjalan keluar dari kamar. Setidaknya dia ingin mencari angin segar dan menjernihkan pikiran yang berkecamuk. Langkahnya pelan menelusuri koridor, beberapa kali bertemu muka dengan pembantu yang dulu satu kamar dengannya, dan kebanyakan dari mereka menghindar. Saat berbelok di ujung koridor, bertepata
"Untungnya kalian tiba tepat waktu tadinya, jadi mereka berdua masih bisa selamat. Memang terkadang hal gila selalu terjadi sini." Amanda keluar dari ruangan, menghembuskan napas panjang. Keira yang sejak tadi duduk di bangku segera berdiri, entah kenapa dia malah tetap duduk di sana sepanjang waktu, padahal dia bisa saja pergi ke kamarnya. Pikirannya masih linglung, tangannya mengenggam erat liontin tersebut. Dia menatap Amanda agak lama, kemudian bersuara. "Mereka selamat?" "Tentu mereka selamat, ini bukan pertama kali aku menangani hal semacam ini. Dapat dikatakan mereka sudah kebal terhadap peluru?" Amanda mengusap keringatnya, bersandar di dinding. Terlihat jelas jika dia kelelahan setelah mengurus dua orang sekaligus. Skillnya tidak main-main, tetapi Keira menganggap itu tidak masuk akal. Bagaimana bisa seseorang melakukan operasi pengangkatan peluru terhadap dua orang sekaligus? Hal tersebut tidak sampai di otaknya, seperti hal mustahil. Tapi mungkin, Amanda sehebat itu, t
Saat berada di luar ruangan, penjahat itu berhenti, cengkaramannya semakin mengencang. Sebelah tangannya bergerak, menempelkan ujung pistol di pelipis Keira, mulai menekan pelatuk. Keira yang tidak bisa melawan, mulai memikirkan segala kejadian yang pernah terjadi dalam hidupnya. Lebih tepatnya mengenang kehidupan sebelum berakhir di tangan penjahat tersebut. Dalam hidupnya, Keira belum pernah mencapai sesuatu yang betul-betul diimpikan. Dia menjalani kehidupan dengan sangat datar, tanpa ambisi, dan cita-cita. Mungkin inilah hukuman untuk seseorang yang tidak pernah menikmati kehidupan dengan semestinya. "Terimalah kematianmu," bisik penjahat tersebut. "Eh?" Matanya membulat, terkejut. "Samuel?" "Huh?" Cengkraman pada lehernya mengendur, Keira menjadikan itu sebagai kesempatan untuk menjauh dan berbalik, memandangnya dengan keterkejutan yang masih sama. "Kau Samuel, kan?" "Huh?!""Tidak perlu berbohong, aku tahu itu kau," tangan Keira bergerak hendak menarik topeng, tapi pria
"Aku tidak mengira akan bertemu denganmu di sini, Keira. Kau menghilang setelah hari kelulusan, bahkan chatku saja tidak dibalas. Kau ke mana selama ini?"Mereka kini berada di ruangan tanpa pintu tempat penyimpanan barang cadangan. Keira berdiri di depan Evan, memandangnya. Mereka memang sudah lama tidak bertemu, oiya Evan merupakan teman kampus Keira, mereka dulunya satu jurusan dan sering berada di kelas yang sama. Evan adalah pria yang pernah Keira pikirkan sebagai pilihan untuk kabur. Ya, dia pria yang memliki kapal pesiar yang berlabuh mengelilingi dunia. Termasuk dari keluarga kaya raya di dunia. Dia pria tampan berambut pirang, yang baik hati dan sering menolongnya dahulu. Bahkan saat status Keira hanyalah mahasiswa yang mendapatkan bantuan dari sekolah dulunya. Alan sangat tidak ingin jika seseorang mengetahui siapa Keira sebenarnya, maka dari itu, sepanjang hidupnya Keira lebih banyak menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Di kampusnya dia dikenal sebagai gadis miskin ta
Nia memasuki ruangan Cullen dengan setengah hati, ada rasa gugup, takut, sekaligus kesal melihat bagaimana Keira dapat menghindari hukuman begitu mudah. Meski Nia tahu bahwa wanita itu bukan seorang pembantu sepertinya, tapi seharusnya diberi hukuman juga, kan? Keluarga Grant yang dia tahu adalah keluarga yang tidak segan menghukum seseorang yang melakukan keributan atau bertengkar di mansion. Namun di sinilah Nia sekarang, berdiri sembari menahan getaran di kaki, menunduk saat Cullen melayangkan tatapan membunuh ke arahnya. Tatapan Cullen saja sudah seperti hukuman. Nia merasa seolah tatapan itu menembus ke dalam jiwa dan merobeknya secara perlahan. Dia sangat tersiksa hingga menimbulkan sesak di dadanya. Hukuman apa yang akan Nia terima? Selama berada di mansion, dia sudah berapa kali dihukum dan dapat dibilang sudah terbiasa, maka dari itu, dia menenangkan diri dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja saat waktu berlalu nantinya. "Anda memanggil saya Tuan?" Pintu terbuk