Share

4. Di Tempat Berbeda

“Sa-saya mau!"

“Bagus!" Pria pemilik rencana itu tersenyum senang, misi briliannya akan segera terlaksana tanpa hambatan. 

Entah apa permasalahan yang sebenarnya terjadi antara ia dengan pria yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur itu, kelihatannya pemuda itu terlihat begitu bahagia atas apa yang telah direncanakannya.

“Ya udah, sekarang kamu tidur di sampingnya!" perintah orang asing tersebut.

Dengan rasa was-was Queen tak langsung beranjak, Ia kembali menyilangkan tangan di depan dada dan dengan ragu menyampaikan keraguan.

“Cuma foto aja, kan ya?"

“Iya!"

“Gak akan disebar juga kan?!"

“Ck, Iya! Bawel banget sih!" Lelaki yang sepertinya kesabarannya sudah habis itu pun meninggikan nada bicaranya. 

Namun, bukannya takut Queen malah balik ngegas. Ia tak perduli lagi dengan apa yang bisa dilakukan oleh lelaki ini karena memiliki status sosial yang lebih tinggi darinya.

“Ya santai aja dong Pak, saya kan cuma nanya!" gerutu Queen membela diri. 

Membuat laki-laki itu membelalakkan mata, tam menyangka jika seorang pelayan ini beranj melawannya. Tapi ia tak beh emosi, bisa-bisa rencananya gagal.

Setelah melewati perdebatan yang cukup sengit, akhirnya Queen sudah berbaring beralaskan lengan lelaki itu. Terlebih dahulu si pemilik rencana membuka jas yang melekat lalu membuangnya asal ke lantai marmer.

Dalam hati Queen ingin sekali menangis, ini pertama kalinya ia tidur satu ranjang dengan laki-laki. Terlebih lagi dia adalah orang asing dan pengalaman pertamanya ini malah dilakukan karena sebuah rencana picik. Mendadak Queen merasa jadi orang yang paling jahat karena sudah bersekongkol melakukan hal keji.

“Mau apa lagi?" tanya Queen heran saat pria yang tadi sudah memegang ponselnya itu mendekat ke arah ranjang sambil tersenyum.

“Diginiian sepertinya akan makin perfect!" 

Mata Queen membola, lelaki itu malah membuka kancing kemeja pria yang tak sadarkan diri ini. Ia ingin protes tapi sudah kepalang tanggung, toh situasi dan posisinya sudah seperti ini. Queen hanya bisa pasrah, selagi Ia tak disuruh melakukan hal yang tidak-tidak, kemudian direkam. Tentu ia akan menolak dan membrontak kabur.

“Peluk dia!" lelaki itu kembali memberi arahan.

“Selimutanya agak sedikit di tarik!"

Dengan berat hati dan ragu Queen mengenyampingkan badan lalu melingkarkan tangan di tubuh pria itu. Matanya langsung menyorot roti sobek di perut pria yang kelihatan kurus tapi tubuhnya ternyata sangat ideal jika dilihat langsung seperti ini. Seketika Queen menelan ludah kasar, tak ingin mengotori pikiran ia segera menutup mata. Entah mengapa jantungnya jadi berdegub kencang seperti ini. Jangan bilang karena yang menjadi pelukan pertamanya adalah lelaki kaya, tampan dan bening. Hmmmnt!

“Coba kamu juga buka kancing baju, sampai bahunya kelihatan!"

“Apa?"

Queen yang sedang menjalankan aksi langsung berteriak nyalang. Namun, segera bungkam saat lelaki itu memberi isyarat untuk tidak ribut.

“Kenapa harus buka baju juga?" protes Queen dengan berbisik.

“Gak sampai buka baju, yang penting bahu kamu kelihatan!"

“Dosa dilihat yang bukan mahram!" Queen mencoba menceramahi. Namun, bukannya didengar, ia malah mendapat serangan balik.

“Gak usah bawa-bawa dosa, yang kamu lakukan sekarang ini juga udah dosa!" tegas lelaki itu dengan wajah menyebalkan.

Glek...

Queen menelan ludah kasar. Ucapan pria itu bagai petir yang menyambar. 

“Setuju dengan rencana saya juga dosa, tidur dengan dia juga dosa! Udah terlanjur, jadi kamu nurut aja! Toh, saya gak suruh kamu nidurin dia beneran!" ketus pria itu panjang lebar. Wajah tampannya terlihat menyebalkan.

Akhirnya Queen pun melakukan sesuai perintah dan arahan dengan berberat hati, mengutuki keputusan yang dipilih . Namun, rasa cemasnya selalu saja dipatahkan setiap kali mengingat kondisi Ibuk.

****

Saat pagi masih gelap, matahari belum nampak sepenuhnya. Laki-laki yang semalam tertidur karena pengaruh minuman itu terlihat mengerjapkan mata. Perlahan kelopak matanya terbuka sempurna.

Sambil memijat pelipis ia terlihat mengamati seantero ruang yang terlihat masih samar dalam penglihatan.

Ruang mewah? Kamar? Bagaimana bisa disini?

Seketika ingatannya langsung tertuju pada birthday party Mela. Rententan kejadian terputar di kepala, mulai dari saat ia berangkat bersama tiga sahabatnya lalu tiba di tempat acara, yang ternyata adalah hotel milik kakak iparnya. 

Hingga saat dimana ia minum dan setelahnya tak mengingat apapun lagi.

“Ahkk! shettt!" Lelaki bernama Biyan itu mencoba bangun sambil mendesah. Kepalanya terasa berat.

“Sepertinya di kamar hotel?" Sambil bersandar mata Biyan menatap sekitar.

Pandangannya terarah melihat kancing kemeja yang terbuka, bahkan jasnya tergeletak di lantai.

Ia tak mempermasalahkan kenapa teman-temannya tak membawanya pulang sebab Biyan tahu jika ia pulang dalam keadaan seperti ini, dipastikan keluarganya pasti langsung marah melihat kondisinya.

Tangan Biyan tergerak meraih ponselnya. 

“Sial, malah lowbat!" gerutunya sambil mengancing kemeja lalu memunguti jasnya dan segera beranjak dengan kepala pusing.

“Loh Biy, pagi-pagi sudah disini?" 

Sapa seorang pria saat Biyan melangkah di area lobby. Ia yang berjalan sempoyongan sambil memegang pangkal hidung pun langsung menoleh ke sumber suara.

Biyan tersenyum saat melihat sahabat kakak iparnya yang ternyata menyapa.

“Eh, Iya Bang Dit, semalam kebetulan ada party disini!" jelasnya yang mana membuat laki-laki bernama Dito itu mengangguk.

“Duluan, bang!" 

“Siap! Take care!"

Setelah berpamit Biyan langsung menuju basemen mencari keberadaan mobilnya lalu melaju. Ia hendak pulang ke rumah.

Berhubung pagi masih belum begitu terang sehingga kemacetan ibu kota belum begitu parah membuat Biyan bisa sampai rumah tepat waktu tanpa hambatan macet.

Ia turun dari mobil, di teras terlihat seorang laki-laki tua yang tapi berkharisma terlihat tengah berdiri menunggu sesuatu. Sementara Biyan yang melihat sosok Daddynya berdiri disana seketika menampakkan wajah stabil. Tak ingin mendapat ceramah pagi.

“Morning Daddy!" 

Alfin menoleh pada sosok putra bungsunya. 

"Pagi, Bi!" 

“Baru pulang?" tanya Pak Alfin yang tadi tak melihat Biyan ikut sarapan bersama.

“Iy dad, ketiduran di rumah Gedy!"

Pak Alfin mengangguk samar mendengar jawaban anak bujangnya.

“Aku masuk dulu ya, Dad!"

Biyan lantas masuk ke dalam rumah mewah. Di ruang tengah ia berpapasan dengan Om Sam yang merupakan asisten Pak Alfin sejak masih muda dulu.

“Mau kemana om?" sapa Biyan.

Pak Sam yang buru-buru sambil membawa tablet di tangannya menoleh ramah.

“Ada pertemuan komisaris, Bi. Tab Daddy kamu ketinggalan makanya om balik ke ruang kerja!"

Obrolan mereka terhenti saat Biyan naik ke lantai atas tempat kamarnya berada.

Sedangkan Pak Sam yang berjalan sambil membawa tab nampak melongo saat membaca sebuah berita yang muncul di notifikasi utama saat ia menyalakan tab tersebut.

Pak Sam tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, dengan wajah tegap dan cepat Ia buru-buru menuju teras.

“Pak Al!"

Pak Alfin menoleh setelah sekilas melirik jam tangan.

“Udah ada?" tanyanya memastikan, namun Pak Alfin langsung menyerngitkan kening ketika melihat wajah panik yang ditunjukkan Sam.

“Why?" tanyanya yang mengerti betul dengan situasi seperti ini.

Tanpa sepatah katapun Sam langsung menunjukkan layar tablet yang mana langsung membuat wajah Alfin melongo dengan mata membola. Dadanya terlihat naik turun. 

“Biyan!" lirih Pak Alfin dengan raut wajah marah. Dengan amarah memburu ia berbalik masuk ke dalam rumah.

To be continued....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status