Share

Bab 2 Ketika Fajar Menyingsing

Malam semakin pekat, pertanda fajar semakin dekat. Dan akhirnya datang juga fajar menyingsing, dan matahari pun terbit. Zian mulai bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah mengingat bahwa hari ini adalah hari senin dan seperti biasa Apel Bendera tetap dilaksanakan. Zian sudah mulai menata perlengkapan sekolahnya mulai dari buku, pulpen dan sebagainya. Pembantu rumah Bik Imah sudah menyiapkan sarapan pagi, semuanya tertatat rapi di atas meja makan ada beberapa roti tawar, nasi goreng dan omelet serta jus jeruk. Zian lebih memilih nasi goreng untuk sarapan pagi.

“Bik, Zain sudah bangun belum?”

“Kurang tahu Den, Den Zain belum kelihatan dari tadi,” jawab Bik Imah. Zain dan Zian tinggal di sebuah villa keluarga mereka bersama karena villa itu cukup luas seperti dua rumah yang disatukan wajar saja kalau Zian kadang jarang bertemu Zain saking besar dan luasnya. Mereka selalu bertemu diwaktu sarapan saja untuk makan malam dan yang lain mereka jarang bertemu padahal mereka berdua berada dalam satu villa, aneh sekali. Yah memang seperti itu jika hidup sebagai anak konglomerat. Selang beberapa menit Zain mulai muncul.

“Selamat pagi Zian…! Selamat pagi Bik Imah…!” sapa Zain dengan wajah yang cukup ceria. 

“Selamat pagi…” kata Zian. 

“Selamat pagi Den…mau sarapan pakai apa?” tanya Bik Imah. 

“Roti aja bik,”

“Kamu kenapa Zain tidak seperti biasanya. Hari ini kamu sedikit lebih ceria?” tanya Zian heran. 

“Tidak ada apa-apa kok bukankah aku memang seperti ini setiap hari,”

“Yah memang, tapi kali ini terlihat lebih ceria dari sebelumnya” kata Zian lagi.

Zain tetap saja tersenyum-senyum sendiri sambil makan roti tawar, ia masih teringat akan mimpi indah semalam. Mimpi bertemu gadis misterius itu lagi, ia hampir saja melihat wajah gadis itu sampai jam weker itu merusak mimpinya sama halnya dengan si Ziad yang mellow drama itu. Zian sudah menyelesaikan sarapannya ia bangkit dari tempat duduknya dan berangkat ke sekolah.

“Tunggu Zian, aku boleh nebeng sama kamu?” tanya Zain. 

“Memangnya mobil kamu kenapa?” kata Zian balik bertanya. 

“Ban mobilku kempes dan belum di ganti”

“Ok, kamu boleh ikut bersamaku.”

“Terima kasin Zian.”

Zian lalu pergi duluan sambil memanaskan mobil sedikit. Zain masih lahap dengan roti tawarnya, sedangkan klatson mobil sudah mulai terdengar dengan segera Zain menghabiskan segelas susu yang yang dibuatkan Bik Imah.

“Iya sebentar….!!!”

Zain akhirnya tepat waktu masuk ke dalam mobil sebelum Zian berangkat. Sepanjang perjalanan Zain masih saja tersenyum-senyum sendiri mengingat kembali mimpinya yang semalam, sedangkan Zian fokus kedepan untuk menyetir tanpa menghiraukan Zain sedikitpun. Tiba-tiba mobil sport melesat dengan cepatnya mendahului mobil Zian dan Zain. Zian hilang kendali dan hampir menabrak pohon besar di samping jalan.

“Woyyy….bisa nyetir gak….!!!!” teriak Zain yang kesal terhadap orang itu. Mobil lain tiba-tiba berhenti di depan mereka dan turunlah seorang gadis dengan seragam yang sama seperti mereka. 

“Kalian berdua tidak apa-apa kan?” tanya gadis itu.

“Ya, tidak apa-apa kok” jawab Zian. Zain malah melongo melihat gadis berambut panjang bak putri raja. Kepala Zian berdarah, ia sempat terbentur sedikit saat membanting setir.

“Tapi luka di dahimu itu bagaimana? Itu harus segera di rawat,” kata gadis itu khawatir. 

“Tidak apa-apa ini hanya luka kecil saja” jawab Zian. 

Gadis itu mengeluarkan sapu tangan dari dalam sweter yang ia gunakan. Sapu tangan berwarna pink dengan inisial M dipojok kiri. Namun darahnya tidak mau berhenti keluar, gadis itu semakin khawatir dan bersikukuh ingin membawanya ke rumah sakit, tetapi Zian tidak mau. Belum puas dengan jawaban Zian. Gadis itu tetap ngotot untuk membawa Zian ke rumah sakit, tetapi Zian tetap pada jawaban yang sebelumnya.

“Sebaiknya kamu berangkat ke sekolah, jangan sampai kamu terlambat,” kata Zian menyarankan 

“Tetapi…” 

“Sudah lah ini tidak apa-apa kok, lagi pula di dalam mobil ada kotak P3K. Nanti aku bisa mengobatinya sendiri.”

“Ya sudah aku pergi dulu.”

Zian hanya mengangguk saja sambil menahan darah yang terus keluar dengan sapu tangan itu. Sebelum masuk ke mobil gadis itu melihat ke arah dua laki-laki itu dan mengatakan,

“Oh iya, nama aku Marina.”

Zain baru sadar dari khayalan tingkat tingginya dan melihat gadis itu sudah mau pergi.

“Aku Zain dan di sebelahku ini namanya Zian,” spontan Zain menjawab sambil tersenyum. Gadis itu mulai masuk ke mobilnya dan sopir dengan sigap menutup mobil itu dan pergi berlalu dari hadapan mereka berdua.

“Zian…..!! darah…!!! banyak sekali darah yang keluar,” kata Zain baru memperhatikan. Zian dengan perlahan-lahan masuk ke dalam mobil dan mengambil kotak P3K.

“Zian, kamu serius tidak mau ke rumah sakit, itu darahnya banyak yang keluar,” kata Zain lagi.

“Tidak apa-apa,” kata Zian sambil membersihkan darahnya dengan kapas dan langsung menempelkan plester di dahinya karena obat luka sudah habis.

“Zian, serius kamu tidak apa-apa, wajah kamu terlihat pucat sekali,” kata Zain khawatir melihat sepupunya.

“Iya gak apa-apa, udah ayo kita berangkat Zain. Kamu yang menyetir ya.”

“Iya, tetapi sepertinya kita akan terlambat”

“Maaf ya, karena aku kita jadi terlambat”

“Tidak apa-apa ini bukan salahmu kok tadi itu kan kecelakaan,” kata Zain sambil menyetir mobil.

“Lagi pula itu semua gara-gara orang itu. Awas saja kalau aku ketemu dia lagi. Aku bakalan…” 

“Sudahlah,” kata Zian menyela perkataan Zain. 

Jam setengah delapan mereka sampai di sekolah dan satpam sepertinya akan menutup gerbang sekolah. Zain mengklakson mobil dan meminta satpam untuk membiarkannya masuk, tetapi si satpam tidak bisa mentolerir siswa yang terlambat ke sekolah. Ziad tahu kalau sahabatnya itu terlambat berusaha menolong mereka.

“Stop pak…stop.. biarkan kedua sahabat saya ini masuk pak,” kata Ziad. 

“Tidak bisa, saya tidak bisa mentolerir siswa yang terlambat,” jawab satpam itu lagi.

Ziad mulai mengarang cerita yang aneh-aneh pada si satpam dan satpam itu pun percaya. Si satpam akhirnya membolehkan Zain dan Zian masuk. Saat keduanya turun Ziad terkejut bukan main melihat kondisi Zian yang sedikit pucat dengan plester yang ada di dahinya serta sedikit noda darah di bajunya.

“OMG HELLOW….. kamu kenapa Zian? terus luka ini apa? kalian berdua habis ngapain sih? terus wajah kamu pucat banget?” tanya Ziad begitu banyak sambil membolak balikkan tubuh Zian. 

“Sudah..sudah..kamu malah buat Zian pusing tahu gak,” kata Zain. 

“Maaf ya Ziad, ceritanya panjang nanti aku cerita sepulang sekolah sekarang aku ke kelas dulu ya,” jawab Zian. 

“Tapi kamu beneran tidak apa-apa kan Zian atau kita pulang aja ke rumah,” kata Zain menyarankan. 

“Tidak usah, aku baik-baik saja.” 

Zian mulai berjalan perlahan-lahan ke ruang kelasnya. Kelas Zian dan kedua sahabatnya berbeda Zian berada di kelas 2A, sedangkan kedua sahabatnya berada di kelas 2B.

“Ehhh…Zain, apa yang sebenarnya terjadi pada Zian?” tanya Ziad lagi. 

“Nanti aku cerita di kelas sebaiknya kita masuk sebelum para guru mengetahui kalau aku tidak ikut Apel Bendera tadi,” jawab Zain dan mulai bergegas pergi ke ruangannya. 

Untungnya guru belum masuk jadi guru tidak tahu kalau mereka terlambat. Seorang siswi putri bernama Naya terkejut melihat kondisi Zian saat bertemu di depan kelas.

“Ya ampun…Zian, kamu kenapa?" tanya Naya. 

“Maaf Nay, aku harap kamu tidak membuat satu kelas heboh dengan kondisiku yang sekarang,” kata Zian dengan tertatih. 

“Tapi…”

“Aku mohon…”

“Baiklah, tapi kamu bisa masuk kelas kan, atau aku bantu,” kata Naya. 

“Tidak usah repot-repot. Makasih ya Nay,” kata Zian mencoba menahan rasa sakit di kepalanya. 

“Iya sama-sama.”

Zian mencoba berjalan seperti biasanya agar teman-temannya tidak heboh melihat kondisinya. Naya yang melihat hal itu merasa sangat khawatir. Semua siswa cukup heran karena tidak biasanya Zian duduk di belakang seperti itu.

“Zian, tumben banget kamu mau duduk di belakang?” tanya salah seorang siswa. Saat Zian mau menjawab tiba-tiba Naya duduk dibelakang disamping Zian dan spontan berkata.

“Memangnya Zian tidak boleh duduk dibelakang memang ada yang ngelarang,” kata Naya. 

“Nay, kamu juga?” kata siswa itu lagi. 

“Kau tahu kan Naya itu tidak bisa jauh-jauh dari Zian makanya ia duduk di belakang juga,” ledek siswa yang lain. 

“Ihhhhh….!!!!! awas kau ya…!!” kata Naya marah. 

“Sudah…sudah. Aku hanya ingin saja duduk di belakang,” kata Zian dengan tersenyum

Setelah itu siswa yang lain sibuk masing-masing ketika mendapat jawaban dari Zian. Zian mencoba menahan rasa sakit di kepalanya.

“Zian kamu gak apa-apa?” tanya Naya penuh khawatir. 

“Iya tidak apa-apa kok. Hanya saja kepalaku sedikit pusing.”

“Sebaiknya kamu pulang saja.”

“Tidak usah Nay sebentar lagi kelas kita mau mulai.”

Guru pun datang dengan seorang gadis yang berambut panjang semua siswa terpanah melihat gadis itu. Zian hanya menunduk saja menahan rasa sakit di kepalanya.

“Zian sepertinya kita kedatangan murid baru.”

Zian hanya terdiam tidak merespon kata-kata dari Naya. Gadis itu memperkenalkan dirinya pada semua orang, tetapi perhatiannya malah tertuju pada seorang laki-laki yang hanya menunduk dari tadi. Ia tahu laki-laki itu adalah  Zian yang ia jumpai tadi pagi sebelumnya saat menghadap ke kepala sekolah ia meminta agar satu kelas dengan Zian dan kepala sekolah mengiakan. Jam pertama usai semua siswa berhamburan datang ke gadis itu untuk berkenalan. Naya hanya melihat Zian yang hanya masih menunduk. Tiba-tiba bel berbunyi tiga kali menandakan waktu pulang. Semua siswa bertanya-tanya kenapa mereka pulang lebih awal tetapi Naya tidak perduli. Naya malah bersyukur kalau pulang lebih awal melihat kondisi Zian yang tak menentu arahnya. Semua siswa pergi berhamburan untuk pulang hanya Naya, Marina dan Zian yang masih menunduk di dalam kelas. Naya yang heran dengan posisi Zian yang tak berubah bahkan tak bergerak mencoba untuk membangunkannya dan ternyata Zian tak sadarkan diri. 

“Zian…!!!! bangun.. bangun,” Naya mencoba membangunkannya lagi tapi mata Zian tidak terbuka. Ziad dan Zain bergegas ke kelas Zian untuk membawanya pulang melihat kondisinya yang tadi pagi sangat pucat. Marina yang melihat hal itu menghampiri Zian dan Naya.

“Sebaiknya kita segera bawa dia ke rumah sakit,” kata Marina. 

Naya hanya mengangguk mengikuti perintah Marina, keduanya merangkul Zian. Zain dan Ziad yang baru datang langsung panik setelah melihat kondisi Zian yang pingsan. Semuanya langsung membawa Zian ke rumah sakit.

“Nay, kapan Zian pingsan” tanya Ziad. 

“Aku juga tidak tahu sejak masuk kelas ia hanya menunduk saja sampai akhir pelajaran. Ketika bel pulang berbunyi aku heran kenapa dia tidak bergerak sedikitpun makanya aku coba membangunkan tapi ia tidak bangun.”

“Seharusnya aku bawa dia pulang tadi.” kata Zain marah pada dirinya sendiri dan memukul tembok. 

“Sudahlah Zain, kita berdoa saja semoga Zian baik-abaik saja,” kata Ziad bijak. 

“Sebaiknya kalian berdua pulang” tambah Ziad. 

“Aku ingin tunggu disini sampai Zian sadar.” kata Naya. 

“Iya aku juga.” ikut Marina juga. 

“Kamu?” kata Zain mulai mengenali wajah gadis itu. Ternyata itu gadis yang tadi pagi mereka jumpai.

“Aku mohon kalian berdua pulang saja nanti kami kabari jika Zian sudah sadar.” kata Ziad lagi. 

“Baiklah, kami berdua akan pulang.” kata Naya mengalah.

Akhirnya kedua gadis itu pulang ke rumah masing-masing meninggalkan Ziad dan Zain di rumah sakit.

“Zain, kamu sudah mengabari orang tua di rumah.” 

“Iya sudah tadi saat aku mengurus administrasi, katanya sebentar lagi mereka sampai.”

“Sepertinya kamu mengenal gadis yang bersama Naya tadi,” kata Ziad. 

“Iya, dia gadis yang ku ceritakan dikelas”

“Ohh…dia orangnya.”

Selang beberapa menit keluarga Zian, Zain dan Ziad datang. Mereka sangat khawatir sekali ketika mendengar kabar kalau Zian masuk rumah sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status