Share

Chapter 07

Danu Kemudian menoleh, menatap ke arah Dara. Sial! Ia langsung mengetatkan rahangnya, ketika melihat kedua pria mesum itu merobek pakaian Dara di bagian depan. Shit! Tanpa memedulikan Andra, ia bergegas berlari ke arah Dara dan membuka jasnya, menutupi tubuh depan wanita itu dengan jasnya.

"Jangan sentuh wanitaku!" tegas Danu, dengan tatapan tajam andalannya.

Nyali kedua pria tua mesum itu langsung ciut. Mereka tentu tahu, siapa pria yang berdiri melindungi gadis di hadapan mereka itu, kedua pria mesum itu tampak terdiam beberapa saat dengan wajah yang memucat. Sial, mereka telah mengusik seorang Alfarez.

"Pergi sekarang juga, atau aku akan membuat kalian kehilangan tangan?!" Teriak Danu.

Kedua pria tua itu langsung kabur, setelah membayar tagihan mereka dan meninggalkan bar itu dengan segera sebelum Danu Alfarez melakukan ancamannya.

"Bagus sekali Dara Ameera. Alih-alih bekerja di perusahaanku, kau lebih memilih bekerja sambil menjual tubuhmu di sini. Ck, kau sungguh tidak tahu malu," cela Danu.

Dara mengepalkan kedua tangannya. Ia sungguh marah dengan ucapan Danu barusan, yang seolah mengatakan dirinya adalah seorang pelacur. Di mata Danu, ia sungguh benar-benar tidak bernilai.

"Ya kau benar. Aku memang tidak tahu malu! Tapi, ini semua bahkan lebih baik untukku, ketimbang aku harus bekerja di perusahaanmu, dan menjadi objek bulan-bulananmu," ucap Dara.

"Kau! Beraninya kau berbicara seperti itu padaku! Apa kau tahu sedang berbicara dengan siapa?" geramnya.

Dara tertawa sinis. "Aku tahu. Anda adalah tuan muda Alfarez yang kaya raya, bahkan kau bisa meminta seluruh tempat di penjuru dunia ini, untuk tidak mempekerjakan ku," ujarnya.

Danu mencengkeram bahu Dara dengan keras dan itu tidak luput dari pandangan Andra, yang tengah menyesap wine sembari menyaksikan drama kecil itu.

"Dara Ameera, bahkan saat kau sudah miskin seperti ini, kau masih saja begitu sangat sombong! Kau lupa ya, jika sekarang akulah yang berkuasa, hem? Aku bahkan bisa membeli hidupmu!" Geram Danu.

Dara kembali tertawa, "Iya iya, aku tidak lupa. Jika seluruh kota ini adalah milikmu Tuan Danu Alfarez yang terhormat. Terima kasih atas pertolonganmu." Dara membuka jas Danu, dan meletakkannya di atas meja, yang berada di samping pria itu. "Tapi, aku membawa jaket, di ruang ganti. Jadi, aku tidak membutuhkannya," sambungnya.

Danu yang merasa terhina, langsung menarik tangan Dara, wajahnya menatap Dara dengan penuh amarah. "Kalau begitu, katakan berapa harga yang harus ku bayar untuk menikmati tubuhmu?"

Plak!

Dara langsung menampar Danu dengan tangannya yang lain, sudah cukup! Apakah selama ini ia tidak puas telah membuatnya kehilangan pekerjaan, dan membuatnya terlunta-lunta di jalanan mencari-cari pekerjaan ke mana-mana, namun semua menolak mempekerjakannya. Danu tidak tahu bagaimana rasanya berada di keadaan seperti itu. Danu tidak tahu seberapa menderitanya ia selama ini karena perbuatannya.

"Kau keterlaluan Danu! Kenapa tidak sekalian saja, kau menyuruh orang untuk memutilasi tubuhku?!" teriak Dara. Tumpah sudah semua air mata yang telah ia tahan untuk tidak jatuh di hadapan Danu.

Entah dorongan darimana, Danu tiba-tiba menarik Dara ke pelukannya, mengusap rambut wanita itu dengan lembut, dan Dara menangis sembari mencengkeram kemeja Danu.

"Kau tidak tahu, bagaimana rasanya berada di posisi seperti ini," keluhnya yang di selingi dengan isak tangisnya yang semakin kencang.

Danu tidak menjawab, ia terus mengusap punggung Dara untuk menenangkannya.

Andra tersenyum melihat itu semua. "Anak itu, masih saja mengelak jika sebenarnya ia peduli kepada Dara. Ck, ck, dasar bocah," kekehnya.

Dara ingin berteriak di hadapan Danu, dan mengatakan betapa berat hidupnya selama ini, dan meminta Danu untuk tidak menambahkan penderitaan lagi dalam hidupnya. Ayahnya yang di penjara, ia yang kehilangan harta dan kekayaan, dan ia yang harus banting tulang untuk memenuhi biaya hidup, sembari menangis sepanjang malam karena pedihnya hidup yang ia jalani.

Semua air mata itu tumpah di dada Danu, Dara bahkan memukuli dada pria itu dengan seluruh tenaganya. Memberikan rasa sakit nan sesak pada Danu, memberitahu seberapa sakitnya ia selama ini, danTangisan pilu itu telah berhasil meluluhkan hati Danu. Seluruh rencana yang sudah sangat lama tersusun di kepalanya, mendadak hilang entah ke mana. Danu tidak tahu, betapa sulitnya kehidupan Dara selama ini, ia pikir Dara baik-baik saja, mengingat wanita itu selalu terlihat ceria dan penuh senyum. Ternyata apa yang terlihat tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi, karena pasalnya hati dan perasaan seseorang tidak dapat di selami, dan di baca oleh oranglain.

Danu mendekap tubuh Dara dengan erat, ia tahu seharusnya ia tidak melakukan hal yang menurunkan harga dirinya seperti ini. Tapi ketika melihat wanita ini menangis di dekapannya, semuanya seakan sudah tidak penting lagi baginya, karena kini yang paling penting dari segalanya adalah Dara.

Setelah beberapa lama Dara menangis di pelukannya, wanita itu tiba-tiba saja mendorong tubuhnya dengan sedikit kasar, dan kemudian berlari meninggalkannya yang masih mematung, melihat sosok Dara yang perlahan menjauh dari pandangannya.

"Setelah melihat Dara seperti itu, apakah kau masih akan membuatnya menderita?" anya Andra, yang kini berada di hadapannya.

Danu menatap kemeja bagian depannya yang basah karena air mata Dara. Kemudian tanpa memedulikan ucapan Andra, pria itu mengambil jasnya yang berada di atas meja, dan mulai memakaikannya di tubuhnya.

"Danu!" seru Andra lagi.

"Iya, aku akan tetap menjalankan semua rencanaku. Puas?" ujarnya kesal. Saat ini ia sedang dalam mood yang tidak baik. "Ayo pulang. Aku akan menunggumu di mobil, kau pergilah membayar tagihan minuman kita!" Seru Danu, sembari melemparkan sebuah kartu kredit miliknya pada Andra, yang langsung di tangkap dengan cepat oleh pria itu.

Andra berdecak pelan, "Ck, aku bukan pembantumu!" sungut Andra, namun pria itu tetap berjalan untuk melakukan perintah Danu.

Danu memijat pelipisnya, pikirannya kacau dan ketika ia keluar dari bar tersebut, matanya menangkap sosok Dara dengan jaket tipis berwarna pink, tengah mengambil sepedanya yang terparkir di depan pintu masuk bar, dengan wajah yang terlihat sembab, wanita itu menaiki sepeda miliknya, dan mengayuhnya menuju jalan pulang.

Dada Danu berdesir, apakah wanita itu tidak kedinginan memakai jaket tipis seperti itu, di jam dua malam? Dan apa ia tidak takut mengayuh sepeda lusuhnya sendirian pada malam dini hari begini?

"Ini kartumu. Kenapa kau masih disini? Bukankah barusan, kau bilang akan menunggu di dalam mobil?" heran Andra.

Danu mengerjapkan matanya, dan melihat sekali lagi ke arah dimana Dara barusan mengayuh sepedanya, dan sosok itu sudah hilang. "Ayo pulang!" ajak Danu. Pria itu bergegas menuju mobilnya bersama Andra.

"Ayolah, apa Dara berhasil mengacaukan seluruh rencanamu?"

"Diamlah. Atau aku akan meningggalkanmu disini!" teriak Danu kesal. Aish! Seharunya, ia pergi dengan Rio saja, setidaknya Rio tidak akan berani meledeknya, seperti yang di lakukan playboy cap gayung ini!

Andra memutar kedua bola matanya dengan kesal, "Ayolah, aku hanya bercanda. Kenapa kau begitu menyebalkan?" Sungut Andra.

"Kau mau masuk tidak?!" teriak Danu dari dalam.

Andra kembali berdecak pelan, dan memasuki mobil milik Danu.

Keesokan harinya, seperti biasa baik Danu maupun Dara, mereka mulai menjalankan aktivitas mereka masing-masing, Danu sibuk dengan tumpukan dokumen yang menumpuk di perusahaannya. Dan Dara yang sibuk mencuci tumpukan pakaian, dari rumah ke rumah.

Dara dan Danu, sungguh menjalani kehidupan yang sangat amat berbeda. Dulu, mungkin Dara tidak tahu bagaimana susahnya mencari uang. Tapi sekarang setelah  tahu, ia lebih menghargai uang. Ia tahu, jika semuanya sudah sangat terlambat, tapi setidaknya Dara sudah mau menabung sedikit demi sedikit, dari hasil gajinya selama ini.

Berbeda dengan Danu, pria itu kini telah menjadi pengusaha muda yang sukses bersama dengan Alby, mereka mengurus dan mengembangkan bisnis keluarganya masing-masing. Danu tidak pernah di pusingkan dengan biaya ekonomi, seperti Dara. Danu tidak harus berjalan terlunta-lunta mencari pekerjaan seperti yang di lakukan oleh Dara.

Bahkan di sela-sela kesibukannya, Danu masih bisa berkeliaran seperti sekarang. Dengan mengemudikan mobilnya sendirian, ia memperhatikan sosok Dara yang tengah bersandar di bawah pohon, pada sebuah taman. Wanita itu tampak terlihat sangat lelah, jujur sejak semalam dirinya merasa sangat tidak tenang karena wanita itu. Setelah ia menerima setumpuk informasi tentang Dara dari Rio, ia merasa dirinya begitu sangat kejam kepada Dara.

“Kenapa kau tidak datang ke perusahaanku Dara? Setidaknya itu lebih baik, daripada harus bekerja seharian tanpa henti seperti ini?” Danu membeo. Ia merasa pilu, membaca semua informasi pekerjaan Dara selama ini. Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana kedua tangan lembut itu, terus mencuci sepanjang hari tanpa henti.

Setelah melihat Dara dari kejauhan, kini Danu turun dari dalam mobilnya untuk menghampiri sosok Dara yang tengah bersandar di pohon dengan mata yang terpejam. Dengkuran halus terdengar dari bibir mungil wanita itu, diam-diam ia memerhatikan Dara yang terlelap. Ia tahu Dara tidak memiliki waktu yang cukup untuk tidur nyenyak, karena ia harus terus bekerja keras untuk mendapatkan uang.

Namun, tiba-tiba saja dengkuran halus itu berubah menjadi gumaman-gumaman yang tidak jelas di telinga Danu, wajahnya tampak terlihat tidak tenang. Danu mulai atak, ia langsung menyentuh dahi Dara, dan terkejut ketika dahi wanita itu terasa sangat panas.

“Dara! Dara!” serunya, sembari menepuk wajah Dara, meminta agar wanita itu membuka kedua matanya.

“Dara! Dara!” ulangnya lagi, namun sama seperti sebelumnya, tidak ada respons apa pun dari wanita itu. Dara hanya kembali bergumam tidak jelas.

Danu mengusap wajahnya kasar, sekali lagi ia menurunkan egonya untuk Dara. Ia langsung mengangkat tubuh Dara dan membawanya ke dalam mobil. Ya tuhan, ia sudah sangat panik melihat Dara seperti ini. Hal yang terlintas di benaknya hanyalah, ia harus membawa Dara secepatnya kepada Andra, untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang terbaik. Hanya Andra yang bisa membantunya, karena jika ia membawa Dara ke rumah sakit lain, ia akan topik utama di seluruh media besok.

Setelah memasangkan seatbelt untuk Dara, ia bergegas melajukan mobilnya ke rumah sakit Andra. “Bertahanlah Dara …. “ gumamnya. Ia tahu jika ia sangatlah berlebihan, Dara hanyalah sedang demam. Tapi ia sudah atak setengah mati, seolah Dara sedang di ujung maut.

Untuk pertama kalinya dalam hidup Danu, seorang wanita mengacaukan hidupnya seperti ini. ‘Dara Ameera, apa yang sudah kau lakukan padaku?’ batin Danu.

Senja Bulan Juni

Hallo, terima kasih untuk yang sudah membaca Dara Ameera selama ini.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status