Share

Bab 3 Kembali Pulang

Sudah tiga hari Zian di rawat di rumah sakit kondisinya berangsur-angsur mulai membaik. Setiap pagi Zain dan Ziad selalu mampir ke rumah sakit sebelum berangkat ke sekolah kehadiran kedua sahabatnya membuat Zian semakin membaik. Ziad yang selalu membual dengan cerita-cerita anehnya menghilangkan rasa bosan bagi Zian.

“Sebaiknya kalian berangkat ke sekolah, sudah jam setengah tujuh. Nanti satpam menutup gerbangnya lagi,” kata Zian yang masih terbaring. 

“Tenang Ziad kan ada nanti dia bisa cerita-cerita yang aneh ke satpam seperti waktu itu,” kata Zain dengan santainya. 

“Ahhh…kurang asem banget sih kamu, Zain” kata Ziad

“Yah emang, ehhh aku tidak asem, tetapi aku manis.” canda Zain membuat suasana rumah sakit pecah. Kebisingan yang sering mereka lakukan sesekali mendapat teguran dari perawat dan suster.

“Husttt…nanti suster itu datang lagi,” kata Zian. 

Ziad mulai menghitung dan ternyata benar suster itu datang dan menegur mereka bertiga. 

Tok..tok…!!

“Maaf, suara kalian bisa di kecilin kasihan pasien di sebelah merasa terganggu,” kata suster cantik itu.

“Iya sus, maaf” kata mereka hampir berbarengan. Ziad dan Zain tertawa keras lagi setelah suster cantik itu pergi.

“Hussttt…kalian berdua bener-bener ya, tidak tahu malu. Ini udah kedua kalinya kita ditegur sama suster itu,” kata Zian. 

“Zian, sebenarnya kami sengaja melakukan hal itu gimana ya cara ngomongnya. Kami berdua itu kurang serek berangkat ke sekolah kalau belum ditegur sama suster cantik itu,” kata Ziad sambil ketawa kecil. 

“Yupp…bener banget,” kata Zain sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

“Ya sudah terserah kalian, cepet gih berangkat ke sekolah ntar terlambat.” kata Zian lagi. 

“Ok siap, besok ketiga kalinya kita akan di tegur sama suster itu.” kata Ziad. 

“Tidak ada yang ketiga kalinya karena mulai besok aku sudah ada di rumah,” kata Zian. 

“Yup…itu sangat benar sekali,” kata Zain. 

“Kenapa aku baru dikasih tahu sekarang?” tanya Ziad. 

“Sebenarnya Zian belum di izinkan untuk pulang sampai kondisinya benar-benar baik, tetapi dari kemarin dia minta ke dokter untuk diizinkan pulang dan alhasil dokter bilang jika keadaannya hari ini cukup memungkinkan maka ia bisa di pulangkan,” kata Zain menjelaskan panjang lebar. 

“Zian..!!! aku mohon kamu harus ada disini sampai keadaanmu sudah benar-benar membaik, please..! please..!!!” rengek Ziad. 

“Ahhh…tidak mau aku bosan di rumah sakit. Lagipula berkat kalian aku sekarang sudah agak baikan,” kata Zian. 

“Yah…kalau kayak gini aku tidak bisa ketemu suster cantik itu lagi,” kata Ziad merasa kecewa. 

“Aku tahu gimana caranya agar kamu bisa ketemu sama suster itu lagi,” kata Zain. 

“Gimana…gimana..” kata Ziad penasaran. 

“Gimana kalau kamu aja yang gantiin Zian yang sakit nah tiap hari kamu bisa ketemu suster itu..haa..haaa.”

“Wah ni anak kayaknya pengen dihajar..awass kamu Zain…terima ni jurus ketiakku…hyatttttt,” kata Ziad. 

“Udah-udah…cepetan kalian berangkat sana.” kata Zian. 

“Kamu selamat hari ini berkat Zian, kalau tidak ada Zian habis kamu sama aku,” kata Ziad sambil mengepalkan tangannya.

“Okkk…aku tunggu di episode berikutnya,” kata Zain sambil memalingkan wajahnya.

Keduannya pun berangkat ke sekolah meski tingkah mereka seperti orang bermusuhan, tetapi sebenarnya itu hanya akting saja. Zian kembali beristirahat setelah kedua sahabatnya pergi. Orang tuanya tidak bisa menemani dirinya karena ada  rapat penting yang tidak bisa ditunda. Zian memaklumi hal itu, bahkan itu sudah biasa baginya. Sesekali perawat datang untuk mengecek infus dan memberikan obat padanya lalu Zian kembali beristirahat.

Di sekolah Zain dan Ziad selalu saja bercanda sehari saja mereka berdua tidak melakukan hal itu rasanya sekolah terasa sepi seperti kuburan mungkin waktu belajar saja mereka diam. Saat bel istirahat berbunyi mereka berdua pergi ke kantin untuk membeli beberapa cemilan dan langsung ke taman belakang sekolah, karena di tempat itu mereka bertiga biasanya kumpul.

“Tunggu, Zain…” suara Naya menghentikan mereka berdua yang ingin berlalu dari kantin.

“Hai Nay,” sapa keduanya hampir bersamaan. 

“Gimana keadaan Zian?” tanya Naya. 

“Zian udah baikan kok Nay malahan nanti sore dia sudah bisa pulang ke rumah,” kata Zain. 

“Syukur deh kalau gitu,” kata Naya merasa lega mendengar kabar baik itu.

“Oh iya, ngomong-ngomong Ziad bukankah kamu sudah berjanji padaku kalau kamu akan memberikan kabar jika Zian sudah sadar kemarin. Terus kenapa kamu tidak nelpon atau chat?” kata Naya mulai mengintrogasi Ziad 

“Emmmm….soal itu…mmm soal itu” 

Ziad tidak bisa memberikan jawaban yang pas untuk pertanyaan yang dilontarkan Naya. Dia tidak tahu harus ngomong apa pada Naya. Zain lalu memutar otak dan memberikan alasan yang tepat pada Naya.

“Maaf Nay, waktu itu kami berdua sangat cemas dan panik akan kondisi Zian. Jadi kami tidak pernah pegang hp. Dan kamu lihat sendiri kan situasi kami waktu itu.” kata Zain memberikan alasan. 

“Iya juga sih, ya sudah tidak apa-apa yang penting Zian sudah bisa pulang ke rumah. Kalau gitu aku pergi dulu. Bye.” kata Naya berlalu dari hadapan mereka berdua.

Zain dan Ziad pun pergi ke tempat tongkrongan mereka, sepanjang jalan hingga sampai di taman Ziad memberikan A+ buat sahabatnya itu karena pandai sekali memberikan jawaban kepada Naya. Ziad benar-benar tidak pernah kepikiran dengan alasan hal seperti itu tetapi bener juga sih yang Zain katakan waktu itu mereka tiidak pernah sempat melihat hp untuk mengabari orang tua saja menggunakan telpon rumah sakit.

Jam sepuluh Zian melihat Bunga Dandelion di atas meja, ia merasa bingung siapa yang membawa bunga itu kepadanya ini kali kedua ia melihat bunga itu dan ada tulisan kata “MAAF”. Zian lalu melihat sosok gadis yang lewat dari arah jendela mungkinkah gadis itu yang membawakan untuknya, tetapi ia dengan kondisi yang cukup membaik mengikuti gadis itu. Gadis itu berambut panjang dengan seragam SMA GARUDA dengan memakai sepatu ket hitam dan tas hitam. Gadis itu seperti ia kenal, tapi di mana? wajahnya tidak begitu jelas, tetapi yang paling mengejutkan adalah mobil yang ia  kendarai persis seperti mobil yang membuatnya hilang kendali dan hampir menabrak pohon besar. Benar-benar tidak masuk akal baginya. Tiba-tiba Zian jatuh pingsan karena kondisi tubuhnya menurun. Suster dan perawat segera membawanya kembali ke kamar dan memeriksa keadaannya kembali. 

Ibu Zian segera datang ke rumah sakit setelah pihak rumah sakit mengabarinya kalau kondisi Zian menurun. Kecemasan yang terlukis di wajah ibunya.

“Zian, kamu kenapa lagi nak?” tanya sang ibu dengan penuh kekhawatiran. 

“Maaf bu, tadi Zian hanya bosan dan ingin jalan-jalan sebentar tiba-tiba kepala Zian terasa pusing makanya Zian jatuh,” kata Zian. 

“Lain kali kalau mau keluar itu harus ditemani perawat.”

“Keadaan Zian sudah agak baikan kok bu.”

“Ibu jadi ingin menunda kepulangan kamu.”

“Jangan bu, Zian beneran udah tidak apa-apa kok.“ 

“Hmmmm baiklah kalau begitu nanti sore kita pulang.”

“Iya bu.”

Senyum manis terlukis diwajah Zian, tetapi dalam hatinya ia bertanya-tanya siapakah gadis itu mungkinkah gadis itu adalah murid SMA GARUDA. Zian sama sekali tidak pernah melihatnya. Jika dia murid baru, bukankah aneh jika ia pergi keluyuran di jam pelajaran. Kepalanya terasa sakit setiap kali ia tidak dapat menjawab teka teki tersebut.

Jam dua siang, Zain dan Zaid datang untuk menemani Zian dirumah sakit, karena berhubung nanti sore Zian akan pulang jadi mereka berdua akan membantu Zian berkemas.

“Ehhh…tante Nirmala ada disini?” tanya Zain heran melihat tantenya ada disini biasanya jam dua siang tante Nirmala masih berada di kantor.

“Iya Zain tadi suster mengabari tante kalau Zian terjatuh. Makanya tante tinggalkan pekerjaan karena khawatir sekali dengan kondisinya.” 

“Tenang saja tante kami berdua kan sudah ada disini jadi tante bisa lanjut kerja,” kata Ziad menyarankan. 

“Baiklah nanti kalian yang bawa Zian pulang ya biar tante yang urus keperluan di rumah sedikit lagi pekerjaan tante akan cepat selesai.”

“Ok siap tante,” jawab keduanya hampir berbarengan. 

“Kalau begitu ibu pergi dulu ya sayang.” kata ibunya sambil mengecup kening putra.

“Iya bu, hati-hati” kata Zian .

Ibu Nirmala kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga.

“Wihhh…Zian kamu jatuh di mana and gimana ceritanya?” tanya Ziad yang sangat penasaran.

“Lalu bunga ini, kenapa bisa ada disini lagi?”tanya Zain yang penasaran juga.

“Nah itu yang membuat aku penasaran, tadi itu aku lihat ada seorang gadis yang keluar dari kamarku. Nah aku beranggapan mungkin saja dia yang membawakanku bunga ini setiap pagi. Aku tidak bisa melihat wajahnya, yang ku tahu hanya dia memakai seragam SMA GARUDA berambut panjang. Aku coba untuk mengikutinya, tetapi sayang sekali aku malah terpeleset dan saat sadar aku udah ada di kamar.” kata Zian panjang lebar terhadap kedua sahabatnya.

Zain dan Ziad malah tersenyum-senyum, dilihat dari aura senyumnya mereka berdua menyeramkan sekali.

“Kalian berdua kenapa tersenyum seperti itu serem banget kayak difilm horror” tambah Zian. 

“Ini seperti bukan gaya kamu dah Zian yang penasaran sama itu cewek sampai-sampai harus ngikutin segala,” kata Zain meledek sepupunya itu.

Wajah Zian mulai kemerah-merahan mendengar ejekan dari sepupunya itu.

“Tidak kok..aku hanya…”

“Hanya apa?” kata Ziad menegaskan.

“Yang paling parah kamu hampir jatuh lagi, pasti cewek itu benar-benar wow banget. Bener gak Zain.” tambah Ziad lagi mengejek. 

“Yupp itu benar sekali,” jawab Zain sependapat.

Zian sengaja mengarang cerita waktu ia terpeleset sebenarnya ia tidak ingin mereka berdua tahu kalau gadis misterius itu adalah pemilik mobil yang hampir menyerepet mobilnya. Zian takut kalau amarah Zain dan Ziad meledak. Tapi yang jelas Zian akan mencari tahu dulu benarkah gadis itu yang mengendarai mobil itu atau orang lain. Keduanya masih saja meledek Zian ketika melihat sahabatnya itu melamun.

“Hemmm sepertinya ada yang sedang memikirkan gadis misterius itu kira-kira siapa ya gadis itu dan di mana rumahnya. Aku harus melihatnya langsung. Bagaimana sih rupanya sehingga dia bisa membuat sepupuku penasaran sampai seperti ini,” ledek Zain lagi. 

“Sudahlah.” kata Zian .

Sore itu matahari mulai bergerak perlahan-lahan menuju barat, semua barang-barang Zian sudah dikemas dengan rapi oleh Ziad dan Zain dan mereka berdua juga sudah memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Mereka bertiga pun mulai meninggalkan ruumah sakit. Sepanjang perjalanan Zian hanya terdiam saja di belakang.

“Shuttt…shuttt..Zain itu lihat si Zian kenapa?” tanya Zaid. Zain lalu melihat ke belakang.

“Woy….ngelamun aja dari tadi. Kamu lagi mikirin apaan sih?” kata Zain menegur Zian sambil menepuk lututnya.

“Aku gak apa-apa kok, mungkin hanya kepalaku yang terasa masih pusing”

“Atau jangan-jangan kamu lagi mikirin gadis itu lagi” tebak Ziad. 

“Bukan, aku sudah tidak memikirkan hal itu kok.”

“Ohh iya gimana kalau kita mampir sebentar di caffe untuk releksasi,” usul Ziad. 

“Tidak bisa. Zian baru aja keluar dari rumah sakit, kamu malah ngajak dia ke caffe. Pokoknya gak bisa,” tegas Zain. 

Zian hanya tersenyum melihat tingkah sepupunya yang tiba-tiba over protektif, biasanya hal itu tidak pernah terjadi.

“Ya udah kita langsung pulang aja,” kata Ziad dengan nada kecewa.

“Udah jangan khawatir kita bertiga bisa pergi lain waktu,” kata Zian mencoba menghibur. 

“Iya. Lagipula tante Nirmala dari tadi ngechat aku terus, jam berapa baliklah, sudah sampai manalah..pokoknya gitu deh jadi kita tidak bisa pergi okey,” kata Zain mulai nyerocos kayak ibu-ibu.

“Lagipula aku tahu dimana tempat tongkrongan terbaru, setelah Zian sembuh kita pergi kesana bersama-sama.” tambah Zian lagi. 

“Okk..siap boss.” kata Zian dan Ziad hampir bersamaan sambil hormat seperti prajurit kepada pimpinan.

Zain tersenyum melihat tingkah kedua sahabatnya itu sesekali ia melihat ke arah luar tiba-tiba ia melihat sosok gadis yang selalu dia impikan itu duduk termenung sendirian di dekat danau yang terdapat  di seberang sana.

“Ziad, kalau jalan yang berada di seberang itu menuju kemana?” tanya Zain. 

“Aku juga kurang tahu.” jawab Zaid. 

“Memangnya kenapa?”

“Tidak ada apa-apa,” jawab Zain. 

Zain terus saja memandang ke arah danau itu terlihat begitu angker karena tempat itu sepertinya tidak pernah di kunjungi oleh orang ramai. Zian penasaran dengan pertanyaan yang Zain lontarkan tadi, mengapa tiba-tiba Zain menanyakan tempat itu padahal tempat itu tidak terlihat berpenghuni. Gadis itu mulai menghilang dari pandangannya, Zain terus mencari-cari sosok gadis tersebut. Zian tidak melihat satu orang pun disana karena gadis itu sudah pergi  hanya Zain yang melihat sosok gadis itu.

“Kemana perginya?” tanya Zain dalam hatinya.

“Ehemmm…sekarang siapa yang melamun sekarang?” ledek Ziad lagi. Zain masih terdiam saja dan terus bertanya-tanya dalam hati kemana perginya gadis itu kata-kata Ziad tidak di gubris bahkan tidak di dengarnya.

“Maksud kamu Ziad?” kata Zian yang merasa bahwa ia yang dibicarakan.

“Tuhhh…” 

Ehemmm….!!! Ehemm…!! Ziad terus saja berdehem tapi Zain tetap tidak dengar. Zain sudah tenggelam dalam lamunannya tentang gadis itu. Ziad terus melakukan tingkah-tingkah aneh seperti pura-pura batuk dan semacamnya, tetapi Zain tidak sadar juga. Akhirnya Zian yang turun tangan menegur Zain.

“Zain..!!” tegur Zian sambil menepuk pundaknya dari belakang.

“Ohhh iya ada apa?” spontan Zain.

“Woyyy…dari tadi aku negur kamu tapi kamu tidak jawab-jawab sebenarnya kamu lagi mikirin apaan sih?” kata Ziad mulai bawel.

“Kamu tahu kan danau yang kita lewati tadi? sepertinya aku lihat sosok gadis duduk dibawah pohon yang sangat rindang di dekat danau sendirian, tapi saat aku berpaling sebentar gadis itu hilang.”kata Zain.

“Mungkin aja dia udah pergi.”kata Ziad.

“Tidak mungkin menurutku hanya ada satu akses jalan yang bisa dilaluinya yaitu jalan raya.” komentar Zian.

“Memangnya kamu juga lihat gadis itu?” tanya Zain.

“Tidak sih, tapi sejauh yang aku perhatikan danau itu terhubung ke dalam hutan,” kata Zian lagi.

“Yah mungkin saja dia masuk kedalam hutan,” kata Ziad spontan.

“Ehhh..kamu gak mikir apa, masa gadis itu berani masuk ke dalam hutan sendirian mustahil banget,” kata Zain.

Hari sudah semakin senja tinggal beberapa menit mereka akan sampai ke rumah sebenarnya mereka bisa sampai dengan cepat, tetapi Ziad sengaja membawa mobil pelan-pelan takutnya Zian akan merasa pusing lagi. Susananya begitu mencekam membuat bulu kuduk Ziad berdiri.

“Udah ah..tidak usah bahas gadis misterius yang tadi,”

“Kamu kenapa Ziad. Jangan jangan kamu…” Zain mulai menakut-nakuti Ziad

“Udah ah..”

Akhirnya mereka sampai rumah hampir magrib ibu Zian bahkan pulang lebih cepat dari sebelumnya. Zian mulai turun, sedangkan Ziad dan Zain mengeluarkan barang-barang dibelakang.

“Ibu..!” kata Zian sambil memeluk ibunya.

“Kalian bertiga ini dari mana saja sih tante udah lama nunggu kalian.” 

“Maaf tante tadi Ziad ambil jalan muter terus Ziad juga bawa mobilnya pelan banget bahkan kalau mau balapan si siput yang menang.” kata Zain bercanda.

“Wiihh ngaco kamu. Emangnya aku bawa mobil selamban itu.” 

“Menurut kamu kita sampai dirumah hampir magrib kayak gini gara-gara siapa coba.” 

“Heeee…gini lho tante Ziad khawatir nanti Zian pusing kalau diajak ngebut makanya Ziad bawa mobil pelan,” alasan Ziad. 

“Tapi gak selamban gitu juga kali,” Kata Zian. 

“Heee…”

“Kalau gitu kita segera masuk tidak baik magrib-magrib gini keluyuran di luar kata orang tua dulu dedemit suka keluyuran di jam segini,” kata ibu Zian. 

“Tu kan jangan-jangan yang kamu lihat itu dedemit Zain,” kata Ziad ketakutan.

“Mungkin saja kalau gitu aku….. kaburrrrrrrrrr!” Zain mulai masuk ke dalam kamar secepat kilat, Ziad makin takut. Zian yang tahu kalau Zain sengaja melakukan hal itu untuk menakut-nakuti Ziad.

“Hmmm….tante Ziad boleh nginap disini tidak?” tanya Ziad dengan wajah ketakutan.

“Iya boleh.”

“Lho..Ziad bukannya rumah kamu hanya beberapa petak rumah saja dari sini. Kok kamu pengen nginap sih.” heran Zian.

“Zian….please…” kata Ziad memohon.

“Ya sudah kamu boleh nginap."

"Tapi aku mau satu kamar sama kamu ya. Si Zain itu di ikuti dedemit buktinya tadi hanya dia yang melihat sosok dedemit itu.”

“Iya tenag saja” jawab Zian tersenyum. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status