Share

Bab 4

"Abang Kai! "

Kaisar menoleh ke sumber suara. Ia melihat Kara tengah tersenyum lebar dan berjalan ke arahnya. Kaisar terkejut, masih tak percaya dengan ucapan Kara.

"Ya, nona? "

"Nanti ikut aku ke suatu tempat, mau ya?"ajak Kara.

"Kemana?"tanya Kaisar.

"Ada deh. Nanti juga tahu, " ucap Kara.

Kaisar tidak langsung mengiyakan permintaan gadis itu.

"Tuan Anton tidak mengijinkan Nona pergi keluar rumah, "ucap Kaisar tegas. Kara menghela nafas kasar.

"Nanti aku bujuk papah, "ucap Kara.

"Tidak bisa. Tetap di rumah, ini demi keselamatan Nona, " ucap Kaisar tegas. Ia sebisa mungkin bekerja secara profesional. Anton pernah mengatakan padanya bahwa sebisa mungkin untuk memastikan Kara untuk tetap di dalam rumah. Walaupun sudah punya bodyguard yang bisa menjaga Kara, Anton tetap tidak mengijinkan gadis itu pergi dari rumah.

Hanya tadi pagi Kara keluar rumah untuk jogging. Itu pun tanpa persetujuan dari Anton. Karena Kara tahu jika ia meminta ijin, Anton tidak akan memperbolehkannya.

Kaisar menyetujui ajakan gadis itu untuk jogging karena ia berpikir tak akan masalah jika sesekali keluar dari rumah. Lagipula ini masih di area sekitar rumah, tidak ada yang akan berbuat macam-macam pada mereka.

"Cuma sekali ini aja kok, nanti aku yang bujuk papah, " Kara masih tidak menyerah. Kaisar menggeleng tegas.

"Tidak. Ini perintah dari tuan, "

Wajah Kara berubah menjadi murung. Bibirnya cemberut. Persis seperti anak kecil yang mengambek.

"Masuk ke dalam, Nona."ucap Kaisar.

"Ish!"

Kara berbalik badan. Ia masuk ke dalam rumah sambil menghentak-hentakkan kakinya. Kaisar menatap Kara dengan tatapan datar. Ia tidak peduli gadis itu akan kesal atau marah padanya, Ia hanya menjalankan tugasnya.

***

"Boleh ya Pah? Sekali aja, "

Anton menggeleng. Ia tidak setuju dengan gadis itu. Sedari tadi Kara terus - terusan membujuknya agar mengizinkan untuk pergi keluar. Seperti sekarang Kara memegang tangan Anton dan masih membujuknya.

"Papah bilang enggak, Kara. "ucap Anton.

Kara mengerucutkan bibirnya. Ia melepaskan pegangannya pada tangan Anton. Lelaki itu lalu berjalan menuju ruang makan untuk sarapan. Kara masih mengekorinya di belakang.

Tak kehabisan ide, Kara lalu mengambilkan nasi goreng untuk Anton. Lalu menuju dapur untuk membuat kopi. Di dapur sudah ada pembantu yang siap membuatkan tapi langsung diambil alih oleh Kara. Gadis itu ingin membuatkan kopi khusus untuk ayahnya.

Secangkir kopi disuguhkan di depan Anton.

Lelaki itu bingung dengan perubahan sifat Kara.

"Tumben, " ucap Anton lalu menyeruput kopi.

Kara hanya tersenyum. Lalu duduk di kursi depan Anton. "Boleh ya Pah? " bujuk Kara.

Anton meletakkan cangkir kopi.

"Jadi ini alasannya kamu buatin papah kopi? "

Mulut Kara terbuka memperlihatkan deretan gigi. "Ya itu salah satu alasannya, "ucap Kara.

Anton melihat arloji di pergelangan tangannya, sudah waktunya untuk pergi bekerja. Anton bangkit lalu menyambar jas hitamnya. Sebelum pergi ia memegang kedua bahu Kara.

"Tetap di rumah. Jadi anak yang patuh, sayang, " ucap Anton sambil menatap mata Kara.

Anton mengusap puncak kepala Kara lalu pergi. Kara menatap kepergian Anton sambil menghela nafas kasar. Usahanya gagal, susah untuk membujuk lelaki itu. Semua kemauan gadis itu pasti dikabulkan oleh Anton, kecuali pergi keluar rumah apalagi jika hari sudah pagi.

Bagi Anton, membiarkan Kara keluar rumah sama saja membiarkan gadis itu masuk ke kandang harimau. Banyak kejahatan di luar sana yang bisa mengancam keselamatan Kara. Anton sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga gadis itu sebaik mungkin. Ia tidak ingin kehilangan Kara, sudah cukup istri dan anak pertamanya yang pergi, Kara jangan.

***

Kaisar duduk di teras rumah. Tidak ada kegiatan yang ia lakukan karena Kara ada di dalam rumah. Kaisar sempat heran kenapa Anton mencari bodyguard untuk menjaga Kara, padahal keluar rumah saja gadis itu tidak di perbolehkan. Jadi Kaisar hanya mengawasi gadis itu di dalam rumah tapi gajinya besar. Ini pekerjaan yang Kaisar inginkan.

"Abang Kai, "

Tiba-tiba Kara muncul. Gadis itu terlihat cantik memakai dress lengan pendek selutut berwarna putih. Rambut panjangnya dibiarkan terurai.

"Ya? " ucap Kaisar lalu berdiri dan mendekati gadis itu.

"Kara gak dibolehin keluar sama papah, " lanjut Kara. "Jadi sebagai gantinya kita main bareng ya?"

Kaisar tahu, dipikiran Kara pasti hanya bermain saja. Sebenarnya Kaisar tidak suka bermain apalagi permainan anak kecil. Ia menyanggupi permintaan Kara walau terpaksa.

Melihat Kaisar mengangguk menuruti permintaannya, Kara tersenyum senang.

"Kara udah dari lama pengen main ini tapi gak ada temennya. Sekarang kan ada bang Kaisar jadi bisa main ini, "ucap Kara.

Kaisar tidak tahu apa permainan yang gadis itu maksud. Mungkin bermain monopoli, uno atau bahkan mungkin bermain boneka. Jika yang di maksud Kara adalah opsi terakhir, hilang sudah harga diri Kaisar.

"Nona ingin bermain apa? "tanya Kaisar.

"Truth or dare,"

Kaisar lega, setidaknya permainan yang ini tidak terlihat seperti permainan anak kecil. Untunglah bukan permainan khas perempuan yang ingin Kara mainkan sekarang.

"Di halaman belakang aja yang teduh, " ujar Kara. Kaisar mengangguk patuh.

Halaman belakang memang tempat yang bagus untuk bersantai. Halamannya cukup luas dengan tanah berumput, kursi untuk duduk serta keberadaan 2 pohon yang rindang.

Kara dan Kaisar duduk di kursi menghadap ke arah kolam renang. Mereka duduk berhadapan dengan sebuah meja membatasi mereka.

"Gak usah pakai botol ya. Nanti gantian aja, "ucap Kara. Kaisar menyetujuinya.

"Mulai dari aku, truth or dare?" tanya Kara.

Tanpa berpikir panjang Kaisar menjawab "Truth. "

Kara berpikir sejenak. Ia sedang memikirkan pertanyaan apa yang akan dia tanyakan pada lelaki itu.

"Siapa orang yang Kaisar suka? "tanya Kaisar.

Lelaki itu terdiam. Ia tak mau orang lain tahu bahwa dia punya pacar yaitu Grita. Kaisar tidak suka kehidupannya terekspos termasuk hubungan percintaannya.

"Tidak ada, "ucap Kaisar datar.

"Beneran gak ad-"

Ucapan Kara terputus karena tiba-tiba ponsel Kaisar berbunyi. Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana. Setelah melihat nama yang tertera di sana Kaisar lalu mematikan ponselnya.

"Kenapa kok gak diangkat? "tanya Kara.

"Dilarang menjawab telepon saat bekerja." Kara mengangguk paham.

Sebenarnya panggilan telepon itu dari Grita. Entah apa maksud gadis itu menelponnya disaat jam kerja nya seperti ini. Apa Grita juga tidak bekerja? Yang pasti Kaisar tidak akan menjawab teleponnya.

"Masih pertanyaan yang tadi. Kamu beneran gak lagi suka sama siapapun? Kenapa?" Kara masih mempertanyakan hal yang sama. Kaisar juga agak heran kenapa gadis itu sangat ingin tahu kisah percintaannya.

"Saya tidak punya waktu untuk hal-hal seperti itu, "ucap Kaisar datar, "Cinta bukan prioritas saya saat ini. "

Kaisar bohong. Yang diucapkan berbanding terbalik dengan hatinya. Jauh di lubuk hati nya, Kaisar mengucapkan beribu maaf untuk Grita.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status