Share

4. Diceraikan

Tiba-tiba datang seorang lelaki berusia Tiga Puluh tahunan lebih, masih memakai pakaian kantor. Jas mengkilap dengan celana rapi padahal hari sudah hampir gelap, namun garis celana bekas setrikaan masih jelas tercetak di kaki panjangnya.

"Apa Anda suami Nisa? Dia ada di dalam," ucap Ferdi sambil berdiri ketika pria itu berhenti tepat di depannya. Memandangnya dengan tatapan merendahkan karena pakaian yang dikenakan Ferdi saat itu sangat lusuh, dan usianya terlihat lebih muda darinya.

Tanpa kata, pria itu memasuki ruangan Nisa dan berdeham cukup keras, mengagetkan wanita itu.

Nisa membalikkan badannya ke arah suara. "Kenapa kamu datang?" tanyanya terkejut begitu melihat kehadiran sang suami.

Rif'at, suami Nisa mengangkat ujung bibirnya tersenyum sinis, menatap Nisa dengan tatapan jijik karena penampakan wanita itu sangat menyedihkan. Mata bengkak dengan wajah sembabnya.

"Bukankah kamu yang memintaku datang. Kenapa ekspresimu seperti itu? Dasar cewek mesum." Tuduhnya tanpa belas kasihan

Nisa semakin terkejut mendengar tuduhan suaminya. "Apa maksud kamu, Mas. Aku senang kamu mau datang, aku terkejut karena mengira kalau kamu tidak mungkin mau datang kesini, tapi nyatanya kamu muncul," jawab Nisa jujur.

Dia dengan sekuat tenaga melawan sakit di kepalanya agar bisa duduk bersandar ke kepala pembaringannya, suaminya itu hanya menonton saja tanpa mau membantu.

"Alasan! Kamu selingkuh di belakangku kan! Lelaki itu pacar gelapmu, kan!" bentak Rif'at sambil menyentakkan kepalanya ke arah luar ruangan.

Nisa berjengit mendengar bentakan itu. "Bukannya kamu yang selingkuh, Mas. Kenapa melempar tuduhan tak berdasar kepadaku?" ucap Nisa pelan namun tegas, dia tidak ingin ada orang yang terganggu dengan perdebatan mereka, apalagi mereka ada di rumah sakit.

"Cih, aku sudah muak sama kamu, Nisa. lebih baik kita sampai disini saja, lepas pulang nanti bereskan semua barangmu dan pergi dari rumahku," ucap Rif'at dingin.

"A-apaaa maksud kamu, Mas?" tanya Nisa bingung.

"Kamu ku ceraikan. Kamu ku talak, sekarang kamu hanya mantan istriku saja." Selesai mengucapkan kalimat itu, Rif'at pergi meninggalkan Nisa yang masih syok.

Ferdi yang masih menunggu diluar, duduk di kursi panjang, heran melihat Rif'at pergi begitu saja. Memang dia mendengar sedikit pembicaraan mereka, tapi dia juga ikut syok mendengar kata cerai keluar dengan mudahnya dari mulut pria yang terlihat lebih dewasa darinya.

Rif'at sangat mirip dengan mantan istrinya yang suka minta cerai padahal dirinya sangat memegang teguh agar kata talak itu tidak keluar dari mulutnya, hingga ibu dari anaknya itu menggugatnya ke pengadilan dan memaksanya melepas ikatan suci itu yang berakibat fatal dengan perkembangan anaknya.

Ferdi beranjak dari kursinya dan kembali masuk ke ruangan, melihat Nisa yang duduk di pinggir brankar dengan kaki terjulur, sepertinya wanita itu sangat syok.

"A-aku... antar aku pulang saja. Aku tidak apa-apa," ujar Nisa pelan, terdengar jelas kesedihan di suaranya.

Ferdi tidak tega melihat Nisa yang terpukul, dijenguk suami bukannya dikasihani dan mendapat kenyamanan malah dicerai. Sudah terpuruk malah didorong ke jurang yang paling dalam.

"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan mengurus administrasinya dulu," ujar Ferdi akhirnya lalu kembali berjalan keluar meninggalkan Nisa.

"Maaf, aku mendengar pembicaraan kalian tadi. Apa kamu mau diantar ke rumah suamimu?" tanya Ferdi menghentikan langkahnya ketika tiba di ambang pintu dan berbalik menatap Nisa.

Nisa mengangguk. "Aku harus membereskan semua pakaianku, kan?" ucapnya dan air matanya kembali mengalir tanpa bisa dicegah.

"Lalu, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Ferdi penasaran.

"Mencari pekerjaan. Sebagai pembantu pun boleh karena diusiaku seperti ini belum tentu dapat bekerja di kantoran. Aku butuh uang dengan cepat," jawab Nisa, rencana itu terlintas di kepalanya begitu saja.

"Kalau begitu, aku bisa kasih kamu pekerjaan kalau kamu mau. Kebetulan pengasuh anakku mengundurkan diri hari ini," ujar Ferdi lagi.

Nisa mengangkat wajahnya menatap Ferdi bagai penolongnya. "Boleh, aku mau," jawabnya penuh rasa terimakasih.

*

Mengurus administrasinya tidak terlalu memakan waktu yang lama. Kalaupun Ferdi melepaskan tanggung jawabnya, dia akan pergi meninggalkan Nisa dari tadi. Tapi dia tidak ingin ada masalah dikemudian hari, apalagi seandainya korbannya mengetahui siapa dia sebenarnya dan menggunakan kejadian ini untuk memerasnya.

Ferdi tersentak karena saat berbalik, Nisa sudah ada di belakanganya. "Kenapa kamu sudah disini? Apa kamu melepas infus itu sendiri?"

Nisa menggeleng. "Ada perawat yang masuk ke ruangan dan kubilang mau keluar, administrasi sedang diurus," jawabnya lemah yang ingin cepat-cepat keluar dari rumah sakit itu.

Setelah mendapat jawaban dari Nisa, Ferdi berjalan keluar menuju mobilnya tanpa suara, membiarkan Nisa mengikutinya dalam diam.

"Bagaimana kalau aku bekerja sebagai pembantu saja? Aku tidak percaya diri kalau harus mengurus anak kecil," ujar Nisa ketika Ferdi membuka pintu mobil.

Ferdi terdiam sejenak, berpikir tentang Nisa yang mungkin saja masih berkabung. "Baiklah, tidak masalah," jawab Ferdi akhirnya.

"Anu... apa ada rumah yang disewakan di dekat tempat tinggalmu?" tanya Nisa lagi sebelum Ferdi memasuki mobilnya.

Ferdi menarik kembali kakinya yang hampir menaiki mobil. "Kamu bisa tinggal di rumahku. Aku suka pekerja yang stand by Dua Puluh Empat jam," jawabnya mulai tidak sabaran, lalu masuk ke dalam mobil dengan cepat.

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa duduk di belakang? Memangnya aku sopir kamu?" ujar Ferdi ketika Nisa dengan mulusnya membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang.

"Oh, maaf," cicit Nisa terkejut.

"Cepat pindah ke depan," perintah Ferdi.

"Ba-baik," jawab Nisa gelagapan. Menghembuskan nafasnya gugup karena perbedaan sifat yang telah ditunjukkan lelaki itu. "Menyeramkan," gumam Nisa bergidik.

Seandainya dia tidak butuh pekerjaan, mungkin dia tidak akan menerima tawaran lelaki ini. Tapi dia harus sudah mendapat pekerjaan dan menerima gaji bulan depan, karena dia sudah akan memulai angsuran pinjolnya bulan depan.

"Dimana rumahmu?" tanya Ferdi setelah mereka keluar dari area rumah sakit.

Nisa mengatakan alamatnya yang ternyata merupakan perumahan yang cukup mewah, perumahan milik Ferdi. Ferdi jadi penasaran mengenai mantan suami Nisa, apa pekerjaannya dan bekerja di perusahaan mana sehingga mampu tinggal di perumahan miliknya yang tentu saja tidak murah.

Ternyata Rif'at ada di rumah, mobil sedan milik lelaki itu terparkir di teras rumahnya.

"Aku menunggumu disini atau ku suruh sopir menjemputmu nanti?" tanya Ferdi melihat mobil yang berwarna sama dengan miliknya, hitam mengkilap namun dengan jenis yang berbeda.

"Terserah Anda, Tuan," jawab Nisa mengubah penyebutannya terhadap Ferdi karena status mereka sudah berubah, majikan dan pembantu, apalagi setelah mendengar keketusan lelaki itu tadi.

Ferdi mengangkat sebelah alisnya menatap Nisa karena merasa aneh dengan sebutan itu, sesaat dia merasa Nisa seperti menciut di tempat duduknya.

"Baiklah, kalau begitu aku menunggu disini saja," ujarnya akhirnya.

Saat Nisa memasuki pekarangan rumah suaminya, dia melihat sekelebat bayangan Rif'at dari kaca depan. Sepertinya pria itu habis mengintipnya di jendela kaca.

"Oh, jadi benar kan kalau kamu selingkuh. Kamu senang kan, karena sudah bercerai denganku, kalian bisa tinggal bersama sekarang!" Suara Rif'at dengan nada puas langsung menghantam telinga Nisa begitu dia membuka pintu depan.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Trioboy
ya, tu suami tua soalnya. cakep kagak, heran kenapa si nisa mau dinikahi...
goodnovel comment avatar
Dila putri
akhirnya cerai juga aku lebih yes nisa cerai
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status