“Aku harap kamu hadir malam ini.”Pesan yang dikirim Bily membuat dilema untuk Liona, sebenarnya banyak hal yang ingin Liona tanyakan pada Bily tapi mengingat bahwa Arka yang masih marah padanya, datang ke sana bukanlah pilihan yang tepat."Arka,.. Arka buka pintunya." ketukan di pintu kamar Arka berulang kali terdengar, namun Arka tak peduli dan masih tetap duduk diam di sofa yang berada di kamarnya."Aku udah masak buat makan malam, kamu belum makan dari tadi siang." Liona tidak mudah menyerah, ia mengetuk lagi."Aku minta maaf" masih di balik pintu, suara itu samar terdengar di pendengaran Arka yang menjadi kalimat terakhir karena ketukan di pintunya tak lagi terdengar.Liona memutuskan untuk makan sendiri di meja makan, ia berharap Arka akan datang dan makan bersamanya tapi sampai suapan terakhirnya pun Liona tetap masih sendirian di sana.Prangg...."Awww.. shhh perih." Pintu kamar Arka segera terbuka mendengar pekikan dari arah dapur."Kenapa? Astaga." Arka meraih jari yang sed
"kalian sangat serasi." Desi yang baru saja kembali dari toilet tiba- tiba nyeletuk."Des,.." Liona memelototi temannya sambil mencubit pelan. "Arka, kamu dengar semua yang aku bicarakan?" Wijaya kembali memfokuskan pandangannya ke meja depan. Tempatnya duduk hanya terhalang satu kursi dengan tempat Liona makan sehingga ia bisa mendengar semua yang di bicarakan disana."Apa yang mencuri perhatianmu dari tadi." Wijaya celingukan."Tidak, tidak ada pak aku hanya tidak bisa fokus siang ini. Mari kita lanjutkan yang kita bicarakan." tegas Arka, meski hatinya jujur saja tidak karuan. Jika saja tidak ada Wijaya di sana, mungkin sekarang ia sudah mendatangi meja Liona dan menariknya dari meja."Apakah aku terlalu sejelas itu? Padahal aku sudah berusaha untuk tidak terlalu jelas memperlihatkannya." Bily mengusap dagunya malu. "Jadi kalian benar- benar pacaran?" Desi memastikan."Des kamu bicara apa sih, aku dan Bily- maksudku aku dan pak Bily tidak punya hubungan seperti itu." Liona segera
"Kenapa sangat buru- buru Arka, ada seseorang yang menunggumu di rumah? Kalau aku tidak lupa kamu masih seorang pria lajang kan." Wijaya meledek Arka yang beringsut membereskan laptopnya setelah pertemuan."Bukan begitu, ini sudah malam. Aku hanya ingin istirahat lebih awal." Mengulas senyumnya setelah berpamitan untuk pulang.Arka mengetik beberapa kata yang ia kirim untuk Liona."Kenapa gak langsung di balas, dia udah tidur? Apa dia udah makan?" Tak mau banyak menghabiskan waktu Arka segera melajukan mobilnya.Langkahnya mengalun sampai ke kamar yang ia tuju. Sambil mendayung langkah ia melepas satu persatu lapisan dari pakaiannya seperti dasi dan jas yang ia lempar sembarang ke sofa."Sayang.." ia mengetuk pintu kamar tempat Liona tinggal.Tak ada jawaban, Arka memaku sekejap dan membuka handle pintu untuk masuk ke dalam.Ranjangnya kosong, tak terlihat sosok cantiknya di sana."Sayang.." memanggilnya lagi, kini langkahnya sudah tidak bisa santai lagi. "Liona, dimana kamu sayang?"
"Kenapa kamu selalu mengatakan dia berbahaya, dia pacar aku sekarang Bil, dia melindungiku sejauh ini. Kenapa kamu begitu bersikuku." Kenapa semua orang ingin ia menjauh dari Arka."Melindungi? Kamu berakhir di sini karena dia, bahkan sekarang dia tidak ada di sini, lihat. Manusia itu bahkan menghilang sekarang kan. Dia tidak peduli padamu." "Dia hanya pergi untuk urusannya di kantor, dia pasti kembali ke sini sebentar lagi. Bily kamu harus berhenti sampai di sini, kumohon biarkan aku hidup dengan tenang." Mohon Liona menatap mata Bily. "Sayangnya aku gak rela jika kamu dengannya Liona, tidak akan pernah." binar itu saling bertemu, menyelami perasaannya masing- masing. Liona rindu saat pertama kali mendapatkan Bily sebagai temannya, dan sekarang semua tak sama lagi."Kenapa kamu berubah Bil, kamu membuat posisiku semakin sulit." "Lalu kamu pikir aku baik- baik saja sekarang? Aku bisa gila memikirkan semua ini terus menerus. Aku butuh kamu untuk menghentikan semua ini, dengan jadi m
"kamu masih menangis meski sudah kedua kalinya." Arka mengecup samar setelah sesi terakhirnya."Masih sakit, laki- laki gak akan ngerti. Apalagi saat kamu bergerak lebih cepat." Ia bicara sambil memunggungi Arka. "Tapi perlahan sakit itu samar dengan rasa nikmat, apa aku benar? Kamu mendesahkan namaku lebih banyak malam ini, dan itu membuatku semakin bersemangat." "Arka, aku malu. Berhenti membahas itu." Liona menarik selimut menutupi dirinya kemudian Arka memeluknya dari belakang."Aku semakin gila setiap hari karenamu, aku rindu setiap kali tidak melihatmu, frustasi saat tak bisa menyentuhmu. Kamu harus bertanggung jawab atas aku yang seperti ini karnamu." bisik Arka di telinga Liona."Kamu berlebihan." "Aku serius, jangan pernah mencoba pergi dariku." pelukannya semakin melekat, Arka menarik tubuh Liona lebih dekat padanya."Sayang." suara husky nya menusuk pendengaran Liona sampai ke perutnya."Hmmm?" "Bolehkan kita bermain sekali lagi?" ***"Bily, tunggu." Tasya mengejar la
"Kamu di larang untuk datang ke kantorku, kamu lupa point itu?" "Lalu kapan kita bisa menghabiskan waktu bersama? Kamu bahkan tidak menjawab pesan- pesanku." wanita itu kemudian duduk di meja tamu dalam ruangan Arka."Aku sedang sibuk." "Aku bisa menunggu, ruanganmu sangat nyaman. Aku tidak masalah berada di sini." Tania menyamankan diri dengan setengah menyenderkan punggungnya."Kamu harus pergi Tania." Arka bangun dari kursi kebesarannya."Dan kenapa aku harus? Apa aku salah dengan mendatangi tempat kerja tunanganku sendiri? Kenapa kamu melarangku datang ke sini?" "Ckk.." Arka kehilangan kata- kata."Kenapa? Benar kan? Apa aku salah? Tunggu, kamu gak pake cincin pertunangan kita?" Tania memperhatikan jari Arka yang polos."Aku lupa memakainya. Apa mau mu sekarang?" "Kamu tidak boleh lupa memakainya lain kali, Aku ingin kita makan siang bersama." Wanita itu memutari meja Arka dan berakhir dengan berdiri di sampingnya."Tidak bisa, makan malam saja." ucapnya mengubah cerita."Oke,
"Arka, ini- sakit." tangan kurus Liona di cekal kuat oleh Arka sampai ke kamar mandi."Apa yang ka- ""DIAM AKU BILANG." Arka meraih sower dan mengarahkannya pada tubuh Liona untuk memandikannya."Arka, apa- apaan dengan semua ini. Ini dingin Arka, cukup." Liona memeluk dirinya sendiri, sedang Arka masih dengan amarah yang memuncak."Dia sudah menjamah tubuhmu, kamu kotor Liona. Kamu pikir aku akan diam saja?" "Dia bohong Arka, aku tidak tidur dengannya. Percaya padaku. Kumohon, dia hanya sengaja membuatmu marah." Liona menahan percikan air yang mengguyurnya."Siapa yang akan percaya dengan kalimatmu hah? Lehermu bahkan mengatakan semuanya." Tanda itu, Bily sengaja mengatur semuanya. Liona menggeleng, rasanya sudah putus asa untuk membuat Arka mengerti. Saat ia sedang mencoba menahan guyuran air di tubunya, tangannya segera di seret lagi ke dalam kamar milik Arka dalam keadaan dirinya yang masih basah kuyup."Akhh." tubuh Liona mengampul saat Arka menjatuhkannya di kasur. "Hmmmmff
"Siapa kamu menyuruhku berhenti bekerja, kamu bukan siapa- siapa selain status pacaran ini, dan sekarang aku jadi gak yakin apa aku bisa ngelanjutin hubungan ini atau enggak." Dengar begitu Arka langsung berbalik dan mendekati Liona intens."Apa kamu bilang? Coba katakan sekali lagi." tubuhnya di hempas ke sofa dan di himpit kuat tubuh Arka. "A- aku takut dengan hubungan ini Arka." ucap Liona gagap. "Apa yang kamu takutkan, aku memberi semuanya untukmu." "Tapi tidak dengan kebebasan." timpas Liona membuat Arka semakin tak terima, di matanya semua yang dia lakukan adalah untuk kebaikan Liona."Aku hanya berusaha melindungimu, karena aku peduli, karena aku mencintaimu sampai aku rasanya gila. Aku tidak ingin berbagi dengan orang lain." Diam adalah pilihan terbaik menghadapi Arka saat ini."Malam ini tidurlah di kamarku, aku ingin memelukmu sepanjang malam." Liona mulai panik, sisa malam kemarin saja masih membuatnya ngilu dan sakit."Arka, milikku masih sakit. Aku belum-" "Aku tida