Share

3. Diusir Mama

“Bagaimana kau bisa?” Suara sang Ibu menggantung di udara dan tak selesai. “Bagaimana kau bisa melakukan ini kepadaku? Teganya dirimu, Niken!”

Sang Ibu berdiri dari kursi. Dia meletakkan satu tangan di pinggang dan tangan lainnya pada kening yang terasa berdenyut.

“Mom,” bisik Niken dengan ketakutan.

Dia melihat ibunya mondar-mandir di depan meja makan tanpa bisa Niken hentikan. “Ini hanya sebuah kecelakaan. Kami tak sengaja melakukannya. Ini hanya sebuah kesalahan.”

Alasan yang dilontarkan Niken seketika membuat ibunya terhenti. Dia berbalik pada Niken dengan sepasang mata terbuka lebar penuh dengan kemarahan.

“Ini bukan kecelakaan! Ini memang kesalahan, ya, kesalahanku karena terlalu percaya dan membebaskanmu. Tapi, ini juga kesalahanmu karena kau tak pernah mendengarkan kata-kataku! Hah, dasar anak brengsek! Untuk apa aku membesarkan dan melahirkanmu dengan susah payah? Untuk apa aku mempertahankan kehidupanmu hingga harus bekerja membanting tulang sekeras ini? Dan sekarang kau menghianatiku? Kau telah menghianatiku!” teriak ibunya dengan histeris.

“Mom,” Niken memohon. Dia tidak percaya ibunya akan begitu marah. Niken yakin ibunya sangat mencintai dan menyayanginya. Ibunya pasti bisa menerimanya meski hanya sedikit.

“Keluar dari rumahku!” teriak sang Ibu tanpa menoleh ke arah Niken.

“Mom, kenapa kau lakukan ini padaku? Aku tahu kau marah tapi tidak harus seperti ini.”

“Aku katakan padamu keluar dari rumahku, Bajingan Cilik!” teriak sang Ibu. “Aku tak ingin melihatmu di sini! Aku tak ingin menyia-nyiakan waktu dan tenagaku lagi untuk menghidupimu jika akhirnya kau hanya mengkhianati usahaku.”

“Mom....” Niken tak bisa berkata-kata lagi selain memohon dan merengek pada ibunya.

“Kupikir aku sudah cukup bodoh karena terpikat dengan seorang pemuda sampai hamil dan menikah dengannya. Aku pikir bisa hidup bahagia dengan kehidupan kami berdua, meski orang tuaku menentang. Pada akhirnya, orang tuaku selalu benar. Pria itu—ayahmu—tiba-tiba dia mengaku telah menemukan pasangan yang telah ditakdirkan untuknya dan meninggalkan kita begitu saja. Dasar pria bajingan! Aku bertaruhkan seluruh waktu dan hidupku padamu dan kini kau juga menghianatiku, Niken? Kau tak pernah mendengarkan aku. Pergi dari rumahku sekarang juga keparat!”

Niken terlonjak kaget mendengar teriakan dan kemarahan ibunya. Seumur hidup, Niken tak pernah tahu jika ayahnya pergi meninggalkan mereka hingga membuat sang ibu menggila seperti ini. Niken menggigil dan tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah.

“Aku akan pergi,” ujar Niken.

Dia berjalan menuju ke kamarnya. “Mungkin pergi untuk beberapa hari akan membuat emosi ibu mereda. Itu lebih baik daripada kami terus bertengkar seperti ini,” pikir Niken.

“Mau ke mana kau?” teriak sang Ibu.

Niken terhenti dan berpikir bahwa mungkin ibunya menyesal telah mengusirnya lalu berubah pikiran. Dengan wajah sedikit lega, Niken menoleh pada ibunya. “Aku hanya ingin ke kamar.”

“Pintu keluar ada di sebelah sini!” ujar sang ibu dengan tegas. Tangannya menunjuk pintu depan.

Kaki Niken semakin lemas. Sang Ibu berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan lebar. Angin dingin musim gugur berembus dari luar tepat menerpa wajah Niken dan ibunya.

“Mom benar-benar memintaku untuk pergi?”

“Kau tidak mendengar kata-kataku, bajingan? Pergi sekarang juga atau kau kutendang dengan kakiku sendiri!” teriak sang ibu. “Dan jangan pernah mencoba menyentuh satu pun barang-barang di rumah ini. Semuanya aku dapatkan dengan hasil kerja kerasku. Pikirkan sendiri tentang hidupmu karena kau tidak pernah mendengarkanku. Kau bukan lagi bagian dari hidupku. Pergi!” teriak sang ibu.

Niken berjalan menuju pintu dan berhenti tepat di tengah-tengahnya. Dia menoleh pada sang ibu dengan muka memelas dan berharap sang Ibu memiliki belas kasihan untuknya.

“Saat aku hamil dengan ayahmu, orang tuaku juga mengusirku. Sekarang, kenapa aku tak bisa melakukan hal yang sama padamu? Pergilah dan cari pria yang telah menghamilimu. Suruh dia bertanggung jawab dan besarkan anakmu sendiri dengannya. Karena aku sudah cukup lelah harus bertanggung jawab dengan hidupku sendiri. Sekarang aku tidak ingin ditambah dengan masalahmu.”

Niken tak kunjung beranjak dari ambang pintu. Sang Ibu terlihat kesal dan mendorong punggung Niken hingga dia terjungkal ke teras.

Brak!

Pintu membanting tertutup. Niken tersungkur di teras dengan air mata yang berderai. Dia tak membawa apa-apa. Dia hanya mengenakan celana panjang dan sweater tipis untuk melindunginya dari dingin malam itu. Dia benar-benar terusir dari rumah dan tak memiliki apa-apa, juga tak memiliki tempat untuk dituju.

Malam itu begitu dingin. Niken tak memiliki tempat untuk dituju. Dia bahkan Tak memiliki ponselnya saat ini. Gadis itu berjalan dengan sepatu ketsnya menuju ke salah satu telepon umum di pinggir jalan.

Niken merogoh-rogoh kantung celananya jika ada uang yang tersisa di sana. Dia tak mendapatkan apa pun. Di kotak telepon umum yang baru saja ditinggalkan oleh seseorang, Niken melihat beberapa koin yang terjatuh. Dia memungutinya dengan cepat.

Perut gadis itu perih. Dia bahkan belum makan malam saat ibunya mengusir. Niken tidak ingat nomor kontak teman-temannya. Hanya ada satu sahabat dekatnya yang bisa Niken hubungi. Setidaknya dia ingin numpang untuk malam ini saja sebelum memikirkan langkah selanjutnya.

Dengan uang koin yang Niken temukan, dia mencoba menghubungi Katty.

Katty mengangkat ponselnya cukup lama karena mungkin sedikit khawatir karena Niken menghubunginya melalui telepon umum.

“Ya, halo?” ucap Katty.

Niken terdiam cukup lama. Dia tidak tahu harus mengatakannya mulai dari mana.

“Halo? Siapa ini? Kalau kau hanya ingin bermain-main, aku akan matikan teleponnya!” ujar Katy dengan malas.

Niken tak punya koin lagi untuk menghubungi orang lain. Dia pun menjawab dengan cepat. “Ini aku!” ujar Niken.

Begitu mengenali suara Niken, Katty langsung terdiam. Ada Jeda panjang yang kosong dalam sambungan telepon mereka.

“Katty, kau masih di sana?”

“Yah, aku mendengarkanmu. Niken, kau terdengar kacau. Apa kau ada masalah?” tanya Katty.

Niken tidak menceritakan kondisi sebenarnya bahwa dia sedang ada masalah dan diusir dari rumah.

“Apa kau sedang sibuk, Katty? Aku sedang bosan di rumah. Bisakah aku menginap di tempatmu malam ini dan besok? Sudah lama kita tidak berbincang dan menginap bersama,” ujar Niken dengan nada seceria mungkin.

Terdengar suara Katty yang mendesah dari seberang telepon. “Apa ibumu marah? Kau diusir dari rumah?”

Niken terkejut. “Bagaimana kou bisa tahu?”

“Yah, siapa yang tidak tahu? Seluruh percakapan Discord sekolah kita membicarakan tentang kehamilanmu. Salah satu sumber mengatakan bahwa kau berkeliling dengan seluruh anak laki-laki di sekolah kita. Siapa yang tahu siswa mana yang menjadi ayah dari janinmu?” ujar Katty dengan nada menyindir.

Wajah Niken memerah. “Bagaimana kabar itu bisa beredar di sekolah?” pikir Niken.

Pikiran Niken bekerja cepat dan langsung tertuju kepada Andrew. Karena hanya Niken dan Andrew yang tahu tentang kondisi kehamilannya. Diam-diam Niken menggenggam kabel telepon dengan sangat kuat sampai jari-jarinya memutih.

“Bagaimana bisa kau percaya dengan gosip murahan itu, Katty? Kau adalah sahabatku, kan? Kau tahu bahwa hanya dengan Andrew aku berhubungan intim selama ini. Jelas ini adalah anak Andrew tapi dia tak mengakuinya.”

“Dasar kau pelacur!” umpat Katty.

Niken terkejut karena kata-kata kasar itu meluncur dari mulut sahabatnya. “Apa maksudmu Katty?”

“Apa kau tidak sadar? Sudah lama Andrew tidak menginginkanmu. Bukankah dia sudah mengatakan ingin putus darimu? Kami sudah berpacaran sejak dua bulan yang lalu. Pada malam kejutan di hotel, aku yang berhubungan seks dengannya saat kau entah berada di mana setelah kucekoki obat tidur dalam kaleng sodamu. Sebaiknya kau jangan mengganggu Andrew lagi. Dia milikku saat ini!”

Sakit hati Niken semakin menjadi-jadi. Dia banting telepon umum itu kembali ke gagangnya dan duduk bersandar di dalam bilik telepon. Tubuh Niken menggigil hebat. Air mata benar-benar membasahi wajahnya.

“Malam itu... aku masuk ke kamar hotel dan melakukan hubungan seks dengan siapa?” pikiran Niken semakin kacau. “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku hamil, diusir oleh orang tuaku, dan sekarang aku dikenal sebagai pelacur di seluruh sekolah bahkan mungkin kota ini. Apa yang harus aku lakukan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status