Share

Bagian 6

Author: Puziyuuri
last update Last Updated: 2025-04-21 07:42:37

Pintu telah terbuka sempurna, menampilkan pertunjukkan memalukan di sofa.Tangisan histeris Riana seketika memenuhi udara. Agung merangsek masuk, menyeret Aldino dan menghajarnya. Mira bergegas mengejar, mencegah Agung bertindak lebih jauh.

"Agung, jangan kau pukul calon cucu menantuku!"

"Bu! Dia sudah melecehkan putriku!"

"Belum tentu, bisa saja mereka suka sama suka!"

Agung dan Mira terus berdebat. Riana hanya bisa terduduk di lantai sambil terisak-isak. Kiria menghela napas berat. Dia menutup pintu dan menguncinya sebelum aib keluarga mereka menjadi konsumsi para penghuni apartemen lain.

Kiria mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan melemparkannya kepada Kanania. Selanjutnya, dia mendekati Riana dan memeluk erat sang ibu. Sementara itu, Kanania yang mendapat lemparan pakaian pun tersadar. Gadis itu menangis histeris.

"Ayah, jangan pukul Kak Al! Ini bukan salah Kak Al!" jeritnya dengan air mata bercucuran.

Tinju Agung menghantam tembok. Dia mengalihkan pandangan pada putri bungsunya. Tatapan dengan sorot mata penuh kekecewaan tergambar jelas.

"Apa ayah seburuk itu mendidikmu, Nia?" tanyanya dengan suara berat yang bergetar hebat.

Tangisan Kanania dan Riana mendadak terhenti. Keheningan menyergap membuat suhu udara terasa turun drastis. Lama mereka semua terjebak dalam kesunyian yang mencekam, hingga akhirnya Agung menghela napas berat.

"Ayo kita bicarakan masalah ini sampai tuntas," desahnya berat.

"Ayah, kami dijebak! Kami hanya korban," cerocos Kanania setelah melihat ayahnya sudah tak seemosi sebelumnnya.

Tatapan Agung sedikit melunak. Kanania melihatnya sebagai kesempatan. Selanjutnya, dia pun mulai menjelaskan tentang jebakan yang dimaksud. Kanania mengaku telah diberikan obat oleh teman-teman Aldino yang jail hingga mereka terperangkap dalam situasi memalukan itu.

"Dengar itu! Mereka hanya dijebak. Tidak mungkin cucuku menggatal!" seru Mira berapi-api.

"Tadi, katanya suka sama suka, tapi sekarang tidak mungkin menggatal. Dasar nenek tidak konsisten!" gerutu Kiria dalam hati.

Agung menghela napas dan mengusap wajah lelahnya. Sementara itu, Riani kembali terisak, lalu memeluk Kanania, mengeluhkan nasib putrinya yang malang. Kiria melirik sinis Aldino, dia mengumpati lelaki itu dalam hati.

"DIjebak teman Aldino? Mana mungkin! Pasti si Aldino berengs*k ini juga turut serta dalam rencana! Adikku ini benar-benar lugu atau bodoh?"

"Saya akan bertanggung jawab, Om," celetuk Aldino tiba-tiba memecah keheningan.

Agung mendelik tajam. Riani menatap Kiria dengan sorot mata bersalah. Kanania tampak kebingungan. Sementara itu, senyuman samar terukir di bibir Mira, membuat Kiria sampai menggeleng pelan.

"Bagaimana dengan Kiria, hah?" cecar Agung.

"Ya, mereka tinggal putus tho!" sergah Mira.

"Bu!"

Kiria berdeham menghentikan pertengkaran sia-sia antara ayah dan neneknya. Walaupun Aldino tidak ingin bertanggung jawab pada Kanania, dia juga tidak mungkin melanjutkan hubungan dengan pria berengsek yang tega menjebak adiknya. Bahkan tanpa ada kejadian ini, Kiria belum terpikir untuk menjalin hubungan lebih serius mengingat sepak terjang si playboy.

"Mau ngomong apa kamu? Pokoknya, kamu harus mengalah sama adikmu! Nak Al juga lebih serasi dengan Nia," cerocos Mira hampir tanpa jeda.

Riana yang tadi memeluk Kanania mendekati Kiria dan mengenggam tangan si putri sulung dengan erat. " Nak, Nia sudah ternoda seperti ini. Ibu mohon kali ini mengalahlah untuk adikmu," pintanya dengan mata berkaca-kaca.

Kiria menghela napas berat, lalu menatap Kanania. "Nia, kamu yakin ingin menikah dengannya? Bahkan dia berani menyentuh adik dari pacar sendiri. Entah apa lagi yang bisa dilakukannya."

"Kak Al juga dijebak, Kak."

Kiria tersenyum sinis. "Yakin? Bukan dia otak rencananya?"

"Halah, kamu cuma tak terima Nak Aldino sama Nia! Kamu masih ingin jadi Nyonya keluarga Mahendra. Kamu itu mana pantas!" sergah Mira.

Kiria seketika tertawa lepas.

"Nyonya di Keluarga Mahendra? Nenek mikirnya kejauhan. Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menikah. Ikatan seperti itu rasanya akan menganggu penelitianku saja. Aku tidak cinta-cinta amat sama Aldino."

Mira melotot. Kata-kata Kiria kali ini juga membuat Agung dan Riana ikut mendelik tajam. Namun, sebelum suami istri itu mengomel, Aldino yang tadinya meringkuk tak berdaya setelah dipukuli malah meradang. Pemuda itu melangkah cepat ke hadapan Kiria.

"Tidak cinta! Kamu cuma berkilah karena cemburu, 'kan? Kalau tidak cinta, mana mungkin mau pacaran denganku."

Kiria menyahut dengan tenang, "Dulu, aku menerima pernyataan cintamu karena keadaan saat itu tidak memungkinkan untuk menolak. Lagipula juga bisa jadi tameng jika ada pertanyaan kapan nikah."

Kiria terkekeh. Adino semakin meradang dibuatnya. Kiria mendekat dan menepuk pelan bahu Aldino.

Tindakan ini membuat Kanania yang masih menangis di sofa ketar-ketir. Dia sudah mengobankan segalanya. Jika Kiria berhasil merebut kembali Aldino, semua usahanya akan sia-sia.

Kiria tersenyum sinis dan berbisik, "Kalau terpaksa harus menikah, daripada sama kamu, bosku yang galak itu masih jauh lebih baik."

Aldino mengepalkan tangan. "Kiria, kamu!"

"Rani, Shanti, Melia, Tiara, Shasa."

Wajah Aldino mendadak pucat saat sederet nama perempuan diucapkan Kiria. Gadis-gadis itu memang selingkuhannya selama mereka berpacaran. Tak Aldino tahu, para selingkuhannya menghubungi Kiria untuk menghancurkan hubungan mereka.

"Apakah aku harus memperlihatkan video yang mereka kirimkan padaku?" desis Kiria tajam.

Aldino memucat.

"Kamu ngomong apa, hah? Jangan banyak alasan!" sergah Mira, membuat Aldino diam-diam menghela napas lega. "Jangan harap kamu bisa menggagalkan pernikahan Nak Al dan Nia!"

Mira terus saja mengomel. Kiria tak diberi kesempatan untuk membuka kedok si playboy Aldino. Akhirnya, Kiria memilih mengurungkan niatnya. Dia terpikir neneknya juga tidak akan percaya dengan video bukti. Bisa-bisa Kiria dituduh mengedit viedo itu.

"Ya sudahlah, terserah kalian saja."

"Bagus kalau kamu tahu diri," ejek Mira.

Mereka pun kembali membicarakan masalah aib yang telah terjadi. Akhirnya, kesepakatan dibuat. Aldino akan menikahi Kanania dalam waktu tiga bulan. Kiria mengepalkan tangannya diam-diam. Sebuah rencana gila melintas di benaknya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mikasa Bella
kesel aing baca dialog nenek nya..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 175

    Alina dan Bram segera menghampiri Kiria. Begitu juga dengan orang tua Arya dan orang tua angkat Kiria. Sementara itu, Arya sudah menggendong Kiria. Dia memberi isyarat pada Sandi untuk mendekat. "Cepat siapkan mobil! Kita harus segera ke rumah sakit!" "Siap, Bos!" Sandi mengangkat tangan. Beberapa pengawal langsung membuka jalur. Para tamu seketika mundur. Tentu tak ada yang berani mencari masalah. Begitu jalur menuju pintu terbentuk, Arya bergegas membawa Kiria keluar. Alina, Bram, Rose, Abimana, Riani, dan Agung mengekor dengan cepat. Kanania, Satya dan Tiara yang sedari tadi asyik mengobrol tersentak, lalu ikut mengejar. Sementata itu, Arya sudah mencapai halaman. Air ketuban yang mulai merembes dan membasahi kemeja membuatnya mempercepat langkah. Hati Arya serasa tersayat. Jika bisa, biarlah dia yang menanggung sakitnya. "Silakan, Bos," ucap Sandi sambil membukakan pintu mobil. Arya membawa Kiria masuk. Setelah pintu ditutup, Sandi segeta duduk di belakang kemudi dan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 174

    Tangan yang hampir mendarat di pipi Kiria tertahan di udara. Tatapan tajam terarah pada wanita bergaun biru. Gadis bergaun pink di belakangnya seketika menelan ludah, lalu mundur teratur melihat siapa yang menangkap tangan temannya. "Siapa sih? Rese banget!" umpat wanita bergaun biru. Dia mengalihkan pandangan ke kanan dan ke kiri. Rasa dingin seketika terasa mencekik. Bram dengan wajah garang berdiri di sebelah kanan. Sementara itu, di sisi kiri, Arya menatap tajam dengan tangan yang mencengkeram kuat pergelangan tangan lawan. "Berani sekali kamu hendak menyakiti putriku!" bentak Bram. "Sepertinya, tangannya yang lancang ini perlu dipotong dengan rapi, Ayah Mertua," timpal Arya. "Ide bagus, Menantu," sahut Bram dengan seringaian yang meremangkan bulu kuduk. Kali ini, dia akur dengan Arya. Wanita bergaun biru seketika menjadi lemas. Tubuhnya oleng. Arya melepaskan cengkeramannya membuat wanita bergaun biru terempas di lantai.Sementara itu, beberapa tamu di sekitar mereka kompak

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 173

    "Aku tidak rela dia mati ...," Alina menyeringai, "karena hukuman dengan kematian terlalu mudah untuk si berengsek itu." Bram tergelak. Amarah langsung surut. Suasana yang tegang seketika berubah menjadi damai kembali. "Ya ampun, Sayang. Kamu benar-benar cocok denganku." Bram tersenyum lebar. Lengannya melingkar di bahu Alina. Meskipun sudah diturunkan tetap dinaikkannya lagi. Dia mengelus dagu. "Hmm ... baiklah, kalau begitu kutekan saja pengadilan biar perkara cerai cepat selesai!" serunya antusias. Dia tersenyum menggoda, "Setelah itu kita bisa menikah," bisiknya mesra. Alina bergidik. Namun, dia tetap berusaha bersikap sopan pada ayah kandung putrinya itu. Terlebih, Bram memang memiliki kuasa yang tak biasa. Salah-salah Keluarga Respati bisa terkena masalah. "Maaf, Pak Bram. Aku tidak punya rencana akan menikah lagi." Bram memasang wajah sendu. Kanania dan Kiria kompak berpelukan karena aura sedih lelaki itu membuat bulu kuduk berdiri. Arya melihat aksi keduanya langsung

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 172

    Arya dengan sigap menahan tubuh Kiria. Kepala sang istri yang lemas terkulai di bahunya. Lengan kokoh Arya melingkar pelan di pinggang Kiria, lalu menggendongnya. Dia melangkah cepat menuju pintu. "Kau mau bawa ke mana putriku?" sergah Bram seraya menarik lengan baju Arya. "Tentu saja, ke rumah sakit. Lepaskan saya, Pak Bram! Ria harus segera diperiksa dokter.""Tidak perlu."Arya, Kanania, dan Alina kompak melotot. Bram tak peduli. Dia menekan salah satu tombol di remote kontrol yang ada di meja. Terdengar suara berderak. Mereka pun kompak mengalihkan pandangan. Dinding yang tadinya dihiasi lukisan mahal bergerak ke arah berlawan. Ruangan serba putih dengan aroma antiseptik terpampang di depan sana. Seorang pria tampan berjas putih menghampiri Bram dan bertanya dengan santun, "Apakah Pak Bram merasa tidak enak badan hari ini?""Bukan aku, tapi putriku."Bram memberi isyarat pada Arya agar membawa Kiria memasuki ruangan. Arya menurut, lalu meletakkan istrinya di ranjang pemeriksaa

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 171

    "Kamu siapa?!" seru Bram setelah terpaku cukup lama. Riani masih melongo. Bahkan, air matanya tidak lagi mengalir saking kagetnya. Riani tahu tentang Bram dari Kanania. Putri bungsunya itu memang sangat mengidolakan sang raja akting. Melihat Bram yang begitu dielu-elukan kaum hawa menjadi pelaku penculikan, Riani tentu langsung syok. Dia mencoba mereka-reka kembali kegiatan seminggu bahkan sebulan belakangan. Mungkinkah seorang rakyat biasa sepertinya bisa bersinggungan dengan publik figur sebesar Bram? "Atau Nia pernah menyinggungnya?" gumam Riani dalam hati. "Tidak! Tidak mungkin! Nia, kan, penggemar berat pasti berhati-hati. Bahkan kata Nia, Bram tidak marah saat Kiria tidak sengaja jatuh ke pelukannya."Riani mengelus-elus dagu sendiri. Dia sesekali mengangguk-angguk. Riani tak menyadari wajah Bram yang sudah dipenuhi amarah. "Kamu siapa?! Kenapa bisa ada di sini!" seru Bram. Riani seketika terlonjak. Hampir saja, dia terguling dari kasur. Untunglah, tangannya sempat berpegan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 170

    "Nia, tenang dulu. Jelaskan pelan-pelan," bujuk Agung. Kanania masih terisak untuk beberapa saat, lalu melanjutkan ceritanya, "Aku baru pulang sama Ibu dari belanja. Tiba-tiba ada banyak mobil di halaman. Banyak preman keluar dari sana langsung membawa Ibu," cerocos Kanania. "Iya, Nia. Ayah mengerti. Kami akan segera pulang."Kanania tak menjawab, hanya terdengar isakannya. Agung pun berniat pulang. Kiria, Arya, dan Alina ikut serta. Saat mereka tiba, rumah Agung sudah dalam keadaan berantakan. Kanania terduduk di teras dengan wajah berurai air mata. Begitu melihat ayahnya, dia seperti mendapat kekuatan, memeluk sang ayah dan menangis histeris. "Yah! Kita harus cepat lapor polisi! Jangan sampai Ibu kenapa-kenapa!" seru Kanania panik. "Iya, Nia. Ayo kita ke kantor polisi!" Agung sudah menarik tangan Kanania menuju mobilnya. "Tunggu, Yah!" sergah Arya. Langkah Agung dan Kanania terhenti. Mereka menatap Arya dengan alis berkerut. Arya menghela napas. "Penculik ini tiba-tiba berak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status