Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃
Kedua pangeran bermabut merah menoleh bersamaan pada pria berambut cokelat lurus yang menjuntai hingga ke dada. Bagian atas rambut pria itu diikat ke belakang dan membiarkan terurai bagian yang lain. Namanya Ega, tampilan pria itu rapi dan mempunyai wajah tampan. Siapa sangka pria berusia empat puluh tahunan itu masih bujangan. "Paman..." ucap Rifian dan Mayran nyaris bersamaan kemudian memberikan hormat kepada penasehat kerajaan. "Tempat seperti ini bukanlah tempat bagi pria terhormat seperti kalian. Biarkan penjaga penjara yang melakukan itu." Ega memperingatkan. "Aku hanya tidak sabar. Pria gila ini terus berucap omong kosong!"Ega menghela napas lelah. Raut wajah pria itu juga terlihat buruk jika mengingat bagaimana dia harus meredakan amarah raja untuk tidak memenggal satu-satunya putri kerajaan Crysozh. "Lupakan soal dia! Ada masalah serius yang harus kita bicarakan dengan raja." Melihat raut wajah Ega yang buruk, Rifian dan Myran segera menurut untuk menghadap raja. Dan be
Sekembalinya dari Crysozh, Dafandra segera menghadap Raja dan Ratu Kosmimazh. Ada berita besar yang akan dia sampaikan. Apalagi kalau bukan soal pernikahannya dengan Alisya yang dipercepat. "Apa kamu yakin, Putraku?" tanya raja dengan dua alis melompat bersamaan. Raut wajah pria tua berambut pirang berubah cerah seketika. "Ya, Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi." Dafandra menjawab dengan tanpa ekspresi. Dia tahu ayahnya sangat bernafsu untuk menjalin kerja sama lebih erat dengan kerajaan Crysozh. Meskipun putri Crysozh wanita berskandal asalkan salah putranya tidak mempermasalahkan itu dia akan menyetujui dengan senang hati. Sebaliknya, wajah pangeran berambut cokelat yang duduk di kursi tandu tampak muram. Meskipun secara kasat mata Alisya telah mengkhianatinya, dan Raja Nandri telah memutuskan secara sepihak pertunagan mereka, hati Fasya masih tidak rela melepaskan Alisya. Bagi Fasya, Alisya adalah harta dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat di tengah kebenci
Di meja belajar, Alisya membongkar surat-surat dari pangeran mahkota Kosmimazh yang masih dia simpan. Dengan berlinang air mata dia membaca ulang setiap lembaran yang berisi tulisan tangan mantan tunangannya. Kepada Alisya Terima kasih atas hadiah yang kamu kirim. Aku sangat menyukainya. Kata Kim, cincin giok itu sangat cocok denganku. Oh ya, sebentar lagi usiamu dua puluh tahun. Itu artinya sesuai dengan perjanjian yang dibuat dua kerajaan, kita akan segera menikah. Apakah kamu sudah siap? Meskipun dalam hatiku menggebu dan mendambamu seperti orang mabuk cinta, aku akan tetap bersabar jika kamu tidak ingin terburu-buru menuju ke pernikahan. Tolong balas suratku. Fasya Kesal dan putus asa, Alisya menggebrak meja belajar. Kemudian menelungkup kan wajah ke meja sambil kembali terisak. 'Hubungan kita baik-baik saja kan? Bahkan sebelum ulang tahunku dia masih mengirimkan surat!' Dalam setiap surat yang Fasya kirm, tidak ada tanda-tanda hubungan mereka berdua yang kacau. Semuanya t
"Tapi aku tidak berbohong, Alisya." Entah bagaimana lagi Myran harus mengucapkan fakta itu. Dia masih ingat Alisya duduk di sebuah kursi sedangkan Fayvel dengan jarak yang begitu dekat membungkukkan tubuh jangkungnya menuju wajah sang putri. Siapa pun yang menyaksikan kejadian itu pasti akan berpikir mereka berciuman. Anehnya saat itu Myran hanya menganggap sikap Alisya lantaran rindu dengan tunangannya. Myran benar-benar meremas kepala saat itu juga karena jengkel dengan dirinya sendiri. "Jadi menurutmu aku ini wanita murahan?" tanya Alisya. Kobara api tampak menyala di mata hijau Alisya yang seolah-olah si jago merah yang mengamuk melahap rerumputan. "Bukan begitu maksudku... tapi..." Tiba-tiba kumpulan kosakata di kepala Mayran menguap. Menghadapi kemarahan Alisya pangeran kedua Crysozh tidak mampu berkata-kata. Alisya duduk bersimpuh di lantai. Dia kembali menangis tersedu-sedu. "Fasya pangeranku. Kamu harus tahu akau tidak berhianat! Aku tidak pernah menghianatmimu!" My
"Terima kasih Myran. Aku sangat berharap akan pertolonganmu dan juga Rifian." Kedua sudut bibir Alisya tertarik simetris. Senyuman itu tampak palsu dan tiak alami. Tapi bagi Myran itu lebih baik dari pada Alisya terus menangis. "Tentu. Aku dan kakak akan selalu membantumu." Tangan Myran menepuk-nepuk punggung tangan Alisya. Sesaat kemudian Alisya bangkit dan berjalan ke cermin untuk merapikan penampilannya yang kacau karena menangis. Di hadapan cermin dia menyisir rambut, mengelap keringat dan air mata yang masih tersisa. Beberapa kali dia menarik bibir agar bisa tersenyum dengan baik di hadapan ratu. Akan tetapi, tiba-tiba ucapan Myran tentang perbuatannya di balik kanvas mengganggu pikiran. Secara bergantian wajah Fasya dan Dafandra muncur di kepala seperti kelap-kelip bintang. Alisya menguatkan diri lagi bahwa dirinya tidak serendah itu untuk menghianati pertunagan tanpa sebab. "Mayran..." ucapan Alisya dari depan cermin. "Iya." "Apakah Rifian tahu tentang ciuman itu?" tanya
Arak-arakan kereta kuda menuju ke pelabuhan Hanlamzh membelah jalanan di kota-kota Crysozh. Orang-orang menatap antusias rombongan kerajaan yang akan melakukan perjalanan ke Kosmimazh untuk pernikahan politik putri mereka. Di dalam kereta kuda, Alisya duduk bersebelahan dengan Myran sedangkan Rifian duduk di hadapannya. Suasana pernikahan yang harusnya penuh sukacita menjadi begitu canggung dan membosankan. "Apakah kita akan sampai di pelabuhan?" tanya Myran memecah keheningan. Rifian mengok ke luar jendela. Pantatnya memang terasa panas karena tiga gari duduk di dalam kereta. "Aku rasa tidak lama lagi," jawab Rifian. Menengok calon mempelai wanita yang terlihat murung, Rifian menjadi semakin khawatir. Semakin dekat ke pelabuhan semakin dekat waktu Alisya menuju ke pernikahan. Putri itu tidak antusias sama sekali. "Alisya, apa kamu ingin makan atau minum?" tanya Rifian penuh perhatian. "Tidak, Terima kasih. Aku masih kenyang." Suasana di dalam kereta kembali sunyi sampai akhirn
'Akhirnya hari ini datang juga.' Pesta pernikahan paling megah digelar untuk pernikahan Pangeran Dafandra dan Putri Alisya dari Crysozh. Ribuan bendera berwarna biru dengan gambar tanduk rusa jantan dan bunga-bunga dengan aneka warna menghiasi setiap sudut istana. Dipimpin sebuah rombongan gadis yang berbaris sambil menari-nari, Alisya dengan gaun merah maroon berjalan menyeberangi jembatan yang membentang di tengah kolam menuju ke aula kerajan. Tidak henti-hentinya mata para tamu tertuju pada wanita berambut merah yang digelung berhiaskan mahkota kupu-kupu. Mungkin mereka kagum, iri, atau benci. Sudah bukan rahasia, hari ini dianggap sebagai hari patah hati gadis-gadis Kosmimazh karena salah satu pria terbaik di negeri para seniman memutuskan menikah. Setelah menyebrangi kolam, Alisya melewati orang-orang yang berjajar di halaman istana, kemudian masuk ke aula kerajan. Di dalam aula, seorang pangeran dengan stelan baju merah maroon yang belum lama ini resmi menjadi suami Alis
Dalam keramaian acara pernikahan Alisya dan Dafandra, Putra Mahkota Fasya duduk di salah satu sisi aula dikelilingi para pengawal. Dari kejauhan dia memandang Alisya yang tengah mengapit lengan adik tirinya. Meski Fasya tahu senyuman itu hanya pura-pura, hatinya tetap tidak tenang. Bagaimanapun mereka telah menikah. "Setelah Yang Mulia menjadi raja, akankah Yang Mulia mempunyai banyak selir?" Terlintas dalam ingatan Fasya, saat gadis di pelaminan memberikan pertanyaan kepadanya. "Kamu ingin jawabanku sebagai raja atau Fasya?" jawab Fasya balik bertanya. "Yang Mulia adalah raja di masa depan. Yang Mulia tidak bisa memisahkan antara diri Yang Mulia dengan identitas sebagai raja." kata Alisya dengan senyuman yang sulit dijelaskan. "Benar-benar jawaban seorang putri raja," sanjung Fasya. "Kalau begitu, sebaiknya kamu jangan bertanya," lanjut Fasya diiringi tawa kecilnya. Tidak ada wanita yang ingin berbagi suami dengan wanita lain. Begitu juga Alisya. Meskipun Dafandra bukan calon ra