Share

Bab 3

Setelah mengantar Kara ke kamarnya, Kaisar juga bergegas menuju kamarnya untuk beristirahat. Setelah membersihkan tubuh, Kaisar menuju ke kasur untuk mengistirahatkan tubuhnya. Baru saja ia hendak menutup mata, ponsel nya berbunyi. Ada telepon yang masuk.

"Hm? " Kaisar menjawab dengan malas.

"Kamu udah selesai kerja?"

Itu Grita, pacar Kaisar.

"Udah,"

"Langsung istirahat, jangan begadang. "

Kaisar membalas dengan deheman. Lelaki itu mengantuk. "Kita bisa ketemu kapan, Kai?"

"Ga tau. Ga ada cuti."

Terdengar helaan nafas dari Grita. "Segitunya? Kamu kerja apa sih?"

Kaisar memang tidak memberitahukan pekerjaannya kepada siapapun, termasuk Grita. Ia hanya mengatakan bahwa ia bekerja di luar kota. Itu saja dan Grita sudah percaya.

"Ga perlu tau. Udah dulu, gue mau tidur, " ucap Kaisar malas.

"Iya. Good night, Kai. "

Kaisar mematikan telepon. Ia meletakkan ponsel ke atas nakas. Pikirannya masih tertuju pada ucapan tadi saat bersama Kara. Tentang ia yang mengajukan diri untuk menemani gadis itu melihat langit malam setiap hari, kalimat itu keluar saja tanpa ia sadari. Entah kenapa saat bersama Kara ucapan yang keluar dari mulutnya seakan-akan diluar dari kendalinya. Kaisar tidak menyadari itu.

Lalu bayang-bayang saat Kara mengangguk antusias dan tersenyum seperti anak kecil itu muncul lagi di pikirannya. Gadis itu mengingatkan Kaisar dengan Grita. Kedua gadis itu murah senyum. Senyuman mereka cantik, Kaisar akui itu.

Kaisar mengacak rambutnya. Ia mematikan sakelar lampu dan tidur.

***

Sudah menjadi kebiasaan setelah bangun tidur Kara akan langsung turun ke dapur untuk minum segelas air putih hangat. Itu sudah dia lakukan sejak kecil.

Seperti saat ini, Kara duduk di meja makan dengan tangan memegang cangkir berisi air putih hangat. Rambutnya masih berantakan dengan wajah khas orang baru bangun tidur. Hari ini Kara bangun agak pagi, sekarang baru jam 4 lewat. Anton dan pembantunya masih belum bangun.

Kara keluar untuk menghirup udara pagi yang segar. Ia berjalan menuju rumah tempat para pekerja. Tak disangka ia melihat Kaisar tengah duduk di teras sambil merokok. Kara mendekatinya.

Kaisar yang sadar dengan kehadiran Kara langsung membuang dan menginjak puntung rokok.

"Nona Kara sudah bangun?, "tanya Kaisar. Gadis itu mengangguk sambil mengucek matanya dan sesekali menguap. Kaisar meminta gadis itu untuk duduk di kursi sampingnya.

"Kaisar udah bangun dari tadi?"tanya Kara.

Kaisar mengangguk. "Saya terbiasa bangun pagi, "

Kaisar bangun dini hari. Jam 3 dia bangun lalu mandi. Tak peduli udara pagi yang dingin menusuk tulang. Sudah kebiasaannya dari dulu ia merokok sambil menikmati suasana pagi yang tenang dan menyejukkan.

"Kara pengen jogging deh, "

Kaisar menoleh ke Kara lalu berdiri.

"Ayo, saya jagain. "

Kara terkejut tapi juga senang. Akhirnya ada yang menemaninya jogging walaupun hanya keliling komplek. Kara bangkit dari duduknya.

"Aku cuci muka dulu!" ucap Kara lalu berlari masuk ke dalam rumah.

Kaisar menunggu di luar. Tak lama Kara keluar dengan mengenakan hoodie hitam dan rambut terikat, wajahnya sudah terlihat lebih segar.

"Ayo! "

Kaisar mengangguk. Mereka berjalan beriringan. Kara berlari kecil mengelilingi komplek sementara Kaisar hanya berjalan santai di sampingnya sambil terus mengawasi gadis itu.

Komplek perumahan masih sepi. Kebanyakan orang-orang belum bangun, karena mungkin juga masih pagi. Kara terlihat sangat senang karena bisa keluar dan melihat-lihat sekeliling tempat tinggalnya.

Tiba-tiba Kara duduk di tanah. Kaisar sedikit terkejut dengan sikapnya yang mendadak.

"Nona tidak apa-apa?" tanya Kaisar panik. Takut kalau tiba-tiba gadis itu pingsan karena kelelahan, padahal mereka baru jogging selama 5 menit.

"Kara capek! Udah ah!"

Kaisar menghela nafas kasar. Mungkin karena efek selalu dikurung di rumah dan tidak pernah beraktivitas seperti ini jadi sekalinya jogging langsung kecapekan, padahal baru saja mulai.

Kaisar mengulurkan tangan ke Kara.

"Jangan duduk di tanah, Nona."

Kara menyambut uluran tangan Kaisar. Nafas gadis itu terengah-engah, lalu Kara merentangkan tangannya.

"Gendong, "ucap Kara.

Kaisar terkejut. Apa maksud gadis ini? Gendong? Kaisar tidak pernah menggendong perempuan sebelumnya, bahkan dengan Grita. Jadi dia agak bingung dan kaku dengan permintaan Kara.

"Kok bengong? Kara mau digendong di punggung, "ucap Kara.

Walaupun dengan kaku Kaisar tetap menuruti kemauan gadis itu. Kaisar merendahkan tubuhnya agar Kara bisa naik ke punggungnya. Kara rtidak berat, bisa dilihat dari badannya yang kecil itu. Tubuhnya seringan kapas.

"Langsung pulang? " tanya Kaisar.

Kara meng iyakan. Kaisar berjalan pelan menuju rumah. Matahari mulai terbit, samar-samar cahayanya mulai menyinari bumi. Kara melihat ke arah matahari terbit lalu merasa kagum.

"Langit pagi juga indah ya, Kai, "ucap Kara.

"Iya, "

Kara pikir hanya langit malam saja yang indah, ternyata langit saat pagi hari juga tak kalah cantik. Kara suka suasana seperti ini. Sepertinya mulai sekarang ia akan melihat matahari terbit setiap hari.

"Kaisar mirip sama bang Erlan, "ucap Kara.

"Kalau aku anggap Kaisar kayak abang aku sendiri boleh gak? "

Kaisar terdiam sejenak. Lalu ia mengangguk. "Boleh, "

Kara tersenyum lebar. "Yes! Kara punya abang lagi! "

Kara tertawa seperti anak kecil. Kaisar hanya diam tak menanggapi. Kara sekarang menganggapnya sebagai abang, apakah Kaisar juga harus menganggapnya sebagai adik? Tapi melihat betapa bahagianya gadis itu, sepertinya Kaisar harus menganggapnya sebagai adik bukan sebagai majikan.

Kaisar menurunkan Kara saat mereka sudah masuk kerumah. Yang pertama menanyai mereka adalah Bi Ina.

"Darimana pagi-pagi begini? " tanya Bi Ina yang sedang menyapu halaman.

Kara tersenyum lebar.

"Habis jogging, Bi."

Bi Ina tersenyum. "Udah ngomong sama tuan, Non? "

Kara menggeleng. "Papah belum bangun tadi, jadi gak ngomong. Lagian Kara cuma jogging keliling komplek kok, "

Bi Ina mengangguk. Kara lalu masuk ke dalam rumah. Kaisar hendak masuk tapi terhenti karena pertanyaan Bi Ina.

"Non Kara keliatan seneng banget, kenapa Nak? " tanya Bi Ina.

"Tadi dia minta saya buat jadi abangnya, "

Bi Ina terkejut lalu mendekat penasaran "Terus gimana? "

"Ya saya bolehin, "ucap Kaisar.

Bi Ina tersenyum lalu menepuk bahu lelaki itu. "Bagus! Itu lebih baik daripada jadi temannya, "

Kaisar mengangguk. Bi Ina melanjutkan "Jadi sekarang kamu jangan panggil nona Kara lagi, panggil adek. "

Kaisar masih merasa aneh dengan panggilan itu. Menurutnya akan sedikit aneh dan tidak masuk akal jika dia sekarang memanggil seseorang yang tidak dikenali nya dengan panggilan adek.

"Tapi sekarang non Kara manggil kamu abang? " tanya Bi Ina.

Kaisar menggeleng. "Tidak, atau mungkin belum,"

Bi Ina menepuk punggung Kaisar lalu melanjutkan pekerjaannya. Kaisar baru saja memegang kenop pintu saat tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara.

"Abang Kai! "

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status