Share

Bab 4

Author: skybby
last update Huling Na-update: 2023-12-06 18:40:05

"Abang Kai! "

Kaisar menoleh ke sumber suara. Ia melihat Kara tengah tersenyum lebar dan berjalan ke arahnya. Kaisar terkejut, masih tak percaya dengan ucapan Kara.

"Ya, nona? "

"Nanti ikut aku ke suatu tempat, mau ya?"ajak Kara.

"Kemana?"tanya Kaisar.

"Ada deh. Nanti juga tahu, " ucap Kara.

Kaisar tidak langsung mengiyakan permintaan gadis itu.

"Tuan Anton tidak mengijinkan Nona pergi keluar rumah, "ucap Kaisar tegas. Kara menghela nafas kasar.

"Nanti aku bujuk papah, "ucap Kara.

"Tidak bisa. Tetap di rumah, ini demi keselamatan Nona, " ucap Kaisar tegas. Ia sebisa mungkin bekerja secara profesional. Anton pernah mengatakan padanya bahwa sebisa mungkin untuk memastikan Kara untuk tetap di dalam rumah. Walaupun sudah punya bodyguard yang bisa menjaga Kara, Anton tetap tidak mengijinkan gadis itu pergi dari rumah.

Hanya tadi pagi Kara keluar rumah untuk jogging. Itu pun tanpa persetujuan dari Anton. Karena Kara tahu jika ia meminta ijin, Anton tidak akan memperbolehkannya.

Kaisar menyetujui ajakan gadis itu untuk jogging karena ia berpikir tak akan masalah jika sesekali keluar dari rumah. Lagipula ini masih di area sekitar rumah, tidak ada yang akan berbuat macam-macam pada mereka.

"Cuma sekali ini aja kok, nanti aku yang bujuk papah, " Kara masih tidak menyerah. Kaisar menggeleng tegas.

"Tidak. Ini perintah dari tuan, "

Wajah Kara berubah menjadi murung. Bibirnya cemberut. Persis seperti anak kecil yang mengambek.

"Masuk ke dalam, Nona."ucap Kaisar.

"Ish!"

Kara berbalik badan. Ia masuk ke dalam rumah sambil menghentak-hentakkan kakinya. Kaisar menatap Kara dengan tatapan datar. Ia tidak peduli gadis itu akan kesal atau marah padanya, Ia hanya menjalankan tugasnya.

***

"Boleh ya Pah? Sekali aja, "

Anton menggeleng. Ia tidak setuju dengan gadis itu. Sedari tadi Kara terus - terusan membujuknya agar mengizinkan untuk pergi keluar. Seperti sekarang Kara memegang tangan Anton dan masih membujuknya.

"Papah bilang enggak, Kara. "ucap Anton.

Kara mengerucutkan bibirnya. Ia melepaskan pegangannya pada tangan Anton. Lelaki itu lalu berjalan menuju ruang makan untuk sarapan. Kara masih mengekorinya di belakang.

Tak kehabisan ide, Kara lalu mengambilkan nasi goreng untuk Anton. Lalu menuju dapur untuk membuat kopi. Di dapur sudah ada pembantu yang siap membuatkan tapi langsung diambil alih oleh Kara. Gadis itu ingin membuatkan kopi khusus untuk ayahnya.

Secangkir kopi disuguhkan di depan Anton.

Lelaki itu bingung dengan perubahan sifat Kara.

"Tumben, " ucap Anton lalu menyeruput kopi.

Kara hanya tersenyum. Lalu duduk di kursi depan Anton. "Boleh ya Pah? " bujuk Kara.

Anton meletakkan cangkir kopi.

"Jadi ini alasannya kamu buatin papah kopi? "

Mulut Kara terbuka memperlihatkan deretan gigi. "Ya itu salah satu alasannya, "ucap Kara.

Anton melihat arloji di pergelangan tangannya, sudah waktunya untuk pergi bekerja. Anton bangkit lalu menyambar jas hitamnya. Sebelum pergi ia memegang kedua bahu Kara.

"Tetap di rumah. Jadi anak yang patuh, sayang, " ucap Anton sambil menatap mata Kara.

Anton mengusap puncak kepala Kara lalu pergi. Kara menatap kepergian Anton sambil menghela nafas kasar. Usahanya gagal, susah untuk membujuk lelaki itu. Semua kemauan gadis itu pasti dikabulkan oleh Anton, kecuali pergi keluar rumah apalagi jika hari sudah pagi.

Bagi Anton, membiarkan Kara keluar rumah sama saja membiarkan gadis itu masuk ke kandang harimau. Banyak kejahatan di luar sana yang bisa mengancam keselamatan Kara. Anton sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga gadis itu sebaik mungkin. Ia tidak ingin kehilangan Kara, sudah cukup istri dan anak pertamanya yang pergi, Kara jangan.

***

Kaisar duduk di teras rumah. Tidak ada kegiatan yang ia lakukan karena Kara ada di dalam rumah. Kaisar sempat heran kenapa Anton mencari bodyguard untuk menjaga Kara, padahal keluar rumah saja gadis itu tidak di perbolehkan. Jadi Kaisar hanya mengawasi gadis itu di dalam rumah tapi gajinya besar. Ini pekerjaan yang Kaisar inginkan.

"Abang Kai, "

Tiba-tiba Kara muncul. Gadis itu terlihat cantik memakai dress lengan pendek selutut berwarna putih. Rambut panjangnya dibiarkan terurai.

"Ya? " ucap Kaisar lalu berdiri dan mendekati gadis itu.

"Kara gak dibolehin keluar sama papah, " lanjut Kara. "Jadi sebagai gantinya kita main bareng ya?"

Kaisar tahu, dipikiran Kara pasti hanya bermain saja. Sebenarnya Kaisar tidak suka bermain apalagi permainan anak kecil. Ia menyanggupi permintaan Kara walau terpaksa.

Melihat Kaisar mengangguk menuruti permintaannya, Kara tersenyum senang.

"Kara udah dari lama pengen main ini tapi gak ada temennya. Sekarang kan ada bang Kaisar jadi bisa main ini, "ucap Kara.

Kaisar tidak tahu apa permainan yang gadis itu maksud. Mungkin bermain monopoli, uno atau bahkan mungkin bermain boneka. Jika yang di maksud Kara adalah opsi terakhir, hilang sudah harga diri Kaisar.

"Nona ingin bermain apa? "tanya Kaisar.

"Truth or dare,"

Kaisar lega, setidaknya permainan yang ini tidak terlihat seperti permainan anak kecil. Untunglah bukan permainan khas perempuan yang ingin Kara mainkan sekarang.

"Di halaman belakang aja yang teduh, " ujar Kara. Kaisar mengangguk patuh.

Halaman belakang memang tempat yang bagus untuk bersantai. Halamannya cukup luas dengan tanah berumput, kursi untuk duduk serta keberadaan 2 pohon yang rindang.

Kara dan Kaisar duduk di kursi menghadap ke arah kolam renang. Mereka duduk berhadapan dengan sebuah meja membatasi mereka.

"Gak usah pakai botol ya. Nanti gantian aja, "ucap Kara. Kaisar menyetujuinya.

"Mulai dari aku, truth or dare?" tanya Kara.

Tanpa berpikir panjang Kaisar menjawab "Truth. "

Kara berpikir sejenak. Ia sedang memikirkan pertanyaan apa yang akan dia tanyakan pada lelaki itu.

"Siapa orang yang Kaisar suka? "tanya Kaisar.

Lelaki itu terdiam. Ia tak mau orang lain tahu bahwa dia punya pacar yaitu Grita. Kaisar tidak suka kehidupannya terekspos termasuk hubungan percintaannya.

"Tidak ada, "ucap Kaisar datar.

"Beneran gak ad-"

Ucapan Kara terputus karena tiba-tiba ponsel Kaisar berbunyi. Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana. Setelah melihat nama yang tertera di sana Kaisar lalu mematikan ponselnya.

"Kenapa kok gak diangkat? "tanya Kara.

"Dilarang menjawab telepon saat bekerja." Kara mengangguk paham.

Sebenarnya panggilan telepon itu dari Grita. Entah apa maksud gadis itu menelponnya disaat jam kerja nya seperti ini. Apa Grita juga tidak bekerja? Yang pasti Kaisar tidak akan menjawab teleponnya.

"Masih pertanyaan yang tadi. Kamu beneran gak lagi suka sama siapapun? Kenapa?" Kara masih mempertanyakan hal yang sama. Kaisar juga agak heran kenapa gadis itu sangat ingin tahu kisah percintaannya.

"Saya tidak punya waktu untuk hal-hal seperti itu, "ucap Kaisar datar, "Cinta bukan prioritas saya saat ini. "

Kaisar bohong. Yang diucapkan berbanding terbalik dengan hatinya. Jauh di lubuk hati nya, Kaisar mengucapkan beribu maaf untuk Grita.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 131

    Sore itu, langit mulai meredup, mengusir sisa-sisa cahaya mentari yang menggantung di atas kota. Udara mulai sejuk, menyusup ke sela-sela jaket para pejalan kaki yang bergegas pulang. Di antara hiruk pikuk yang perlahan memudar, Kaisar memilih untuk tetap berjalan kaki, menikmati suasana sore yang menenangkan pikirannya.Ia berhenti di sebuah kedai kopi kecil di pinggir jalan, memesan secangkir kopi panas yang mengepul harum. Saat ia menyandarkan tubuhnya ke pagar pembatas trotoar, matanya menangkap iring-iringan kendaraan melintas di jalan seberang. Rombongan mobil dan motor, sekitar dua mobil dan beberapa motor, melaju dalam kecepatan sedang namun jelas memiliki tujuan yang sama. Ada sesuatu dalam mereka yang terasa familiar.Kaisar mengerutkan dahi. Ia meneguk kopinya, tapi pikirannya tak tenang. Tatapannya mengikuti rombongan itu hingga menghilang di tikungan. Dan tiba-tiba, seperti lampu menyala dalam pikirannya, ia teringat. Kendaraan itu adalah milik kelompok Dodi.Ia membuang

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 130

    Pintu rumah Anton diketuk oleh seseorang di sore harinya. Di luar, langit mulai berubah warna, rona jingga merambat pelan dari ufuk barat, mewarnai dinding-dinding rumah dengan bayangan panjang. Di dalam, Anton tengah duduk di ruang utama, matanya fokus menelusuri baris-baris tulisan dalam berkas yang sudah ia periksa entah berapa kali. Konsentrasinya buyar oleh suara ketukan itu. Ia meletakkan berkas di meja, berdiri, dan melangkah ke arah pintu.Dengan langkah waspada, ia membuka pintu. Terlihatlah seorang pria paruh baya berdiri di sana. Tubuhnya gemuk, kulit kepala mengilap tanpa sehelai rambut, dan sebuah senyum lebar menampakkan kumis tebal yang ikut bergerak-gerak ketika dia berbicara."Selamat sore," sapa pria itu dengan suara berat namun ramah."Sore," jawab Anton singkat. Matanya memindai pria itu dari atas ke bawah.Pria itu tampak mencuri pandang ke dalam rumah. Matanya cepat menjelajah ke arah ruang tamu, rak buku, dan meja kerja Anton seolah ingin merekam segalanya dalam

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 129

    "Rumah ibunya Anton, di mana?"Obrolan pesan singkat itu berakhir begitu saja. Hening. Seolah menyisakan gema di benak Dodi yang terus-menerus memutar pertanyaan itu dalam kepalanya. Ia memandangi layar ponsel yang kini sudah padam. Tak ada balasan lagi dari Grita. Hanya itu yang bisa ia dapat. Rumah Anton kosong, sepi, tak ada satu pun tanda kehidupan. Dan ketika Dodi mencoba menekan Grita untuk bicara, satu-satunya informasi yang keluar dari bibir perempuan itu hanyalah bahwa Anton pergi ke rumah ibunya, nenek dari Kara.Masalahnya, Dodi tidak pernah tahu Anton masih memiliki seorang ibu. Ia bahkan tak tahu apakah ibu itu benar-benar masih hidup. Selama ini, latar belakang Anton seperti misteri yang tak pernah bisa dibuka, bahkan oleh orang-orang yang cukup dekat dengannya. Dan kini dengan keadaan yang semakin genting, semua informasi menjadi penting. Termasuk silsilah keluarga.Dodi mendongak dari layar ponselnya dan menatap salah satu anak buahnya yang duduk di kursi sebelah. Tata

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 128

    Pagi itu juga, dengan berbondong-bondong, Dodi dan antek-anteknya kembali datang ke rumah Anton. Mobil-mobil mereka berderet di halaman depan, mengepulkan debu kering. Dodi yang pertama kali turun dari mobil, mengerutkan kening curiga. Begitu melangkah masuk ke halaman, langkahnya berhenti.Ia mengernyitkan kening. Tidak ada siapa pun di sana. Sunyi.Dodi menyuruh anak buahnya menyebar ke seluruh penjuru rumah untuk mencari keberadaan Anton dan yang lainnya. Suasana terasa aneh. Pintu rumah terkunci rapat, pos satpam kosong tak berpenghuni, bahkan rumah depan untuk karyawan pun tampak sepi."Tidak ada siapapun di sini," lapor salah satu anak buah dengan wajah tegang.Dengan kasar, Dodi menendang sebuah pot bunga yang ada di teras sampai pecah berantakan. Pecahan tanah dan keramik beterbangan, mencerminkan betapa amarah menguasai dirinya."Sialan! Kemana mereka!" Dodi menggeram, suaranya menggetarkan halaman kosong itu.Ia tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya dipenuhi rasa frustrasi

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 127

    Keadaan markas menjadi bak kapal pecah saat Sean kembali pada keesokan harinya. Botol-botol alkohol kosong berserakan di lantai, puntung rokok tersebar di mana-mana, serta orang-orang yang ada di sana tepar di segala penjuru markas. Bau menyengat alkohol, asap rokok basi, dan keringat memenuhi udara, membuat Sean harus menahan napas sejenak sebelum melangkah lebih jauh.Ia berdiri di ambang pintu, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Suara dengkuran dan gumaman orang mabuk terdengar bersahut-sahutan. Beberapa tubuh tergolek di sofa, lantai, bahkan ada yang tidur setengah bergelantungan di atas meja.Sean mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Dodi. Ia tak menemukannya di ruang utama, jadi ia beralih mencari ke ruangan Dodi, sebuah ruangan kecil di sudut markas yang biasanya selalu ramai dengan aktivitas. Kini, lorong menuju ruangan itu sepi, hanya langkah sepatu Sean yang terdengar menggema.Begitu pintu dibuka, tak terlihat siapapun ada di sana. Ruangan itu kosong, hanya

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 126

    Sean memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Meninggalkan markas yang kini penuh dengan orang-orang yang mabuk, termasuk Dodi. Sean tidak suka keramaian penuh bau alkohol seperti ini, jadi dia memutuskan untuk pulang saja.Sean menaiki motornya dan melaju di jalanan kota yang sepi. Pikirannya terus terpusat pada peristiwa tadi. Ia khawatir dengan kondisi Kara, ia takut gadis itu kenapa-napa, tapi sekali lagi tak ada yang bisa ia lakukan.Motor Sean melaju kencang hingga sampai ke apartemennya. Ia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, lelah secara fisik dan mental.Di kota yang sama namun di tempat yang lain, kediaman Anton masih ramai karena kepindahannya. Malam itu juga Daniel mengantarkan Grita ke rumah Rei, sambil membawa pria yang ada di ruang bawah tanah tadi. Tentu saja dengan tali terikat dan mata ditutup kain. Leo tidak bisa membawanya karena dia memakai sepeda motor, jadi dia meminta Daniel untuk membawannya. Sementara yang lain tetap kembali ke pekerjaannya mem

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status