Kiria mendapati kekasihnya, Aldino meniduri adiknya, Kanania. Riani, ibu Kiria memohon kepadanya agar mengalah dan membiarkan sang adik menikah dengan Aldino. Nenek mereka lebih parah, malah sangat mendukung pernikahan karena menganggap Kiria tidak pantas untuk Aldino yang kaya dan tampan. Dengan rasa dendam, Kiria bertekad membuat mantannya itu menderita. Dia diam-diam merancang suatu formula racun di laboratorium perusahaan farmasi tempatnya bekerja. Sialnya, salah seorang asisten melakukan kesalahan, racun rancangan Kiria tak sengaja dikonsumsi Arya, sang presiden direkur. Hidup Kiria di ujung tanduk! Berhasilkah dia lolos dari maut?
View MoreDering ponsel membuyarkan konsentrasi Kiria yang tengah mengamati perubahan warna di tabung reaksi. Meskipun malas, dia tetap mengeluarkan ponsel dari saku jas laboratorium. Tulisan "Presdir Arya" di layar membuatnya seketika menghela napas berat.
"Ck! Sejak si galak ini yang menjadi presdir, aku sudah seperti budak," keluhnya. Sudah setahun berlalu sejak presiden direktur di perusahaan farmasi tempatnya bekerja mengalami pergantian. Sebelumnya, PT. Farma Medikal dipimpin oleh Abimana Shaka Wijaya. Namun, dengan alasan kesehatan, lelaki bersahaja yang selalu memperlakukan Kiria seperti anak emas itu telah digantikan putranya, Arya Caraka Wijaya. Meskipun baru menginjak kepala tiga, Arya sangat berdedikasi. Perusahaan berkembang dengan pesat. Sayangnya, tekanan kerja yang diciptakannya juga besar, terutama pada divisi pengembangan formula obat yang dipimpin oleh Kiria. Untunglah, Kiria memang berbakat dan berhasil menelurkan banyak formula yang membanggakan. "Entah apa lagi maunya si galak ini!" Kiria mendengkus kasar dan masih enggan menerima panggilan. Namun, rupanya sang atasan juga tak menyerah. Dering ponsel hanya berhenti beberapa saat untuk kemudian menjerit-jerit lagi. Kiria hampir saja melempar ponsel sialan itu ke waterbath. Namun, Arlita, asistennya segera mencegah. "Sabar, Ketua, sabar. Meskipun orangnya nyebelin, bonus dari beliau, kan, juga banyak," hibur Arlita. Gadis bertubuh mungil menepuk pelan pundak Kiria, lalu menuangkan cairan bening di gelas beker ke labu ukur. Aroma dari gelas beker seketika membuat Kiria mendelik. "Hei, hati-hati, Lita! Kamu, kan, lagi pegang asam sulfat!" Arlita menyengir lebar. "Maaf, Ketua, maaf." Kiria menggeleng pelan. "Ya, sudahlah. Aku minta tolong sekalian amati perubahan warna di tabung no 51, ya, Lit. Kujawab dulu panggilan Pak Bos." Setelah mendapat anggukan dari Arlita, Kiria segera keluar dari ruangan. Dia mengatur napas sejenak terlebih dahulu sebelum menerima panggilan. Amarah yang tengah bergejolak ditahan sekuat mungkin agar suara yang terdengar tidak terkesan penuh emosi. "Halo, selamat malam, Pak Arya. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Terdengar suara serak dan berat. "Cepat ke klub Dream Night, ruang VVIP 1, bawakan aku penawar afrodisiaka terbaik!" Tuuut Ponsel diputus begitu saja. Kiria mendengkus kasar. Beginilah kebiasaan si pimpinan baru. Meskipun sering memberikan bonus, Arya juga suka memberikan pekerjaan di luar nalar. Klub malam? Dalam mimpi pun, Kiria tak ingin datang ke tempat seperti itu. Terlebih, si bos meminta penawar afrodisiaka. Berarti, Arya memang tengah dijebak orang dengan obat perangs*ng. Bukankah berbahaya bagi seorang wanita mendatanginya? "Bukankah Bapak bisa minta utus orang untuk mengambil obat dariku? Kenapa harus menganggu penelitian penting? Sialan! Sialan! Dasar bos diktator!" Kiria tak berhenti menggerutu bahkan saat masuk kembali ke laboratorium dan menyiapkan penawar afrodisiaka. Arlita yang tengah mencatat perubahan warna tabung reaksi mendekat dengan wajah kepo. Kiria mendelik tajam pertanda tak ingin ditanya-tanya. Namun, Arlita sudah terlanjur melihat obat yang dimasukkan ke box khusus. "Pak Arya dijebak lagi? Kasian banget, ya ...." "Lebih kasian aku yang disuruh-suruh menjadi kurirnya, Lita." "Menurutku, itu tanda Pak Arya sangat percaya pada Ketua." Kiria mengibaskan tangan. Dia segera bergegas meninggalkan laboratorium. Namun, baru saja menuju halaman depan perusahaan dan hendak memesan taksi, porsche hitam dengan nomor seri khusus telah berhenti di depanya. Seorang pria dengan setelan serba hitam keluar. "Silakan naik, Bu Kiria. Sesuai perintah Pak Arya, kami akan mengantar Anda," tuturnya sembari membukakan pintu. Dengan perasaan gelisah, Kiria memasuki mobil. Tak lama kemudian, dia terus menyumpah dalam hati. Pengawal Arya menyetir dengan kecepatan di luar nalar. *** Kiria merasa merinding saat memasuki klub malam. Terlebih, beberapa pria menatap liar pada tubuh berisinya. Musik menghentak dan aroma parfum, keringat, juga alkohol yang bercampur membuat kepalanya terasa sakit. "Aroma laboratoriumku lebih baik daripada ini. Gara-gara bos galak," gerutu Kiria dengan suara sangat pelan. Dia tentu tak mau para pengawal kekar itu mendengarnya. Tak ingin pingsan di sana, Kiria mempercepat langkah menuju ruangan VVIP bersama para pengawal. Kiria hanya berharap segera menyelesaikan tugas dan kembali ke laboratorium. Sialnya, terjadi keributan kecil di tengah arena tari klub. Beberapa pengunjung saling dorong. "Dasar sialan!" "Berengs*k, siapa yang berani memukulku!" "Anj*ng!" "Mony*t!" Bruk! Seorang pria kekar menubruk punggung Kiria. Gadis itu seketika terjerembab, lalu terguling-guling membuat beberapa orang juga ikut jatuh. Sepasang kaki penuh timbunan lemak terangkat. Kiria berguling lagi ke arah jam 12 tepat sebelum wajahnya tertimpa kaki tersebut. Setelah berjibaku menghindari aneka bentuk kaki, Kiria berhasil selamat. Dia bisa berdiri dan pergi ke tempat aman. Namun, kelegaannya tak berlangsung lama. "Sh*t! Ke mana para pengawal itu?" Kiria mendengkus. Karena tak ingin berlama-lama, dia terpaksa bertanya ruangan yang dimaksud Arya kepada salah seorang pekerja di sana. Tatapan mata pemuda pekerja itu sedikit aneh. Kiria benar-benar ingin meledak. Dia bisa menebak pikiran liar orang lain tentang wanita yang mendatangi ruangan VVIP. "Mbaknya naik ke lantai dua. Lurus saja ruang VVIP 1 ada di paling ujung." "Terima kasih, Pak." Kiria segera pergi ke lantai dua. Dia terus berjalan cepat sambil mengenggam tali tas. Namun, suara familiar dari salah satu ruangan yang sedikit terbuka membuat langkahnya seketika terhenti. "Cium! Cium! Cium!" "Tapi, ini seperti tidak benar. Mana mungkin aku dan Kak Al ...." Kiria menajamkan pendengaran. Dia tak mungkin salah. Dengan hati berdebar, Kiria membuka pintu dengan kasar. "Aldino? Nia? Apa yang kalian lakukan?" seru Kiria saat melihat kekasihnya, Aldino hendak mencium Kanania, adik kesayangnya. ***Kiria bergidik. Entah kenapa semakin hari, Aldino semakin menjijikkan. Kiria benar-benar menyesal pernah menjalin hubungan dengannya meskipun karena keterpaksaan. Dulu, Aldino mengejarnya seperti anak itik, mengekor ke mana saja, sangat mengganggu pekerjaan lapangan Kiria. Oleh karena itulah, Kiria menerima pernyataan cintanya dengan syarat tidak lagi menganggu pekerjaan. Setelah mendapatkan Kiria, Aldino justru tidak terlalu antusias lagi, malah sibuk berselingkuh. "Kiria, kamu benar-benar berubah sejak putus denganku. Apa kamu begitu menyesal? Atau mencoba membuatku cemburu?" Kiria tak menghiraukan Aldino. Dia berjalan santai ke arah teras. Aldino semakin meradang. Bukannya segera pulang, pemuda itu mengejar langkah Kiria. "Kiria!" bentaknya seraya menarik tangan Kiria. "Lepaskan! Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa! Apa pun yang kulakukan tidak ada urusannnya denganmu!" "Jangan bohong! Kamu terus bertingkah untuk membuatku cemburu!" "Pikiranmu membuatku mual!!"
Lima puluh enam tahun lalu, kediaman utama Keluarga Wijaya.Baskoro baru pulang dari luar kota, memasuki rumah dengan langkah-langkah lebar. Senyuman tak lepas dari bibirnya. Dia menenteng banyak kantong belanja berisi oleh-oleh."Papa pulang! Kakak, Papa sudah pulang!" seru Abimana riang.Baskoro terkekeh, langsung menggendong putranya yang baru berusia 6 tahun itu. Abimana meronta minta diturunkan. Namun, Baskoro malah duduk di kursi ruang tamu dan memangkunya. Asryana langsung tertawa melihatnya."Abi kayak bayi, masih dipangku Papa," ledeknya."Papa, aku sudah besar! Aku tidak mau dipangku!" rengek Abimana kesal.Baskoro terkekeh. Akhirnya, dia menurunkan Abimana, lalu membongkar oleh-oleh. Boneka beruang lucu dan dua helai gaun cantik berpindah ke tangan Arsyana. Sementara, Abimana melompat senang dengan helikopter remot terbaru."Di mana mama kalian?" celetuk Baskoro."Mama tidur di kamar, Pa," sahut Arsyana sambil memeluk erat boneka beruangnya.Baskoro mengusap kepala anak-an
Kiria mengusap wajah. Ayah dan ibu Arya memang menyukainya. Abimana yang sejak dulu menganak-emaskan Kiria wajar saja langsung merestui. Begitu pula, Rose yang mudah tersentuh seketika ingin memindahkan Kiria ke rumahnya setelah mendegar cerita Arya tentang ketidakadilan dan pengkhianatan yang dialami Kiria. Namun, kakek Arya beda lagi ceritanya. Baskoro Sugandi Wijaya adalah sosok yang sangat mementingkan status sosial. Begitulah yang ditangkap Kiria dari bisik-bisik para tamu di pesta teh Lisa tempo hari. Katanya, Arya sampai dicambuk dengan ikat pinggang karena menolak putri Keluarga Respati. Baskoro juga diam-diam menyingkirkan wanita dengan status sosial rendah yang mencoba mendekati Arya. "Huh? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau diam-diam dibunuh oleh Pak Baskoro atau dikirim ke daerah entah berantah." Kiria bergidik. Jika diberikan pilihan, dia tentu memilih nundur teratur. Namun, kemarahan Arya juga tak mudah dihadapi. "Minum dulu, Ketua." Suara Amira membuyarka
Kiria seketika meninju tembok. Retakan kecil tercipta di dinding yang malang. Yanto melonjak kaget dan hampir memeluk Amira. Namun, gadis pujaan hatinya itu menghindar. Tak ayal, Yanto kehilangan keseimbangan dan menubruk seseorang."Aduh, keras banget ih! Apa sih ini?" gerutu Yanto.Dia mendongak sambil terus mengomel. Namun, mulutnya seketika terkunci saat melihat sosok berwajah dingin itu. Yanto tak menyangka ternyata menyeruduk perut Arya."Pa-pa-pak Arya ... saya minta maaf, Pak.""Ya."Arya menatap Kiria. Tangannya terkepal kuat. Belum sempat mengatakan apa pun, Sekretarus Lusi menghampiri dan memaksanya ikut dengan alasan rapat akan segera dimulai.Kiria menatap punggung Arya yang semakin menjauh dengan sorot mata kecewa. Dia yakin Arya juga tahu Sekretaris Lusi dalang dari kejadian malam itu dan pelaku penyebaran rumor bruuknya di grup karyawan. Kiria tak mengerti kenapa Arya masih membiarkan si ular betina berkeliaran bebas tanpa sanksi."Apakah kamu punya perasaan spesial un
Kiria menggigit bibir saat gadis cantik itu berdiri di belakang kursinya. Lisa mengepalkan tangan dengan perasaan was-was. Sebenarnya, dia sendiri yang mengaku-ngaku sebagai calon mertua. Keluarga Mahendra baru mengajukan rencana perjodohan. Namun, Keluarga Rahardja belum memberikan keputusan. Lisa hanya berspekulasi sendiri karena Tiara bersedia datang ke pestanya."Aduh, kenapa Tiara malah mendekati si item? Apa rumor Tiara juga menyukai Arya benar? Bagaimana kalau dia berkelahi dengan Kiria di sini? Malulah aku sudah mengaku jadi calon mertuanya," keluh Lisa dalam hati.Namun, hal yang terjadi selanjutnya jauh lebih menyakitkan daripada prasangka Lisa. Dia sudah merancang rencana mempermalukan Rose dengan memamerkan calon menantu yang lebih baik. Sayangnya, justru Tiara langsung yang melempar kotoran ke wajahnya."Ya ampun, Kakak! Kenapa Kakak ada di sini?" seru Tiara riang.Dia memeluk Kiria erat. Para tamu kehilangan kata-kata. Mereka yang tadinya sibuk memuji kecantikan Tiara ki
"Lho, Nyonya Wijaya, siapa yang kamu bawa ini, pelayan baru?" sindir Lisa yang mulai melancarkan amunisi. Rose terkekeh, lalu membalas, "Ya ampun, Nyonya Mahendra. Sepertinya, Nyonya harus segera memeriksakan kesehatan mata, takutnya ada penyakit berat. Gadis secantik dan seanggun calon menantuku kok bisa dikira pelayan." Lisa mengepalkan tangan kuat, tetapi tetap menyunggingkan senyuman. Dia dan Rose saling pandang dengan tatapan tajam. Kiria merasa dirinya akan meleleh jika terus berada di tempat itu. Rose memang sudah menceritakan bagaiaman Lisa yang dulu suka dengan ayah Arya terus saja iri dan selalu menganggu hidupnya. Namun, Kiria tetap saja merasa tertekan. "Kukira, Nyonya Wijaya yang perlu periksa mata. Jika dibandingkan dengan Nona Keluarga Respati, aduh." Lisa menutup mulut. Dia menggeleng. "Padahal, dulu Nona Respati begitu mengagumi putramu, tapi ternyata seleranya agak lain." Kiria juga pernah mendengar rumor yang menghebohkan itu. Atasya Meliana Respati adala
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments