Share

Bab 3

Author: skybby
last update Last Updated: 2023-12-06 18:36:18

Setelah mengantar Kara ke kamarnya, Kaisar juga bergegas menuju kamarnya untuk beristirahat. Setelah membersihkan tubuh, Kaisar menuju ke kasur untuk mengistirahatkan tubuhnya. Baru saja ia hendak menutup mata, ponsel nya berbunyi. Ada telepon yang masuk.

"Hm? " Kaisar menjawab dengan malas.

"Kamu udah selesai kerja?"

Itu Grita, pacar Kaisar.

"Udah,"

"Langsung istirahat, jangan begadang. "

Kaisar membalas dengan deheman. Lelaki itu mengantuk. "Kita bisa ketemu kapan, Kai?"

"Ga tau. Ga ada cuti."

Terdengar helaan nafas dari Grita. "Segitunya? Kamu kerja apa sih?"

Kaisar memang tidak memberitahukan pekerjaannya kepada siapapun, termasuk Grita. Ia hanya mengatakan bahwa ia bekerja di luar kota. Itu saja dan Grita sudah percaya.

"Ga perlu tau. Udah dulu, gue mau tidur, " ucap Kaisar malas.

"Iya. Good night, Kai. "

Kaisar mematikan telepon. Ia meletakkan ponsel ke atas nakas. Pikirannya masih tertuju pada ucapan tadi saat bersama Kara. Tentang ia yang mengajukan diri untuk menemani gadis itu melihat langit malam setiap hari, kalimat itu keluar saja tanpa ia sadari. Entah kenapa saat bersama Kara ucapan yang keluar dari mulutnya seakan-akan diluar dari kendalinya. Kaisar tidak menyadari itu.

Lalu bayang-bayang saat Kara mengangguk antusias dan tersenyum seperti anak kecil itu muncul lagi di pikirannya. Gadis itu mengingatkan Kaisar dengan Grita. Kedua gadis itu murah senyum. Senyuman mereka cantik, Kaisar akui itu.

Kaisar mengacak rambutnya. Ia mematikan sakelar lampu dan tidur.

***

Sudah menjadi kebiasaan setelah bangun tidur Kara akan langsung turun ke dapur untuk minum segelas air putih hangat. Itu sudah dia lakukan sejak kecil.

Seperti saat ini, Kara duduk di meja makan dengan tangan memegang cangkir berisi air putih hangat. Rambutnya masih berantakan dengan wajah khas orang baru bangun tidur. Hari ini Kara bangun agak pagi, sekarang baru jam 4 lewat. Anton dan pembantunya masih belum bangun.

Kara keluar untuk menghirup udara pagi yang segar. Ia berjalan menuju rumah tempat para pekerja. Tak disangka ia melihat Kaisar tengah duduk di teras sambil merokok. Kara mendekatinya.

Kaisar yang sadar dengan kehadiran Kara langsung membuang dan menginjak puntung rokok.

"Nona Kara sudah bangun?, "tanya Kaisar. Gadis itu mengangguk sambil mengucek matanya dan sesekali menguap. Kaisar meminta gadis itu untuk duduk di kursi sampingnya.

"Kaisar udah bangun dari tadi?"tanya Kara.

Kaisar mengangguk. "Saya terbiasa bangun pagi, "

Kaisar bangun dini hari. Jam 3 dia bangun lalu mandi. Tak peduli udara pagi yang dingin menusuk tulang. Sudah kebiasaannya dari dulu ia merokok sambil menikmati suasana pagi yang tenang dan menyejukkan.

"Kara pengen jogging deh, "

Kaisar menoleh ke Kara lalu berdiri.

"Ayo, saya jagain. "

Kara terkejut tapi juga senang. Akhirnya ada yang menemaninya jogging walaupun hanya keliling komplek. Kara bangkit dari duduknya.

"Aku cuci muka dulu!" ucap Kara lalu berlari masuk ke dalam rumah.

Kaisar menunggu di luar. Tak lama Kara keluar dengan mengenakan hoodie hitam dan rambut terikat, wajahnya sudah terlihat lebih segar.

"Ayo! "

Kaisar mengangguk. Mereka berjalan beriringan. Kara berlari kecil mengelilingi komplek sementara Kaisar hanya berjalan santai di sampingnya sambil terus mengawasi gadis itu.

Komplek perumahan masih sepi. Kebanyakan orang-orang belum bangun, karena mungkin juga masih pagi. Kara terlihat sangat senang karena bisa keluar dan melihat-lihat sekeliling tempat tinggalnya.

Tiba-tiba Kara duduk di tanah. Kaisar sedikit terkejut dengan sikapnya yang mendadak.

"Nona tidak apa-apa?" tanya Kaisar panik. Takut kalau tiba-tiba gadis itu pingsan karena kelelahan, padahal mereka baru jogging selama 5 menit.

"Kara capek! Udah ah!"

Kaisar menghela nafas kasar. Mungkin karena efek selalu dikurung di rumah dan tidak pernah beraktivitas seperti ini jadi sekalinya jogging langsung kecapekan, padahal baru saja mulai.

Kaisar mengulurkan tangan ke Kara.

"Jangan duduk di tanah, Nona."

Kara menyambut uluran tangan Kaisar. Nafas gadis itu terengah-engah, lalu Kara merentangkan tangannya.

"Gendong, "ucap Kara.

Kaisar terkejut. Apa maksud gadis ini? Gendong? Kaisar tidak pernah menggendong perempuan sebelumnya, bahkan dengan Grita. Jadi dia agak bingung dan kaku dengan permintaan Kara.

"Kok bengong? Kara mau digendong di punggung, "ucap Kara.

Walaupun dengan kaku Kaisar tetap menuruti kemauan gadis itu. Kaisar merendahkan tubuhnya agar Kara bisa naik ke punggungnya. Kara rtidak berat, bisa dilihat dari badannya yang kecil itu. Tubuhnya seringan kapas.

"Langsung pulang? " tanya Kaisar.

Kara meng iyakan. Kaisar berjalan pelan menuju rumah. Matahari mulai terbit, samar-samar cahayanya mulai menyinari bumi. Kara melihat ke arah matahari terbit lalu merasa kagum.

"Langit pagi juga indah ya, Kai, "ucap Kara.

"Iya, "

Kara pikir hanya langit malam saja yang indah, ternyata langit saat pagi hari juga tak kalah cantik. Kara suka suasana seperti ini. Sepertinya mulai sekarang ia akan melihat matahari terbit setiap hari.

"Kaisar mirip sama bang Erlan, "ucap Kara.

"Kalau aku anggap Kaisar kayak abang aku sendiri boleh gak? "

Kaisar terdiam sejenak. Lalu ia mengangguk. "Boleh, "

Kara tersenyum lebar. "Yes! Kara punya abang lagi! "

Kara tertawa seperti anak kecil. Kaisar hanya diam tak menanggapi. Kara sekarang menganggapnya sebagai abang, apakah Kaisar juga harus menganggapnya sebagai adik? Tapi melihat betapa bahagianya gadis itu, sepertinya Kaisar harus menganggapnya sebagai adik bukan sebagai majikan.

Kaisar menurunkan Kara saat mereka sudah masuk kerumah. Yang pertama menanyai mereka adalah Bi Ina.

"Darimana pagi-pagi begini? " tanya Bi Ina yang sedang menyapu halaman.

Kara tersenyum lebar.

"Habis jogging, Bi."

Bi Ina tersenyum. "Udah ngomong sama tuan, Non? "

Kara menggeleng. "Papah belum bangun tadi, jadi gak ngomong. Lagian Kara cuma jogging keliling komplek kok, "

Bi Ina mengangguk. Kara lalu masuk ke dalam rumah. Kaisar hendak masuk tapi terhenti karena pertanyaan Bi Ina.

"Non Kara keliatan seneng banget, kenapa Nak? " tanya Bi Ina.

"Tadi dia minta saya buat jadi abangnya, "

Bi Ina terkejut lalu mendekat penasaran "Terus gimana? "

"Ya saya bolehin, "ucap Kaisar.

Bi Ina tersenyum lalu menepuk bahu lelaki itu. "Bagus! Itu lebih baik daripada jadi temannya, "

Kaisar mengangguk. Bi Ina melanjutkan "Jadi sekarang kamu jangan panggil nona Kara lagi, panggil adek. "

Kaisar masih merasa aneh dengan panggilan itu. Menurutnya akan sedikit aneh dan tidak masuk akal jika dia sekarang memanggil seseorang yang tidak dikenali nya dengan panggilan adek.

"Tapi sekarang non Kara manggil kamu abang? " tanya Bi Ina.

Kaisar menggeleng. "Tidak, atau mungkin belum,"

Bi Ina menepuk punggung Kaisar lalu melanjutkan pekerjaannya. Kaisar baru saja memegang kenop pintu saat tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara.

"Abang Kai! "

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 131

    Sore itu, langit mulai meredup, mengusir sisa-sisa cahaya mentari yang menggantung di atas kota. Udara mulai sejuk, menyusup ke sela-sela jaket para pejalan kaki yang bergegas pulang. Di antara hiruk pikuk yang perlahan memudar, Kaisar memilih untuk tetap berjalan kaki, menikmati suasana sore yang menenangkan pikirannya.Ia berhenti di sebuah kedai kopi kecil di pinggir jalan, memesan secangkir kopi panas yang mengepul harum. Saat ia menyandarkan tubuhnya ke pagar pembatas trotoar, matanya menangkap iring-iringan kendaraan melintas di jalan seberang. Rombongan mobil dan motor, sekitar dua mobil dan beberapa motor, melaju dalam kecepatan sedang namun jelas memiliki tujuan yang sama. Ada sesuatu dalam mereka yang terasa familiar.Kaisar mengerutkan dahi. Ia meneguk kopinya, tapi pikirannya tak tenang. Tatapannya mengikuti rombongan itu hingga menghilang di tikungan. Dan tiba-tiba, seperti lampu menyala dalam pikirannya, ia teringat. Kendaraan itu adalah milik kelompok Dodi.Ia membuang

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 130

    Pintu rumah Anton diketuk oleh seseorang di sore harinya. Di luar, langit mulai berubah warna, rona jingga merambat pelan dari ufuk barat, mewarnai dinding-dinding rumah dengan bayangan panjang. Di dalam, Anton tengah duduk di ruang utama, matanya fokus menelusuri baris-baris tulisan dalam berkas yang sudah ia periksa entah berapa kali. Konsentrasinya buyar oleh suara ketukan itu. Ia meletakkan berkas di meja, berdiri, dan melangkah ke arah pintu.Dengan langkah waspada, ia membuka pintu. Terlihatlah seorang pria paruh baya berdiri di sana. Tubuhnya gemuk, kulit kepala mengilap tanpa sehelai rambut, dan sebuah senyum lebar menampakkan kumis tebal yang ikut bergerak-gerak ketika dia berbicara."Selamat sore," sapa pria itu dengan suara berat namun ramah."Sore," jawab Anton singkat. Matanya memindai pria itu dari atas ke bawah.Pria itu tampak mencuri pandang ke dalam rumah. Matanya cepat menjelajah ke arah ruang tamu, rak buku, dan meja kerja Anton seolah ingin merekam segalanya dalam

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 129

    "Rumah ibunya Anton, di mana?"Obrolan pesan singkat itu berakhir begitu saja. Hening. Seolah menyisakan gema di benak Dodi yang terus-menerus memutar pertanyaan itu dalam kepalanya. Ia memandangi layar ponsel yang kini sudah padam. Tak ada balasan lagi dari Grita. Hanya itu yang bisa ia dapat. Rumah Anton kosong, sepi, tak ada satu pun tanda kehidupan. Dan ketika Dodi mencoba menekan Grita untuk bicara, satu-satunya informasi yang keluar dari bibir perempuan itu hanyalah bahwa Anton pergi ke rumah ibunya, nenek dari Kara.Masalahnya, Dodi tidak pernah tahu Anton masih memiliki seorang ibu. Ia bahkan tak tahu apakah ibu itu benar-benar masih hidup. Selama ini, latar belakang Anton seperti misteri yang tak pernah bisa dibuka, bahkan oleh orang-orang yang cukup dekat dengannya. Dan kini dengan keadaan yang semakin genting, semua informasi menjadi penting. Termasuk silsilah keluarga.Dodi mendongak dari layar ponselnya dan menatap salah satu anak buahnya yang duduk di kursi sebelah. Tata

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 128

    Pagi itu juga, dengan berbondong-bondong, Dodi dan antek-anteknya kembali datang ke rumah Anton. Mobil-mobil mereka berderet di halaman depan, mengepulkan debu kering. Dodi yang pertama kali turun dari mobil, mengerutkan kening curiga. Begitu melangkah masuk ke halaman, langkahnya berhenti.Ia mengernyitkan kening. Tidak ada siapa pun di sana. Sunyi.Dodi menyuruh anak buahnya menyebar ke seluruh penjuru rumah untuk mencari keberadaan Anton dan yang lainnya. Suasana terasa aneh. Pintu rumah terkunci rapat, pos satpam kosong tak berpenghuni, bahkan rumah depan untuk karyawan pun tampak sepi."Tidak ada siapapun di sini," lapor salah satu anak buah dengan wajah tegang.Dengan kasar, Dodi menendang sebuah pot bunga yang ada di teras sampai pecah berantakan. Pecahan tanah dan keramik beterbangan, mencerminkan betapa amarah menguasai dirinya."Sialan! Kemana mereka!" Dodi menggeram, suaranya menggetarkan halaman kosong itu.Ia tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya dipenuhi rasa frustrasi

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 127

    Keadaan markas menjadi bak kapal pecah saat Sean kembali pada keesokan harinya. Botol-botol alkohol kosong berserakan di lantai, puntung rokok tersebar di mana-mana, serta orang-orang yang ada di sana tepar di segala penjuru markas. Bau menyengat alkohol, asap rokok basi, dan keringat memenuhi udara, membuat Sean harus menahan napas sejenak sebelum melangkah lebih jauh.Ia berdiri di ambang pintu, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Suara dengkuran dan gumaman orang mabuk terdengar bersahut-sahutan. Beberapa tubuh tergolek di sofa, lantai, bahkan ada yang tidur setengah bergelantungan di atas meja.Sean mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Dodi. Ia tak menemukannya di ruang utama, jadi ia beralih mencari ke ruangan Dodi, sebuah ruangan kecil di sudut markas yang biasanya selalu ramai dengan aktivitas. Kini, lorong menuju ruangan itu sepi, hanya langkah sepatu Sean yang terdengar menggema.Begitu pintu dibuka, tak terlihat siapapun ada di sana. Ruangan itu kosong, hanya

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 126

    Sean memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Meninggalkan markas yang kini penuh dengan orang-orang yang mabuk, termasuk Dodi. Sean tidak suka keramaian penuh bau alkohol seperti ini, jadi dia memutuskan untuk pulang saja.Sean menaiki motornya dan melaju di jalanan kota yang sepi. Pikirannya terus terpusat pada peristiwa tadi. Ia khawatir dengan kondisi Kara, ia takut gadis itu kenapa-napa, tapi sekali lagi tak ada yang bisa ia lakukan.Motor Sean melaju kencang hingga sampai ke apartemennya. Ia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, lelah secara fisik dan mental.Di kota yang sama namun di tempat yang lain, kediaman Anton masih ramai karena kepindahannya. Malam itu juga Daniel mengantarkan Grita ke rumah Rei, sambil membawa pria yang ada di ruang bawah tanah tadi. Tentu saja dengan tali terikat dan mata ditutup kain. Leo tidak bisa membawanya karena dia memakai sepeda motor, jadi dia meminta Daniel untuk membawannya. Sementara yang lain tetap kembali ke pekerjaannya mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status