“Biyan!" sosok lelaki berkharisma itu terlihat begitu marah setelah melihat berita yang baru saja dibacanya.
Ia berteriak memanggil nama sang anak yang sedang berada di kamar. Teriakan Alfin membuat seisi rumah datang menghampiri. Bahkan para pelayan yang sedang sibuk melakukan tugas ikut terkejut, majikan mereka sangat jarang marah. Tapi sekali marah begitu menyeramkan. Hanya kepala pelayan saja yang berani berlari ke arah ruang tengah.
“Biyan, turun kamu!" guratan urat di leher itu seperti tertarik saking emosinya.
“Mohon maaf tuan, Tuan muda Biyan belum pulang." Kepala pelayan mencoba menengahi tanpa tahu orang yang dicari baru saja pulang.
“Dia sudah pulang, bi! Tolong panggil ke ruang keluarga, saya mau bicara!" ucap Pak Alfin terlihat menahan emosi agar tak melampiaskan amarah pada orang yang tak bersalah.
Kepala pelayan nampak manggangguk lalu segera naik ke lantai dua untuk memanggil Biyan.
Sedangkan Wanita tua yang juga masih kelihatan cantik baru saja tiba setelah mendengar teriakan sang suami yang memekakan telinga di pagi buta.
“Ada apa, dad? Kenapa pagi-pagi sudah berteriak?" tanyanya penasaran.
“Bukannya udah berangkat, kenapa masih di rumah?" cecar Mommy Jessica. Sedang dari arah lain sapasang orang tua yang sudah renta terlihat masuk juga.
“Ada apa, Al? kenapa pagi-pagi sudah ribut?" tanya wanita tua yang merupakan oma Biyan, ibu dari Alfin.
Namun, Pak Alfin malah diam. Membuat semua beralih menatap Sam yang baru saja tiba dan berdiri di sampingnya.
Sam sama sekali tak menjawab, sebab ia tahu Alfin pasti akan mengatakan semua saat sudah di ruang keluarga.
“Alangkah bagusnya kita berkumpul di ruang keluarga dulu,” ujar Sam memberi saran.
Meski dengan raut wajah penasaran semua tetap melangkah menuju ruang keluarga yang berada di sisi kolam renang, terdapat ruang luas dengan jendela kaca menghadap kolam.
Jessica terus mengusap bahu suaminya, mencoba menenangkan. Semua sudah duduk di sofa.
“Sebenarnya ini ada apa?" tanya Pak Surya, Ayah Alfin.
Alfin menghembuskan napas berat, tak kuas menyampaikan berita yang baru saja diperlihatkan oleh Sam barusan.
“Biyan!" sahutnya dengan tegas.
“Biyan kenapa?" sahut Jessica penasaran akan apa yang sebenarnya dilakukan anak bungsunya sehingga suaminya menjadi murka seperti ini, bahkan sampai tak jadi ke kantor.
“Anak itu benar-benar keterlaluan!”
“Ulahnya benar-benar mencemarkan nama baik keluarga, bikin malu."
Alfin terus saja mengomel tanpa mau menjelaskan alasannya. Membuat semua geram dan penasaran ingin tahu.
“Ya, makanya kenapa? Jangan bikin penasaran Al!" sahut Oma Fera.
Sementara Jessica masih diam dan mencoba menerka. Di saat yang bersamaan Biyan yang sama sekali belum mandi datang bersama kepala pelayan.
“Ada apa, aku baru mau mandi ..., ” ucapan Biyan terhenti seketika.
Keningnya langsung mengkerut saat melihat semua berkumpul di sana. Bahkan Daddynya yang katanya akan pergi malah berada disana juga.
“Duduk!"
Biyan menelan ludah kasar saat melihat raut wajah Daddy yang diliputi emosi. Seketika perasaan Biyan jadi carut marut memikirkan kesalahan apa yang ia perbuat sampai harus mengadakan pertemuan seperti sidang begini.
“Bi!" lirih Mommy penuh selidik, takut anak bungsunya melakukan sesuatu seperti yang suaminya katakan. Sungguh Ia tak percaya sebab ia tahu betul anaknya bukanlah sosok pembuat onar.
Biyan hanya mengangkat alis, mengisyaratkan tanya kepada Mommy 'Kenapa, Mom?' Ia sebenarnya tahu apa yang Mommynya khawatirkan. Bahkan Biyan pun merasa was-was, ia tahu kesalahannya. Tapi tak mungkin membuat sang Ayah sampai marah seperti ini hanya karena minum. Ia bahkan pernah mabuk sampai teler tapi Daddy hanya memberi nasehat tak sampai seperti ini.
Baru Biyan mendudukkan diri di sofa. Alfin langsung melangkah ke arahnya.
Plak
Dua tamparan sekaligus mendarat di kedua pipi Biyan
“Keterlaluan kamu, Biyan!" sentak Alfin emosi.
“Daddy!"
“Al!"
Teriak semua, kecuali Sam yang tahu duduk permasalahan hanya menunduk saat melihat hal tersebut.
Tak tega melihat putranya diperlakukan demikian, Jessica langsung menghampiri Biyan dan memeluk putra bungsunya.
“Daddy, cukup!" teriak Mommy.
“Sebenarnya ini ada apa?" teriak Pak Surya menengahi sambil menghentakkan tongkatnya di lantai agar semua diam.
Sedangkan Biyan hanya terpaku sambil memagangi pipinya yang terasa perih. Ia terus memikirkan apakah kesalahannya sebesar itu sampai diperlakukan demikian.
“Kamu mau mengakui kesalahanmu sendiri atau Daddy yang harus bilang semuanya?" Alfin yang masih berdiri terlihat menatap ke depan dengan sorot penuh amarah.
“Lebih baik kamu bilang sebelum Daddy semakin marah, sayang!" dengan lembut Mommy mengusap punggung Biyan.
Lelaki muda itu mendongak dengan masih memegang pipi yang terasa pedih, bersiap mengakui kesalahan.
“Aku akui aku salah karena sudah minum, tapi itupun cuma sedikit."
Semua nampak tercengang, merasa berlebihan jika hanya karena soal minuman Alfin sampai memarahi putranya seperti itu.
“Apa lagi?" sergah Alfin mengintrogasi.
“Maaf, dad, tadi malam aku hanya melakukan itu, tidak ada yang lain." ujar Biyan apa adanya.
“Aku tidak pulang karena menginap di rumah Gedy."
“See! Cucuku hanya minum tapi kamu sampai menampar dan memarahinya seperti ini, Al!" protes Oma Fera membela sang cucu.
Namun Alfin sama sekali belum puas, sepertinya ia mengharapkan jawaban yang lain.
“Daddy beri kesempatan sekali lagi padmu Biyan Xavier Utama agar kamu mengakui kesalahan besar apa yang sudah kamu perbuat!" Bahkan Alfin sama sekali tak menghiraukan ucapan sang ibu.
“Dad!" Mommy menggeleng tak setuju.
“Mengakui apa lagi?"
"Biyan sudah mengakui dan kamu marah besar hanya karena kesalahan kecil yang anakmu lakukan, ini keterlaluan!" sergah Mommy Jessica yang tak terima. Ia tahu tabiat suaminya memang tegas dan keras pada sebuah kesalahan tapi kali ini sangatlah berlebihan.
“Sepertinya Biyan tidak mau mengaku!" Alfin menatap Biyan yang masih menunduk tak mengerti.
Membuat bapak-bapak itu lalu menoleh pada Sam. “Berikan berita yang tadi!"
Dengan sigap Sam lalu menyalakan tab dan menyerahkan tepat pada berita yang dilihatnya.
“Foto Biyan Xavier Utama, Pewaris utama Tiger's Group tersebar sedang bermesraan dengan seorang wanita."
Judul berita yang Alfin bacakan membuat semua tercengang. Dengan mata membelalak semua menoleh pada Biyan yang juga tak kalah terkejutnya mendengar berita tersebut.
To be continued...
Di dalam mobil menuju jalan pulang, Queen hanya banyak diam. Ia tak menyangka tindakan dan keputusannya tempo hari harus berakhir pada pernikahan dengan orang yang tak diharapkan. Jangankan baginya, bagi Biyan pun jelas ia bukanlah hal yang ingin dituju, sama sekali tak masuk dalam kriteria lelaki itu, Queen sangat sadar akan hal itu. Pernikahan bukanlah akhir yang mereka harapkan, tapi mau dikata apa, nasi benar-benar sudah menjadi bubur dan ini semua karena ulahnya. Queen menoleh mencuri pandang pada Biyan yang nampak diam menahan emosi. Jika tak ada supir dan orang kepercayaan daddy-nya mungkin Queen benar-benar dihabisi sejak tadi. Kilatan emosi nampak terpancar nyata di raut wajah pria muda itu. “Gimana caranya minta maaf sama dia.” Gadis itu menunduk, meremas ujung dressnya. Air matanya menetes saat itu juga. Sungguh ia merasa menjadi orang yang paling jahat, sudah menghancurkan kehidupan seseorang. Tanpa sadar, suara napas Queen yang berusaha menahan tangis agar tak dide
Di bagian bumi yang lain, tepatnya di negara yang kerap dijuluki sebagai Negeri Paman Sam. Seorang wanita tampak syok ketika mendapat kiriman sebuah foto berupa sang kekasih yang tengah tidur bersama wanita lain. Ia yang baru hendak mengistirahatkan tubuh malam itu langsung bergegas meraih benda pipih miliknya yang sedang tercharger. Namun, sayangnya nomor yang dituju malah tidak aktif. “Tega kamu, Bi!” lirihnya sembari menutup mulut tak percaya. Hatinya benar-benar sakit dan merasa dikhianati. Padahal hubungan mereka sudah berjalan setahun, dan selama ini ia begitu percaya pada Biyan. Namun, apa ini sekarang? Dari nomor tak dikenal, ia mendapat foto tersebut. “Aku pikir kamu akan setia sampai aku selesai menyelesaikan pendidikan di sini, tapi apa ini?" lirih wanita itu, ia luruh ke lantai dan bersandar di sisi tempat tidur. Tak kuasa membendung air mata, ia menangis sesenggukan seorang diri sambil mengirim rentetan pesan pada sang kekasih. Belum juga reda, ia kembali mendapat pes
Sementara itu, di sebuah pemukiman padat penduduk. Tepatnya di sebuah bangunan berukuran enam kali lima yang dijadikan kostan oleh pemiliknya itu nampak seorang gadis mengenakan daster dengan rambut dicepol asal terlihat gusar. Ia terus mondar mandir dari ujung teras kost, ke ujungnya lagi.Gadis itu adalah Lili. Jam menunjukkan hampir 10 malam, tapi Queen belum juga pulang. Membuat rasa khawatirnya memuncak memikirkan kondisi gadis si pemilik nama cantik yang hidupnya tak secantik dan seberuntung namanya itu.Ya, gadis lugu berwajah datar, namun menggemaskan itu bahkan bisa membuatnya iba saat pertama kali melihat sorot mata menyedihkan dari Queen yang pada saat itu bertemu dengannya saat di toilet rumah makan."Pasti ini kali pertamanha lo pergi merantau, kan?" Begitu pertanyaan yang Lili layangkan sambil mulai memutar keran air untuk membasuh tangan. Saat itu ia melihat sosok gadis menyedihkan yang sedang membasuh wajah tepat di sampingnya.Bertemu dengan Queen membuat Ia teringat d
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me