Share

Bagian 5

Author: Puziyuuri
last update Last Updated: 2025-04-18 07:26:45

"Nia belum pulang, Nek?" ulang Kiria.

Mira mendecih.

"Kalau sudah pulang, untuk apa aku menunggu di depan pintu? Dari tadi kutelepon, tidak menyambung."

Kiria mendesah berat. Kepalanya mendadak terasa berdenyut. Pikiran buruk menghantui benaknya, terlebih mengingat kejadian di ruangan klub malam.

"Si Aldino sial*n ini, apa lagi maunya? Seharusnya, aku tidak bodoh memercayakan Nia!" desis Kiria tajam.

Sayangnya, gerutuannya terdengar Mira. Sang nenek seketika memukul mulutnya dengan remot TV. Kiria menatap protes, tetapi Mira malah mengangkat tangan. Satu tamparan hampir saja mendarat di pipi Kiria. Beruntung, dia berhasil menghindar.

"Mulutmu itu seperti tidak sekolah saja! Jaga omonganmu! Bagaimana kalau Nak Aldino sampai tahu pacarnya sekasar ini? Kapan lagi keluarga ini punya kesempatan punya mantu sekaya Nak Al. Kenapa bukan Nia yang manis saja yang pacaran dengan Nak Al? Pasti lebih serasi."

Kiria tak mengacuhkan omelan sang nenek. Dia lebih memilih menghubungi nomor Aldino. Lelaki itu harus memberi penjelasan kenapa adiknya belum diantar pulang. Sayangnya, delapan panggilan tak juga terhubung. Kiria mulai menggigiti kukunya.

"Hei, anak sial! Kamu dengar tidak? Tuli hah?"

"Aduh, Nek! Aku lagi hubungi Aldino. Tadi, Nia itu pergi ke klinik sama Al. Jadi, kalau Nia belum pulang dan hapenya tidak bisa dihubungi, ya, aku hubungi Aldino."

Wajah Mira berubah cerah. Senyuman lebar terukir di bibirnya. Kiria sampai merinding. Entah kenapa raut wajah sang nenek mengingatkannya dengan ekspresi penyihir jahat di film fantasi yang tengah merencanakan rencana licik.

"Sudah biar saja tak usah dihubungi. Biasa anak muda mungkin ingin menikmati malam."

"Sudah selarut ini-"

"Halah!" potong Mira. "Kamu cemburu tho?" tuduhnya dengan semena-mena.

Kiria hanya mendesah berat. Cemburu pada Aldino tak ada dalam kamusnya. Saat melihat Aldino hendak berciuman dengan Kanania, amarahnya justru lebih disebabkan tak terima adiknya hendak dilecehkan. Bahkan, Kiria juga beberapa kali pernah memergoki perselingkuhan Aldino, tetapi tak terlalu peduli.

"Heh? Anak sial! Sudah tidak perlu dihubungi lagi."

"Tapi, Nek, bagaimana kalau Nia dalam bahaya-"

"Nia kenapa, Kiria?"

Suara lembut bernada cemas membuat Kiria dan Mira kompak menoleh. Riana, ibu Kiria yang baru datang dari luar kota berdiri di depan pintu dengan wajah pucat. Tak lama kemudian, Agung, ayah Kiria juga masuk. Lelaki paruh baya itu tampak kebingungan.

"Lho, kenapa malah ngumpul depan pintu?"

Riani memeluk lengan suaminya. "Tadi, Kiria bilang Nia dalam bahaya, Yah."

Agung mengalihkan pandangan pada Kiria. "Apa maksudmu, Nak? Nia sakit?"

Kiria menekan kening. Dia sempat menggaruk kepala yang tidak gatal sebelum menceritakan kembali masalah Kanania dan Aldino yang belum juga pulang. Tentu saja, Kiria tak membahas peristiwa di klub malam.

"Kamu sudah hubungi mereka?"

"Sudah, Yah, hape Nia kayaknya mati. Aldino tidak mengangkat telepon."

"Halah, paling mereka cuma keasyikan jalan-jalan," sergah Mira. Dia menatap Kiria dengan sorot mata mengejek. "Wajar, Nak Al lupa waktu. Nia, kan, cantik, ramah, beda sama seseorang yang jelek dan membosankan."

Agung menghela napas berat.

"Bu, aku tidak pernah mengajari putriku menjadi pelakor. Masa adik merebut pacar kakaknya. Aku malah khawatir kalau mereka kecelakan di perjalanan," tegurnya.

Mira tersentak. Kini, dia juga ikut panik. Mira terlalu berambisi menjadikan cucu kesayagannya istri orang kaya. Dia jadi tak terpikirkan kemungkinan buruk lain seperti kecelakaan.

"Ayo kita cari Nia!" desak Mira.

"Mencari tanpa tujuan jelas akan membuang waktu, Nek."

"Lalu, kamu mau adikmu terlambat ditemukan begitu? Tidak usah dicari?"

"Bukan begitu, Nek. Aku punya teman yang bisa melacak orang. Selama hape Aldino aktif, kita bisa menemukan lokasinya."

"Ayo cepat kamu hubungi temanmu itu!" desak Riana.

Kiria mengirimkan pesan ke nomor yang diberi nama Mr. Penguin. Hanya dalam beberapa menit, pesan balasan datang. Bunyi notifikasinya membuat Agung, Riani, dan Mira menatap penuh harap.

Kiria membuka pesan dan membacakannya, "Apartemen Angkasa Jaya, tower A, lantai 5, nomor 11."

Riana seketika menutup mulut saat mendengar kata apartemen. Sementara Agung refleks meninju dinding. Selama ini, mereka selalu mendidik anak-anak dengan berbagai norma dan aturan ketat. Lelaki itu tentu tak ingin membayangkan putrinya terjerat pergaulan bebas apalagi dengan pacar kakak sendiri. Hanya Mira yang tersenyum simpul.

Kiria mencoba menenangkan sang ayah. "Kita jangan berprasangka buruk dulu, Yah. Ini, kan, lokasi Aldino. Bisa saja Nia pergi ke tempat temannya dan Aldino kembali ke apartemennya."

Agung mengepalkan tangan. "Sebaiknya begitu atau pacar kamu itu akan ayah buat jadi perkedel!" desisnya tajam.

"Kamu jangan asal ngomong, Agung!" protes Mira."

"Dia bawa anak perempuan orang ke apartemen pribadi. Beduaan, Bu!"

"Biasa saja zaman sekarang. Zaman sudah maju."

"Bu!"

"Ayo kita pergi saja ke sana, Yah!" potong Kiria cepat sebelum ayah dan neneknya bertengkar lebih jauh.

Mereka berpacu dengan waktu. Aldino tak mungkin mengajak Kanania ke apartemen untuk bermain rumah-rumahan. Lelaki itu bahkan pernah memberikan kartu akses ke apartemen berharap Kiria mau diajak tinggal bersama seperti pasangan-pasangan bebas lainnya.

Setelah beberapa kali desakan Kiria, mereka pun pergi menuju apartemen Aldino. Perjalanan selama setengah jam terasa mencekam. Riana bahkan langsung menghambur ke luar setelah Agung memarkir mobil. Hanya Mira yang terus menyungingkan senyuman tipis.

"Ayo, Ayah, Ibu, Ria, kita harus cepat menemukan Nia!" desak Riana.

"Sebentar, Ma, aku nyari kartu aksesnya dulu."

Setelah mengacak-acak isi tas, Kiria menemukan kartu akses. Mereka pun bisa memasuki apartemen tanpa perlu berurusan dengan petugas keamanan dan membuat kehebohan. Selama perjalanan menuju kamar Aldino, Riana terus menggigiti bibir sementara Agung susah payah menahan amaranhya. Kiria yang berjalan paling depan merasa tercekik.

"Ini kamarnya, Yah," celetuk Kiria setelah berhenti di kamar dengan nomor 11.

"Akan kupastikan Aldino mendapatkan pelajaran jika macam-macam," desis Agung yang siap mengebrak pintu.

Kiria memegangi tangan ayahnya. "Tunggu, Yah, jangan membuat keributan. Kita bisa diusir keamanan nanti. Aku tahu kata sandinya."

"Kenapa kamu bisa tahu? Jangan-jangan kamu sering nginap di sini? Dasar murahan!" maki Mira.

Agung menatap tajam si putri sulung. Kiria mengumpat dalam hati. Otak neneknya ini memang perlu dibawa ke bengkel. Giliran Kanania yang menginap dianggap baik. Kalau Kiria yang melakukannya akan disebut murahan.

"Aldino yang memberitahu, tapi ini juga pertama kalinya aku ke sini, Nek. Ciuman saja tidak pernah kuizinkan Aldino melakukannya.

"Bagus, kamu memang anak yang baik," puji Agung, membuat Mira mencibir diam-diam.

Kiria tak ingin memedulikan sang nenek. Dia cepat memasukkan beberapa nomor. Kunci apartemen terbuka. Kiria menelan ludah saat mendorong pintu perlahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 109

    "Wah, Bos Genta! Benar-benar dapat tangkapan besar kita hari ini," komentar salah seorang anak buah si tato naga begitu bosnya memasuki gudang.Genta menyeringai. Pikiran-pikiran liar sudah memenuhi otaknya saat mengamati tubuh Kiria. Dengan tak sabar, dia melempar Kiria ke kasur butut di tengah-tengah ruangan. Hampir saja, Kanania yang tergeletak lebih dulu di sana tertimpa. Untunglah, gadis itu sempat berguling ke kanan.Kanania membelalak saat melihat kakaknya yang tak sadarkan. "Hmmpp Hmmpp sskdejskzz," gerungnya.Sayangnya, tak ada kata-kata jelas yang keluar dari mulut. Genta dan anak buahnya langsung terbahak-bahak. Air mata meluncur deras di pipi Kanania saat melihat mereka menjilat bibir."Sabarlah kalian, aku dulu yang harus menikmati tangkapan hari ini. Kalian videokan saja dulu. Lakukan siaran langsung ha ha ha," perintah Genta."Siap, Bos!" seru para anak buah Genta kompak.Para preman itu pun mulai menyiapkan perlengkapan untuk rekaman. Genta menunggu santai di kursi sam

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 108

    Tring!Sebuah pesan penuh ancaman masuk dari nomor Kanania.["Jika tidak ingin adikmu dipermalukan dan kehilangan nyawanya, datanglah sendirian alamat yang kami kirim. Jika lapor polisi, kamu tidak akan pernah melihat Nona Kanania yang manis ini lagi."]Tring!Pesan masuk lagi dari nomor Kanania, sebuah alamat gudang tua terbengkalai. Kiria refleks mengepalkan tangan. Perubahan raut wajahnya langsung disadari Arya. Meskipun Kiria berusaha mengalihkan pandangan, Arya memaksanya untuk bertatapan."Apa yang menganggu pikiranmu? Telpon dari Kanania? Dia membuat masalah lagi?" cecar Arya.Kiria menggigit bibir. Dia merasa tak enak hati meminta bantuan Arya. Terlebih, para penculik itu bisa saja benar-benar melakukan ancaman mereka."Kiria? Apa aku begitu tidak bisa diandalkan?""Bukan begitu tapi ...."Kiria terdiam cukup lama. Dia berpikir keras. Jika para penculik tahu Arya ikut terlibat dalam penyelamatan, mereka bisa langsung menyakiti Kanania. Namun, apabila Kiria bergerak sendiri ju

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 107

    Rose menjerit histeri, "Viola awas!"Satya ikut berlari mencoba memperkecil jarak, berharap bisa menolong sang kekasih. Arya menghela napas berat. Mau tak mau, dia yang berada di posisi terdekat harus turun tangan.Namun, tak disangka, Kiria telah bertindak lebih dulu. Arya baru saja hendak mengulurkan tangan. Kiria sudah menopang tubuh Viola dan memeluk pinggang si calon adik ipar dengan erat. Seandainya. Arya yang melakukannya, adegan tersebut pasti akan terlihat romantis dan menimbulkan kecanggungan dalam hubungan persaudaraannya dengan Satya."Syukurlah, masih bisa ditangkap." Kiria membantu Viola berdiri dengan benar, lalu mengusap kepalanya lembut. "Lain kali harus hati-hati. Berlari di keramaian itu berbahaya, Dik."Sebenarnya, Kiria melihat Viola sengaja terjatuh. Memangnya tubuh Viola seringan bulu bisa jatuh hanya karena senggolan pelan tas gitar? Namun, Kiria tidak berniat mempermalukan gadis itu. Dia tetap bertingkah pura-pura bodoh karena tak ingin membuat masalah dengan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 106

    Kiria refleks ikut memelototi Raka. Namun, pria itu tampak tak terbebani dengan ekspresi ingin membunuh Arya. Dia malah menarik kursi dan ikut bergabung di meja yang sama."Jarang-jarang bisa makan bersama Presdir Arya saat senggang seperti ini," celetuk Raka.Dia dengan santai memanggil pelayan rumah makan. Gadis muda berkebaya cokelat mendekat dengan wajah kebingungan. Namun, gadis itu tetap menjalankan SOP pelayanan secara profesional.Raka mengambil buku menu yang diberikan. Dia hanya memesan makanan ringan dan minuman rendah kalori. Pelayan rumah makan mencatat pesanan masih dengan wajah bengong, lalu permisi setelah memastikan pesanan sudah benar."Ternyata, Pak Arya juga suka dawet. Saya juga suka, tapi dokter keluarga sedang membatasi gula yang boleh saya konsumsi." Raka terkekeh.Arya tersenyum sinis. "Pak Raka, kami sedang tidak ingin makan-makan dengan relasi bisnis. Kami sedang kencan, jadi tidak ingin ada obat nyamuk di sini," tegurnya."Pak Arya ini benar-benar kaku. Na

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 105

    Tring!Bunyi notifikasi membuyarkan lamunan Kiria. Dia memeriksa ponsel, ternyata hanya notifikasi postingan sosial media Viola. Calon adik iparnya itu tengah mengunggah foto di salah satu tempat wisata.Kiria memberikan tanda suka. Dia hampir menyimpan kembali ponsel. Namun, keningnya berkerut saat membaca caption di postingan tersebut."Bucket list tempat yang ingin dikunjungi sudah beres. Ha ha ha bucket list tempat kencan di kota kelahiran malah belum dikunjungi. Besok sudah pulang ke tanah air, saatnya memenuhi bucket list bersama yang tersayang @Satya_Wijaya."Kiria memicingkan mata saat membaca bucket list Viola di Indonesia. Dia seketika menertawakan diri sendiri. Daftar tempat yang ingin dikunjungi Viola persis dengan tempat-tempat kencan yang akan didatangi bersama Arya."Ada apa, Ria? Kenapa mendadak tertawa? Apa ada sesuatu di wajahku?" cecar Arya."Iya, ada cabe di gigimu."Arya langsung berkaca di jendela mobil. Namun, dia tidak menemukan cabe tersebut. Kiria seketika te

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 104

    Baru saja hakim hendak bersuara, LCD di persidangan mendadak menyala. Sebuah video muncul di layar putih, menampilkan sosok bertopeng kelinci merah muda.Ruang sidang menjadi sedikit berisik. Para hadirin mulai saling berbisik. Dua wanita penuntut masih tampak percaya diri tak menyadari bahaya yang siap menerkam mereka."Cepat selidiki masalah ini!" perintah salah seorang petugas berpangkat tinggi."Siap laksanakan!" sahut bawahannya dengan takzim.Pemuda itu kembali tak lama kemudian. Wajahnya memucat. Dia terdiam cukup lama sampai membuat sang atasan merasa tak sabaran."Ada apa?""Jaringan kita sudah diretas, Pak. Tim IT kita sedang berusaha melawan peretas itu, tapi kita kesulitan."Emosi sang atasan hampir meledak. Namun, si topeng kelinci tiba-tiba bertepuk tangan. Perhatian semua orang pun terfokus ke layar."Tenang saja, Pak Polisi, saya hadir kali ini bukan untuk melakukan kejahatan, justru untuk mengungkap kebenaran," tutur si topeng kelinci dengan suara yang sudah diubah me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status