Share

Bertemu Damian

Siang itu, di kota Bandung dengan terik sinar matahari yang membakar kulit putihku, tak ingin lama menunggu diluar maka ku putuskan untuk lebih dulu masuk ke cafe, aku memesan es coffee capuccino sembari menunggu seseorang segera datang, tak biasanya dia terlambat seperti ini

“ maaf aku terlambat karena jalanan macet, apa kau sudah lama sayang?” rasa bersalah juga lelah begitu nampak pada raut wajahnya yang putih itu, seketika aku berdiri lalu aku pun langsung menghambur ke dalam pelukannya

“ aku merindukanmu Damian” ujarku seraya mengeratkan pelukanku, ia kemudian merespon pelukanku, mengusap perlahan pucuk kepalaku yang hanya sebatas dadanya

“ aku juga sangat merindukanmu sayang, ayo kita duduk “ ia melepaskan pelukannya, membiarkan aku duduk tepat di depannya, aku tetap memandangi wajah teduh miliknya, ia masih sama seperti beberapa tahun silam, bedanya rahangnya semakin kokoh,dan halisnya nampak menghitam

“ Ada apa dengan kekasihku ini hmm? Tidak biasanya banyak diam, katakan padaku Sayang” tanyanya dengan menatap intens mataku, aku melihat ada ketulusan didalam matanya, ingin rasanya aku mengatakan semuanya, namun itu tidak mungkin, aku tidak ingin menyakiti Damian, dia adalah satu-satunya pria yang sangat aku cintai saat ini.

“ Aku baik Damian, hanya saja aku tidak suka dengan kehidupan baru ku, kau tahu kan kalau bundaku sudah menikah lagi dengan rekan kerjanya-“ aku membuang nafas kasar ke permukaan, menjeda ucapanku.

“ lalu, kenapa kau terlihat begitu sedih sayang?” Tanyanya dengan tatapan teduh, ia berusaha mencari tahu dalam mataku namun sayangnya dia tak akan tahu apapun jika tidak mendengarnya

“ itu dia masalahnya, om Irfan punya anak laki-laki dan yang lebih parahnya dia sangat menyebalkan, suka mengatur ini itu, dan ternyata dia adalah kakak tingkatku di kampus !” ujarku kemudian, aku menundukkan kepalaku bertengger di atas tanganku yang sengaja kujadikan sandaran kepalaku.

“ kamu harus sabar sayang, memang akan sangat Sulit untuk beradaptasi dengan saudara baru, tapi kamu hanya butuh waktu, kelak saat waktunya tiba kamu akan mulai terbiasa dengan kehidupan barumu ini sayang” ujarnya seraya tersenyum manis, tanpa ia paham posisiku yang sebenarnya, andai ia tahu pun tak mungkin ia akan mengatakan hal demikian.

“ Kamu benar sayang, tapi berhubung rumah dan kampusku cukup jauh itu membuat aku kesulitan sayang, pada akhirnya om Irfan menyuruhku untuk tinggal bersama dengan kak Raven di apartemennya, aku harus bagaimana Sayang?” aku mendengus kesal, sungguh aku benar-benar ingin meminta bantuan agar Damian mengajakku tinggal bersamanya daripada harus tinggal bersama dengan Raven.

“ kamu harus patuhi perintah orangtuamu sayang, ada baiknya jika kamu tinggal bersama kakakmu, dia bisa melindungimu tidak seperti aku yang bahkan bertemu denganmu saja hanya terbilang beberapa kali, maaf aku tidak bisa banyak membantu sayang “ ia menatap iba kearahku, ia tak marah jika aku harus tinggal berdua bersama pria asing, dia terlslu gampang percaya dengan seseorang, tanpa sadar itu hanya akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri

“tidak masalah Damian, kau bisa menemuiku juga aku sangat bahagia, aku juga harus mulai focus dengan tugas campus yang sangat Sulit “

“ Jika kau sedang membutuhkanku jangan sungkan untuk menelpon ku mengerti?”

“Baik my lovely” ujarku terkekeh.

Dia adalah cinta pertama yang selalu menghiasi hari-hari indahku, ternyata tak semua yang berawal dari luka harus berakhir bersama luka, ah atau lebih tepatnya luka itu belum siap untuk kembali menyapa.

Damian sosok pria lemah lembut yang banyak di idamkan para wanita, meski sifatnya jauh bertolak belakang dengan Raven, yang memiliki perbedaan sifat dan sikap, mereka adalah dua insan yang sangat di kagumi banyak wanita dengan caranya sendiri.

Aku terpesona melihat Damian yang selalu menatapku teduh, berbeda dengan Raven yang sorot matanya begitu tajam, jika ketika aku berdekatan dengan Damian maka hanya akan ada ketenangan yang aku rasa, berbeda dengan saat bersama Raven, dia selalu mengintimidasi keadaanku.

Cinta bagiku cukup sederhana, saat aku tidak dapat memilikinya aku terlalu begitu pasrah, hingga akhirnya semesta mengalah dan sedikit mengasihani takdirku, Damian yang dulu hanyalah sebuah angan-angan untuk dapat aku miliki, kini aku dapat memilikinya, namun entah mengapa baru sebentar aku merasa bahagia sebab dapat di milikinya, Raven datang Seolah menjadi bumerang dalam kisah cintaku, kisah yang baru saja terjalin dalam hitungan hari.

Setelah pertemuanku dengan Damian, aku bergegas kembali menuju rumah baru, padahal ini masih sore, namun Damian ada janji keluarga hingga mau tak mau aku pun mengakhiri kencan dengannya

“ sepi sekali, ah bunda lama sekali disana kapan sih pulangnya “ gerutuku ketika sudah berada di ruang tamu, aku merebahkan tubuhku distas sofa, menutup mata perlahan untuk mengusir rasa lelah.

“ dari mana saja kamu?!” aku mendengar suara yang tak asing, perlahan aku pun membuka mata dan ternyata benar siapa lagi kalau bukan Raven, di rumah besar itu kini hanya tinggal dirinya bersama Raven seorang, para pelayan akan datang pagi begitupun pulang setelah sore

“ habis keluar kak” jawabku sekenanya

“ sama siapa!” tanyanya dengan ketus, matanya menatap tajam ke arahku, hais astaga dia seperti seorang ayah yang khawatir kepada anaknya karena pulang malam

“ Damian, siapa lagi “ UPS aku menutup mulutku, aku keceplosan, tanpa sadar aku menatap kearahnya, dia diam dengan posisinya yang masih sama berdiri di depanku dengan kedua tangan menyatu di dadanya

“ apa kamu lupa perjanjian kita hah?!” ia membentak’ku, membuat hatiku ketakutan, aku merasa dalam bahaya setiap saat ia mulai terlihat seperti saat ini

“ a-ku cuman ma-in biasa kak” ujarku mengalihkan topik pembicaraan

“ kamu tahu kan apa akibatnya jika kamu melanggar satu poin di setiap perjanjian kita hm?!” Raven duduk di sebelahku, sangat dekat

“ Ak-ku ingat kak” aku merasa semakin gelisah, Karena Raven tak berhenti menatapku

“ pintar, kalau begitu mari kita lakukan-“ ia menjeda, terlihat senyuman yang menggoda, aku merasa semakin tercekik dengan perkataannya, apakah ini saatnya?

“ aku belum siap kak “ ujarku terbata-bata, sungguh aku sangat takut saat ini, aku pun tak berani melihat kearahnya

“ Aku bisa memaksamu jika aku mau, ayo ikut aku!” ia menarik paksa tanganku, di bawanya aku ke kamarnya, aku semakin ketakutan, oh tuhsn jangan sampai,,

“ Arh kak lepasin,, aku ga mau “ aku terus melawannya, rasanya aku ingin kabur saja sekarang.

“ Tidak boleh!” di bantingnya pintu kamar lalu ia kunci, aku melihatnya berjalan ke arahku semakin cepat, tatapan menggoda dengan seringai kecil nampak nyata bagai seorang iblis yang terlahir begitu sempurna, ah ini bukan saatnya mengangguminya, aku sudah terpana dengan pesonanya, kali ini.

“ Kedepannya, kita akan sering melakukan ini sayang “

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status