Dalam Dekapan Musuh

Dalam Dekapan Musuh

last updateLast Updated : 2024-12-26
By:  Reyna H. Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
33Chapters
313views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ayahnya yang memiliki masa lalu buruk menyebabkan Keira terjebak dengan musuhnya. Saat keluarganya mengalami keruntuhan, musuh ayahnya yang telah menyimpan dendam mendalam selama bertahun-tahun muncul. Kehidupan Keira seketika berubah dari CEO perusahaan Hale menjadi pembantu di kediaman Grant. Perubahan yang sangat drastis membuatnya mengalami kesusahan dalam menyesuaikan diri. Lalu apa-apan juga dengan pekerjaan barunya sebagai pembantu? Ditambah lagi dengan para anak dari musuh ayahnya yang menyebalkan. Pria-pria itu selalu mampu membuatnya kesal dan tidak pernah membiarkannya bernapas lega. Terlebih saat dorongan hasrat dan gairah menambah ketegangan di antara mereka. Apakah Keira akan jatuh cinta kepada musuh ayahnya? Siapa di antara pria yang mampu meluluhkan hatinya? Apakah itu Cullen Grant yang sadis dan tidak sabaran? Jake Grant yang dingin dan selalu menatap tajam? Atau Samuel Grant yang kejam dan sangat mesum? Siapa dari ketiga musuh yang mampu membuat Keira jatuh hati dan melupakan dendamnya? Atau Keira malah akan berakhir dengan Paul Grant? Paman dari ketiga pria tersebut.

View More

Chapter 1

Awal Dari Segalanya

"Huh?"

Apa yang terjadi? Semuanya tampak seperti mimpi saat beberapa pria berbadan besar, mengenakan setelan hitam, mengelilingi mejanya. Keira mematung, terkejut, berusaha menekan perasaan bingung dan cemas, tetap bersikap tenang. Siapa mereka? Seharusnya ayahnya yang datang, memenuhi janji makan malam sejak beberapa hari yang lalu. Bukan malah mereka, yang membuat pikiran Keira dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan.

"Siapa kalian?" tanyanya dengan suara tegas.

"Kami datang untuk menjemput anda, Nona Hale," ujar salah satu dari mereka.

Tubuhnya menegang. Keira menatap waspada, tangannya mencengkram pinggiran meja dengan kuat. Apa sebenarnya inginkan?

Keira belum sempat mengatakan apa pun ketika tubuhnya ditarik begitu kasar, kursi yang dia duduki terjatuh, menciptakan bunyi debam. Lengannya sakit saat disentak begitu kuat yang membuatnya terhuyung berdiri.

Setidaknya dibutuhkan dua pria untuk memegang lengannya agar tidak bisa memberontak.

"Lepaskan aku! Lepaskan," meski begitu, Keira tetap melawan. Dia tidak ingin dibawa begitu saja.

"Diamlah. Kami hanya bertugas mengantar anda ke kediaman bos kami. Berhenti memberontak atau kami melukai anda," pria itu mengancam dari balik kacamata hitamnya.

Keduanya lalu menyeret Keira setelah melempar kode kepada delapan orang yang tersisa. Keira merasa marah, bingung, panik dalam satu waktu. Dia memberontak, menahan diri meski percuma saja karena kekuatan kedua pria itu lebih kuat dibandingkan dirinya.

"Kubilang lepaskan! Beraninya orang seperti kalian menyentuhku!" Keira berujar kesal menendang salah satu kaki mereka begitu kuat.

"Aduh!" Pria itu berdesis kecil, tendangannya tidak main-main.

Melihat itu sebagai kesempatan. Keira lalu menginjak kaki yang lainnya dengan heels tajamnya. Namun itu bukan kesempatan untuk kabur.

"Sialan perempuan ini! Apakah bos memberi perintah kalau kita tidak boleh menyakitinya?" tanya pria yang baru saja menerima injakan heels yang menyebabkan sepatu kulitnya sobek.

"Kurasa tidak," sahut temannya yang masih meringis kesakitan, "jika tidak ada perintah maka kita bisa menyakitinya karena terlalu banyak melawan."

Keira melotot mendengar percakapan mereka, memberontak terhadap cengkraman mereka di pergelangan tangannya yang semakin mengencang.

"Lepaskan aku bajingan!"

Satu ucapan menerima tamparan keras di wajahnya. Kepalanya tertoleh ke samping saking kerasnya pria itu memberikan tamparan. Keira tertegun. Tidak percaya bahwa pria rendahan seperti mereka mampu melayangkan tangan kepadanya. Dia adalah putri tunggal keluarga Hale yang terpandang. Meski sepertinya itu tidak berlaku lagi sekarang.

"Ikut dengan kami tanpa perlu melawan. Memberontak sekali lagi salah satu lenganmu akan patah."

Keira terdiam kaku diseret oleh mereka sekali lagi. Matanya mengerjap cepat membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya?

Situasi sial apa yang sedang menimpa dirinya?

"Siapa? Siapa bos kalian?" Keira bertanya kesal. Dahinya berkerut-kerut samar. Sama sekali tidak terima dengan penghinaan ini.

"Tidak perlu bertanya. Sebentar lagi kau akan bertemu dengannya."

Mereka mendorongnya masuk ke dalam mobil hitam ketika mereka keluar dari restoran. Keira tidak sempat memberontak karena saat tubuhnya terhuyung masuk ke dalam mobil, seseorang menutup mulutnya dari belakang dengan kain yang memiliki bau begitu menyengat.

Rasa pusing dan mual menyatu. Perlahan-lahan Keira kehilangan kesadaran, napasnya tertahan, dan matanya tertutup. Dia kemudian jatuh pingsan saat mobil melaju dalam kecepatan tinggi.

Entah berapa lama Keira tidak sadarkan diri. Waktu berlalu begitu cepat. Kesadarannya kembali. Napasnya perlahan teratur, kelopak matanya mengerjap-ngerjap kecil pada pencahayaan remang di dalam ruangan.

Kepalanya masih sedikit pusing dan Keira merasa ingin segera pulang ke rumahnya istirahat. Pulang? Dia tersentak. Kesadarannya perlahan pulih.

Menatap ruangan asing yang hanya menggunakan lampu kecil di tengah ruangan sebagai penerangan. Di mana ini? Matanya menatap sekeliling ruangan dengan waspada, kemudian pandangannya terjatuh kepada seseorang yang duduk tidak terlalu jauh darinya.

Kursi itu berputar menghadap ke arahnya. Seorang pria membalas tatapannya intens penuh perhitungan dan seolah menembus ke jiwa Keira yang tertegun secara tidak sadar. Dia kemudian mengamati fiturnya secara seksama. Sorot matanya tajam sangat sesuai dengan tekukan alis tebal pada dahi. Tidak bisa dipungkiri bahwa pria ini mempunyai wajah tampan dengan pesona maskulin yang kuat. Tulang pipi tinggi, rahang tegas, sangat sesuai dengan gaya rambut hitam yang disisir ke belakang rapi dengan beberapa helai terjatuh di dahinya.

Mengamatinya begitu lama Keira lalu tersentak. Mengerjap pelan saat pria asing itu bersuara.

"Keira Hale," suaranya menyeruak rendah begitu dalam, bibirnya menyunggikan senyum sinis, "akhirnya bisa melihatmu berlutut seperti ini."

Matanya membelalak. Keira belum sepenuhnya mengumpukan kesadaran untuk menyadari bahwa dirinya sedang berlutut. Kedua tangan di bawah ke belakang dan diborgol pada tiang setinggi 15 cm yang berada tepat di tengah ruangan. Dia sedikit menggoyangkan tangan membuat borgol berbenturan di tiang.

"Sialan siapa kau?" Dahinya berkerut, matanya memandang tajam.

Pria itu tertawa sinis seolah mengejeknya. "Mari kita mulai secara pelan-pelan. Kau pasti bingung dibawa seperti ini tanpa penjelasan. Ayah sialanmu pasti sama sekali tidak pernah menjelaskan kepadamu."

"Jangan pernah menyebut—"

"Aku tidak menyuruhmu berbicara. Tutup mulutmu selama aku menjelaskan semuanya," pria itu memotong cepat, ekspresinya serius seakan-akan ingin membunuhnya.

Keira otomatis terdiam.

"Aku Cullen Grant. Putra sulung dari keluarga yang ayahmu hancurkan dua puluh dua tahun yang lalu," pria itu berbicara santai sembari memberi perintah kepada bawahan yang muncul dari sisi ruangan yang gelap.

Bawahan itu membawa sebatang rokok, menyerahkan kepadanya, dan menyalakannya. Cullen menghisap rokok kuat-kuat lalu menghembuskan asap yang membumbung ke udara.

"Tentunya ayahmu tidak pernah menceritakannya, kan? Itu dosa masa lalunya yang tidak termaafkan. Pria sialan itu pasti berpikir telah menang tanpa menyadari bahwa pembalasan akan datang dan menghancurkan dirinya," matanya berkilat penuh kesenangan, "juga kehidupan putri kesayangannya."

Dahi Keira berkerut samar. Tidak suka mendengar suara yang terasa menggema di telinganya atau menerima tatapan yang seolah menusuk jiwanya.

"Lantas kenapa kau harus menyeretku juga ke dalam masalah yang tidak berhubungan denganku?"

"Kau bodoh atau bodoh sekali? Tentunya aku akan menghancurkan segala yang berhubungan dengan Alan sialan. Kau pun termasuk. Apalagi darah sialan itu mengalir di dalam tubuhmu."

"Itu tidak adil—"

"Sama tidak adilnya dengan kami," Cullen memotong ucapannya lagi, kali ini suaranya menyentak kasar.

Ah, ini membuat Keira pusing. Siapa juga yang akan menerima perlakuan menghina hanya karena dosa masa lalu sang ayah yang bahkan tidak dia ketahui. Ayahnya memang orang keras yang memiliki banyak musuh sepanjang hidupnya. Tetapi Keira tidak pernah mengira terkena imbas seperti ini. Kehidupannya juga tidak terlalu baik dulunya, ayahnya jarang bersikap baik kepadanya, dia pun menerima kekejaman dari sosoknya.

Keira menatap nyalang kepadanya, percaya dirinya sangat tinggi. Dia begitu percaya kepada ayahnya. "Kau bisa mendiskusikan mengenai dosa masa lalunya kepadanya, karena ayahku tidak akan diam begitu saja, dia sekarang pasti sedang mencariku."

Alis Cullen terangkat, tatapan matanya seolah merendakan.

"Ayahku akan datang menemuimu, dia tidak akan terima putrinya diperlakukan seperti ini. Aku adalah Keira Hale yang terpandang, orang sepertimu tidak akan bisa melakukan apa pun.

"Jaga ucapanmu! Kau tidak tahu apa pun," sinis Cullen, "seharusnya ayahmu takut sekarang, berharap dia tidak serangan jantung mendengar kabar tentangmu, dan Hale yang kau banggakan itu sebentar lagi hancur."

"Kau terlalu percaya diri," ujar Keira merendahkan.

"Memang," sentak Cullen keras, dia mendorong kursinya ke belakang dan berjalan lurus ke arahnya. Tubuhnya menjulang tinggi di depannya.

"Karena kenyataannya memang seperti itu," lanjutnya.

Kepala Keira mendongkak untuk memandangnya. Sungguh posisi yang yang sangat merendahkan. Matanya tak berhenti memandang tajam, dia kemudian mengalihkan pandangan.

Di tengah keheningan yang singkat, dering ponsel berbunyi nyaring. Keira terkejut, sangat mengenal dering tersebut.

"Bawa kemari," perintah Cullen.

Salah satu bawahan yang membawa tasnya, berjalan mendekat, di tangan terdapat ponsel yang Keira sangat kenal. Itu ponselnya.

"Siapa?"

"Ayahnya bos," ucap bawahan tersebut, "saya akan mematikannya–"

"Jangan," suara Cullen memotonh tegas, senyum sinis kembali menghiasi wajahnya, "angkat dan besarkan volumenya."

Mengikuti perintah, bawahan tersebut segera menekan tombol hijau, sambungan terhubung.

"Keira???"

Keira yang sejak tadi terdiam, tersenyum puas. Lihat, ayahnya pasti mencarinya. Dia baru ingin berteriak tetapi bawahan tersebut menjulurkan ponsel ke depan wajahnya.

"Ayah, ayah tolong!!" seru Keira.

"Keira, kau di mana?? cepat katakan."

"Aku diculik oleh seseorang yang mengaku sebagai musuh ayah, dia berasal dari keluarga yang bernama Grant."

"Apa??"

Suara ayahnya terdengar melengking.

"Tenang saja Keira, tenang. Jangan melawan, oke? Ayah pasti akan menyelamatkanmu bagaimana pun caranya."

Cullen kemudian menyentak ponsel tersebut, menyalakan loudspeaker.

"Sudahi sandiwaramu, Alan. Sampai kapan kau akan meyembunyikan rahasia busukmu?" Suara Cullen menyeruak sinis.

"Tunggu–"

"Sudah lama sekali, kan? Kau pikir kami akan melupakan kejadian itu? Kau sudah banyak menerima peringatan tapi mengabaikannya, sudah wakfunya kami bertindak."

"Tunggu, saya mohon..." Suara Alan terdengar parau, "Keira, Keira, tenang saja, ayah minta maaf telah melibatkanmu dengan ini. Tenang, kau pasti–"

"Tenang saja, aku pastikan dia akan merasakan sengsara, tidak perlu berusaha mengatakan lelucon bodoh. Kau tidak bisa melakukan apa pun lagi."

"Kumohon jangan menyakiti putriku. Keira, maaf, maafkan ayah, tolong maafkan ayah–"

Merasa muak mendengar suara Alan, Cullen mematikan ponsel. Sambungan terputus, dia kemudian melepar ponsel tersebut ke lantai hingga hancur berlebur.

Layarnya pecah total, yang tidak bisa diperbaiki lagi. Mata Keira melotot menatap nanar ponselnya. Dia sejak tadi terdiam, menyimak percakapan antara Cullen dan ayahnya, yang semakin membuatnya tidak mengerti.

Ayahnya yang kejam dan tidak berperasaan, terdengar begitu ketakutan. Suaranya yang besar, penuh wibawa, mencicit, bergetar seolah menghadapi malaikat kematian.

Dan permintaan maaf ayahnya, sungguh semakin membuat Keira tidak mengerti mengenai, dosa, dendam, dan pembalasan.

Cullen kemudian tersenyum puas, memandangnya. "Kau sudah dengar kan, betapa takutnya ayahmu mengenai dosa masa lalunya, dan bagaimana putri satu-satunya akan menjadi penebus dosanya."

Keira terus menatap tajam, sama sekali tidak terima, dan semakin tidak terima saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut Cullen selanjutnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
33 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status