Sebenarnya Queen berberat hati menerima tawaran dari laki-laki kaya yang tidak ia ketahui namanya itu. Ia tak sanggup menaruh obat tidur pada sosok yang ada dalam foto.
Queen sadar apa yang ia lakukan adalah sejenis kejahatan berskala kecil, menjebak orang dan membuat orang lain tidak sadar lalu memanfaatkan situasi merupakan perbuatan tercela. Meski Queen tidak tahu apa tujuannya. Namun, mengingat kondisi ibu membuat Queen terpaksa menerima semua.
Penyakit ibu harus segera dioperasi, Ia tidak ingin timbul penyakit lain jika hal tersebut tidak segera diobati. Apalagi selama ini Ibunya sering mengeluh kesakitan, itu membuat Queen tidak tega.
“Iya, bawa ke depan Angkasa Land Hotel, saya tunggu di halamannya!"
Pandangan Queen teralih pada sosok yang tengah mengangkat telepon di depannya. Mereka masih berada di halaman hotel. Tadi, pemuda kaya itu sempat sibuk dengan ponselnya. Sepertinya tengah melakukan pesanan untuk obat tidur yang akan digunakan untuk menjalankan misi.
“Lihat aja Bi, gue akan bikin lo hancur!" pemuda berjas itu menyeringai dengan menghentakkan tangan yang mengepal pada telapak tangan kirinya yang tengah memegang ponsel.
Queen bisa melihat kobaran kebencian pada sosok yang akan menjadi korban pemuda di hadapannya itu. Dalam hati Queen membatin, tak menyangka jika sosok dengan wajah tenang dan berkharisma ini memiliki hati yang kotor dan penuh dendam.
Apapun itu, Queen tak ingin tahu dan tak mau tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Yang Queen tahu, ia terpaksa melakukan ini demi untuk kesembuhan Ibu.
Setelah beberapa menit menunggu, seorang kurir berkostum hijau hitam dan helm senada menyerahkan sebuah kresek putih pada pemuda itu. Tak tanggung-tanggung, ia bahkan memberikan tip pada kurir tersebut.
“Ini!"
Dengan berat hati dan tangan gemetar Queen menerima benda tersebut.
“Bawakan dua gelas wine dan satu botol wine. Satu gelasnya kamu berikan obat tidur!" ucap lelaki itu memberi instruksi dan Queen hanya mengangguk mengiyakan.
“Perhatikan orang difoto ini!" lelaki itu kembali memperlihatkan foto laki-laki yang akan menjadi korbannya.
Queen memperhatikan dengan seksama, dalam hati ia meminta maaf pada lelaki tersebut.
“Maafin saya ya, mas! Semoga tuan muda ini gak melakukan sesuatu yang membahayakan nyawamu! Saya terpaksa melakukan ini untuk biaya berobat ibu saya!" lirih Queen dalam hati.
“Nanti saya akan mengajak dia duduk bersama, saat kami berdua kamu bisa langsung antar minuman ke kami!"
Lagi-lagi Queen hanya bisa mengangguk. Ia tak menyangka akan menjadi komplotan orang jahat seperti ini.
“Gampang, kan?"
Lelaki itu memastikan dengan wajah tersenyum bangga. Sedangkan Queen hanya bisa menjawab dengan anggukan dan senyum terpaksa.
Setelah itu mereka langsung kembali ke dalam garden. Bergabung dengan yang lain. Semua tengah menikmati party.
Lelaki tadi terlihat menuju pada sekumpulan rekannya yang tengah berdiri sambil berbincang di sisi kue ulang tahun yang sudah sisa sepotong karena sudah dibagikan ke tamu undangan.
Sedangkan Queen langsung mencari tempat aman untuk melaksanakan misi, ia memilih tempat yang paling sudut. Sebuah meja yang dilindungi oleh sebuah pohon berhiaskan pita dan lampu tumbler.
Namun, langkahnya harus terhenti saat seseorang menyapanya.
“Darimana aja Queen?"
Dengan ragu Queen menoleh pada sumber suara. Terlihat Aan, pelayan laki-laki sedang membawa nampan berisi kue tengah menatapnya.
Queen tersenyum, sambil merapatkan dua kaki salah tingkah. “Emmnt, aku habis dari toilet!" Ia menampakkan gelagat orang yang baru selesai buang air.
Beruntung Aan tak mengintrogasinya lebih lanjut, pelayan itu dipanggil oleh seorang tamu. Meninggalkan Queen yang masih ditemani rasa takut dan cemas pada apa yang akan dilakukan.
Dengan ragu ia mencari keberadaan Lili di seantero taman. Dari jauh ia bisa meli6 Lili tengah mengantar beberapa jus pada kumpulan perempuan yang duduk di pinggir kolam. Setelah itu barulah ia melangkah menuju meja yang sudah menjadi target tempat melaksanakan misi.
Semua berjalan lancar, dari jauh Queen terus memerhatikan sosok pemudah itu. Terlihat ia sedang berbincang dengan beberapa temannya disana.
“Seandainya Becca ada di sini, pasti kita jadi two best couple of the night ya, Bi!" ujar Mela, wanita yang di kepalanya terdapat mahkota kecil. Sedangkan di bahunya terdapat slempang berwarna emas dengan tulisan ‘Happy Birthday Queen Mela'.
Sedangkan laki-laki bernama lengkap Biyan Xavier Utama itu hanya tersenyum simpul. Pemuda berkulit putih dengan hidung mancung dan bibir merah tebal itu memang sosok yang cuek. Ia terlihat dingin dan hanya akan berbicara seadanya saja. Meski begitu ia bisa mendadak jadi orang yang paling cerewet jika suasana hatinya sedang baik dan tidak baik. Tergantung dengan siapa lawan bicaranya.
Meski cuek, tapi sekali senyum sosok Biyan bisa membuat siapa saja langsung meleleh seketika.
Gedy, kekasih Mela langsung merangkul gadis bintang tamu di acara itu. “Ya dong, Han. Kan si Andre sama Axel pada jomblo akut semua!" serunya sambil meledek dua sosok pria tampan yang ada diantara mereka.
Tak bisa dipungkiri, circle mereka memang memiliki paras yang seperti serpihan berlian semua. Memiliki kehidupan yang sempurna tentu membuat mereka memiliki kulit mengkilau seperti berlian.
“Ck, kalau begini gue pengen secepatnya otw cari gebetan!"
“Nah, gitu dong gercep!" puji Mela sambil menepuk lelaki berjas abu-abu.
“Heh, bukannya katanya Papi lo udah nyiapin calon?" sergah kekasih Mela lagi.
“Ck, gue malas dijodoh-jodohin. Kolot banget!"
“Dahlah, gue malas bahas ginian! Mau minum dulu!" potong Axel yang kemudian bersiap melangkah.
Sedangkan sosok Biyan yang sedari tadi hanya tersenyum, tak berniat menimpali obrolan antara Mela, Andre dan Gedy.
“Gue juga mau deketin Angel dulu!" Andre mengedikkan mata. Lalu beranjak lebih dulu. Membuat Mela dan ketiga sahabatnya hanya geleng-geleng.
“Kalau soal cewek aja gercep!" timpal Biyan berceletuk.
“Namanya juga buaya!"
“Udah ah, mau minum dulu!"
“Ikut, Xel!"
“Come on, dude!"
Axel dan Biyan lalu meninggalkan Mela dan Gedy. Sejoli yang sudah menjalin cinta monyet sejak SMA itu hanya tersenyum.
“Kamu pergi juga lah, Han! Aku mau gabung sama my girl squad dulu!" seru Mela. Lalu keduanya pun berpencar mencari kesenangan masing-masing untuk menikmati acara.
Sedangkan Biyan dan Axel duduk sambil menikmati minuman yang disuguhkan oleh pelayan.
Namun, tiba-tiba Biyan terlihat memegangi pangkal hidungnya setelah menghabiskan segelas wine.
“Kenapa, Bi?" Axel melipat menepuk bahu Biyan yang terlihat beberapa kali menguap. Lalu tangannya kambelu teralih memencet pangkal hidungnya.
“Hmmmnt!" Biyan berdehem sambil menggelengkan kepalanya yang tiba-tiba terasa berat.
“Kepalaku sakit!"
“Karena minum?" tanya Axel memastikan. Sebab Biyan memang sangat jarang mengonsumsi alkohol.
Biyan kembali menggeleng. “Gak tau!"
“Tapi gue juga mendadak mengantuk!" ucapnya setelah meutup mulut yang kembali menguap.
“Yah masa ngantuk, belum jam berapa, Bi! Kamu bocah banget sih!"
“Gak tahu, tapi gue mau tidur, Xel!” Seketika Biyan menjatuhkan tubuhnya di sofa. Ia benar-benar diserang kantuk berat.
Axel yang melihat itu langsung mencoba membangunkan Biyan.
“Bisa tolong bantu!" perintahnya pada sosok pelayanan yang berada tak jauh dari mereka.
Pelayan itu lalu bergegas membantu. Axel dan pelayan tersebut memampah Biyan.
Andre yang dari jauh melihat itu, langsung berteriak. “ Oi, Xel! Biyan mau kamu bawa kemana?" tanyanya yang tengah berkumpul dengan beberapa gadis di pinggir kolam.
“Biasa, tahu sendiri dia gak bisa minum!" ujar Axel. Membuat Andre mengerti. Ia ingin membantu tapi tak mau meninggalkan kesempatan mendekati Angela, salah satu anak konglomerat terkenal itu.
“Jadi mau dibawa pulang?"
Axel mengangguk.
“Sorry gak bisa bantu!" teriak Andre. “Biasa!" ujarnya sambil memberi kode pada Axel.
Axel yang paham hanya mengangguk dan segera meneruskan langkah.
To be continued...
Di dalam mobil menuju jalan pulang, Queen hanya banyak diam. Ia tak menyangka tindakan dan keputusannya tempo hari harus berakhir pada pernikahan dengan orang yang tak diharapkan. Jangankan baginya, bagi Biyan pun jelas ia bukanlah hal yang ingin dituju, sama sekali tak masuk dalam kriteria lelaki itu, Queen sangat sadar akan hal itu. Pernikahan bukanlah akhir yang mereka harapkan, tapi mau dikata apa, nasi benar-benar sudah menjadi bubur dan ini semua karena ulahnya. Queen menoleh mencuri pandang pada Biyan yang nampak diam menahan emosi. Jika tak ada supir dan orang kepercayaan daddy-nya mungkin Queen benar-benar dihabisi sejak tadi. Kilatan emosi nampak terpancar nyata di raut wajah pria muda itu. “Gimana caranya minta maaf sama dia.” Gadis itu menunduk, meremas ujung dressnya. Air matanya menetes saat itu juga. Sungguh ia merasa menjadi orang yang paling jahat, sudah menghancurkan kehidupan seseorang. Tanpa sadar, suara napas Queen yang berusaha menahan tangis agar tak dide
Di bagian bumi yang lain, tepatnya di negara yang kerap dijuluki sebagai Negeri Paman Sam. Seorang wanita tampak syok ketika mendapat kiriman sebuah foto berupa sang kekasih yang tengah tidur bersama wanita lain. Ia yang baru hendak mengistirahatkan tubuh malam itu langsung bergegas meraih benda pipih miliknya yang sedang tercharger. Namun, sayangnya nomor yang dituju malah tidak aktif. “Tega kamu, Bi!” lirihnya sembari menutup mulut tak percaya. Hatinya benar-benar sakit dan merasa dikhianati. Padahal hubungan mereka sudah berjalan setahun, dan selama ini ia begitu percaya pada Biyan. Namun, apa ini sekarang? Dari nomor tak dikenal, ia mendapat foto tersebut. “Aku pikir kamu akan setia sampai aku selesai menyelesaikan pendidikan di sini, tapi apa ini?" lirih wanita itu, ia luruh ke lantai dan bersandar di sisi tempat tidur. Tak kuasa membendung air mata, ia menangis sesenggukan seorang diri sambil mengirim rentetan pesan pada sang kekasih. Belum juga reda, ia kembali mendapat pes
Sementara itu, di sebuah pemukiman padat penduduk. Tepatnya di sebuah bangunan berukuran enam kali lima yang dijadikan kostan oleh pemiliknya itu nampak seorang gadis mengenakan daster dengan rambut dicepol asal terlihat gusar. Ia terus mondar mandir dari ujung teras kost, ke ujungnya lagi.Gadis itu adalah Lili. Jam menunjukkan hampir 10 malam, tapi Queen belum juga pulang. Membuat rasa khawatirnya memuncak memikirkan kondisi gadis si pemilik nama cantik yang hidupnya tak secantik dan seberuntung namanya itu.Ya, gadis lugu berwajah datar, namun menggemaskan itu bahkan bisa membuatnya iba saat pertama kali melihat sorot mata menyedihkan dari Queen yang pada saat itu bertemu dengannya saat di toilet rumah makan."Pasti ini kali pertamanha lo pergi merantau, kan?" Begitu pertanyaan yang Lili layangkan sambil mulai memutar keran air untuk membasuh tangan. Saat itu ia melihat sosok gadis menyedihkan yang sedang membasuh wajah tepat di sampingnya.Bertemu dengan Queen membuat Ia teringat d
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me