Share

Bagian 4

Author: Puziyuuri
last update Last Updated: 2025-04-16 04:28:53

Saat wajah Arya dan Kiria hanya berjarak beberapa senti, Arya kembali berbisik lembut, "Aku sangat merindukanmu, Ri-"

Belum habis ucapan Arya, Kiria menggunakan sedikit celah untuk membalikkan posisi. Arya malah terkekeh dan menatapnya dengan sorot mata nakal. Kiria merinding dibuatnya. Kemudian, dia dengan paksa membuka mulut sang atasan dan meminumkan air mineral berisi obat penawar.

"Ughh ... Sial!" umpat Arya sembari memegangi kepalanya.

Kiria menggunakan kesempatan itu untuk mendorong Arya. Setelah lolos dari pelukan sang atasan, dia langsung berdiri di dekat pintu. Namun, gadis itu malah mendengar obrolan para pengawal.

"Baru pertama kali Pak Arya tidak menolak wanita."

"Benar juga, biasanya, meskipun diberi obat, tetap bisa mengusir para wanita yang mendekat."

"Bukannya tadi juga begitu? Partner bisnis bawakan wanita, tapi diusir semua."

"Apa Pak Arya menyukai Bu Kiria-"

Deheman dan pelototan Kiria menghentikan obrolan para pengawal. Gadis itu sempat-sempatnya menceramahi mereka agar bersikap profesional. Para pengawal yang tadi bergosip pun meminta maaf.

"Kami minta maaf, Bu. Ini pertama kalinya Pak Arya bersikap seperti itu. Jadi ...."

"Mau pertama kali atau bukan, tetap tidak pantas kalian seperti itu. Pak Arya hanya hilang kendali karena kita terlambat memberikan penawar. Jangan berpikir macam-macam!" tegas Kiria.

Meskipun terlihat begitu profesional, sebenarnya Kiria hanya tak terima dikatakan disukai Arya. Membayangkannya saja sudah tak masuk akal. Makhluk sedingin es itu jatuh cinta kepadanya? Wanita-wanita supermodel saja diempaskan oleh Arya, apalagi Kiria si penggila kerja yang sangat tidak modis, terkadang bau asam sulfat pula.

Sementara itu, kesadaran Arya perlahan pulih. Obat penawar mulai meredakan efek afrodisiaka. Dia memegangi kepalanya beberapa saat, lalu mengalihkan pandangan ke pintu. Kiria tampak asyik mengobrol dengan para pengawal, membuat Arya mendelik tajam.

"Bu Kiria, tolong kemari!" perintahnya.

Kiria seketika menghentikan obrolan. Dia melirik Arya takut-takut.

"Bapak sudah beneran sadar?"

"Iya, cepat kemari!"

Kiria tampak masih ragu. Setelah sang atasan mendelik tajam, barulah dia benar-benar mendekat. Namun, Kiria tetap berdiri dan menjaga jarak.

"Duduklah!"

Kiria duduk sembari melirik dengan sorot mata cemas. DIa juga tetap menjaga jarak. Tatapan tajam mata elang membuatnya berkali-kali menelan ludah. Sedikit saja Arya bergerak, Kiria akan bergeser menjauh.

"Kenapa kamu menatap saya seperti itu? Memangnya saya binatang buas yang hendak menerkam."

"Tadi, kan, Bapak mau menerkam saya."

Kiria memukul mulutnya sendiri. Bisa-bisanya dia keceplosan. Arya menghela napas berat. Wajah dinginnya terlihat lebih sinis, membuat rasa ingin mencakar muka orang menguat dalam hati Kiria.

"Itu karena kamu sangat lamban. Kondisi saya seharusnya tidak seburuk itu jika kamu datang tepat waktu."

Kiria mengumpat dalam hati. Bukannya minta maaf hampir melecehkan, atasannya itu malah menyalahkan. Meskipun Kiria memang juga ada kesalahan, tapi semua itu terjadi karena ada insiden tak terduga.

"Ya, saya terpisah tadi dengan pengawal karena ada keributan di lantai satu. Saya, kan, tidak pernah ke tempat seperti ini, jadinya tersesat, Pak," cerocos Kiria.

Dia tentu sedikit berkilah. Gadis itu tak mau sang atasan tahu keterlambatannya karena ada masalah pribadi. Bisa habis Kiria kena semprot.

Mungkin karena kasihan, pimpinan pengawal masuk dan ikut menjelaskan, "Ini juga kesalahan kami, Pak, tadi Bu Kiria sampai salah ruangan dan hampir dipukuli orang."

Arya seketika mendelik. Tangannya mengepal kuat. Pimpinan pengawal menunduk dengan khidmat. Dia hanya pasrah mendapatkan teguran keras dari sang bos.

Kiria diam-diam mencibir.

"Dipukuli apanya? Aku yang memukuli teman-teman Aldino yang berengsek itu," gerutunya dalam hati.

"Lain kali, kamu harus menjaga orang saya dengan benar! Jika sampai terjadi lagi, jangan harap kamu bisa melihat matahari lagi!"

"Siap, Pak!"

Kiria segera menyela, "Tidak seburuk itu, kok, Pak. Saya juga tadi enggak kalah sama pria-pria itu. Lagipula, saya heran kenapa Bapak meminta saya mengantarkan obat? Pengawal Bapak yang mengambilkan juga bisa, 'kan?"

Arya mendelik.

"Saat masuk ruangan ini pertama kali, apa yang kamu lakukan?"

"Menutup lagi pintunya, udara di ruangan tercemar."

Kiria seketika menepuk kening. Ternyata, Arya juga memiliki penciuman sensitif. Dia menyadari perngharum ruangan mengandung obat, sehingga melarang pengawal masuk. Kiria bergidik membayangkan jika para pengawal itu terkena pengaruh obat bersama-sama.

Suara Arya berubah sedikit lebih lembut. "Saya tahu kamu sangat cerdas dan pasti bisa mengatasi situasinya."

"Terima kasih pujiannya, Pak."

Tring!

Notifikasi muncul di layar ponsel Kiria. Sejumlah uang masuk di rekening pribadinya. Arya mengancingkan kemejanya, juga menyugar rambut agar kembali rapi.

"Bonus dari saya," jelasnya.

"Terima kasih banyak, Pak." Kiria melirik arloji di pergelangan tangannyanya. "Sudah selarut ini. Kalau Bapak sudah baik-baik saja, saya permisi dulu, ya, Pak."

Kiria bangkit dari sofa. Dia membungkukkan badan, lalu bebalik. Baru saja berjalan beberapa langkah, tangan kokoh itu mengenggam pergelangan tangannya.

"Saya antar kamu pulang."

"Tidak perlu repot-repot, Pak. Saya mau balik ke perusahaan, masih ada data yang belum selesai."

Arya mendelik.

"Masih bekerja? Selarut ini? Saya akan antar pulang! Ini perintah!"

Oleh karena tak ingin semakin lama bersama aatasan galak, Kiria pun mengiayakan. Dia juga mengirimkan pesan kepada Arlita untuk menunda beberapa pengujian. Sementara itu, Arya bangkit dari sofa dengan elegan. Bahkan kibasan jasnya saja sudah terlihat seperti pemeran utama pria kaya di drama-drama.

Mereka keluar dari ruangan beriringan. Meskipun Arya memintanya berjalan berdampingan, Kiria tetap memilih berada di belakang atasan. Perdebatan terjadi lagi saat mereka hendak memasuki mobil.

"Kenapa kamu mau masuk di situ?" tegur Arya saat Kiria membuka pintu di sebelah supir.

"Masa saya di samping Bapak!" jerit Kiria dalam hati.

"Duduk di sebelah saya. Di depan itu tempat Sandi."

"Baik, Pak."

Akhirnya, Kiria mengalah. Sepanjang perjalanan, jantungnya terus berdegub kencang. Rasa takut bercampur dengan rasa gugup karena pesona sang presiden direktur yang entah kenapa semakin terpancar saat sedekat itu. Kiria bahkan pura-pura tertidur agar tak perlu berbincang.

Ketukan di dahi membuat Kiria membuka mata. Ternyata, mereka sudah sampai. Kiria kembali berterima kasih, lalu keluar dari mobil. Dia menunggu hingga Porsche milik Arya menghilang dari pandangan, barulah masuk sembari mengucapkan salam dan disambut sebuah pelukan hangat.

"What's up? Nenek memelukku? Enggak salah nih?" gumam Kiria dalam hati.

"Nia, akhirnya kamu pulang. Nenek cemas."

Belum sempat Kiria menyahut, Mira, sang nenek sudah mendorongnya dengan kasar. Wanita tua itu langsung mencerocos dengan segala omelan dan sedikit makian. Kiria hanya bisa pasrah

"Cuih! Dikira Nia yang pulang, ternyata si anak sial!"

Kiria seketika terbelalak. "Nia? Nia belum pulang?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 5

    "Nia belum pulang, Nek?" ulang Kiria.Mira mendecih."Kalau sudah pulang, untuk apa aku menunggu di depan pintu? Dari tadi kutelepon, tidak menyambung."Kiria mendesah berat. Kepalanya mendadak terasa berdenyut. Pikiran buruk menghantui benaknya, terlebih mengingat kejadian di ruangan klub malam."Si Aldino sial*n ini, apa lagi maunya? Seharusnya, aku tidak bodoh memercayakan Nia!" desis Kiria tajam.Sayangnya, gerutuannya terdengar Mira. Sang nenek seketika memukul mulutnya dengan remot TV. Kiria menatap protes, tetapi Mira malah mengangkat tangan. Satu tamparan hampir saja mendarat di pipi Kiria. Beruntung, dia berhasil menghindar."Mulutmu itu seperti tidak sekolah saja! Jaga omonganmu! Bagaimana kalau Nak Aldino sampai tahu pacarnya sekasar ini? Kapan lagi keluarga ini punya kesempatan punya mantu sekaya Nak Al. Kenapa bukan Nia yang manis saja yang pacaran dengan Nak Al? Pasti lebih serasi."Kiria tak mengacuhkan omelan sang nenek. Dia lebih memilih menghubungi nomor Aldino. Lela

    Last Updated : 2025-04-18
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 6

    Pintu telah terbuka sempurna, menampilkan pertunjukkan memalukan di sofa.Tangisan histeris Riana seketika memenuhi udara. Agung merangsek masuk, menyeret Aldino dan menghajarnya. Mira bergegas mengejar, mencegah Agung bertindak lebih jauh."Agung, jangan kau pukul calon cucu menantuku!""Bu! Dia sudah melecehkan putriku!""Belum tentu, bisa saja mereka suka sama suka!"Agung dan Mira terus berdebat. Riana hanya bisa terduduk di lantai sambil terisak-isak. Kiria menghela napas berat. Dia menutup pintu dan menguncinya sebelum aib keluarga mereka menjadi konsumsi para penghuni apartemen lain.Kiria mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan melemparkannya kepada Kanania. Selanjutnya, dia mendekati Riana dan memeluk erat sang ibu. Sementara itu, Kanania yang mendapat lemparan pakaian pun tersadar. Gadis itu menangis histeris."Ayah, jangan pukul Kak Al! Ini bukan salah Kak Al!" jeritnya dengan air mata bercucuran.Tinju Agung menghantam tembok. Dia mengalihkan pandangan pada putri bu

    Last Updated : 2025-04-21
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 7

    "Ehem!""Kucing Pak RT kecebur got!" Kiria mendengkus. "Siapa, sih? Ganggu konsentrasi aja!" gerutunya sembari menoleh ke kanan.Kiria seketika menelan ludah. Sosok tinggi menjulang dengan wajah galak nan tampan itu menatapnya tajam. Kiria sempat melirik Arlita yang memandangnya iba."Ma-maaf, Pak. Saya tadi terlalu fokus melakukan docking, jadi kaget. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"Arya melirik layar komputer di hadapan Kiria. Keningnya sedikit berkedut. Pemuda itu kini berfokus pada rancangan senyawa di layar. Setiap gugus fungsi tak luput dari mata elangnya.Kiria seketika mengumpat dalam hati, "Sial! Sial! Kenapa bisa lupa mengganti layar? Waduh, bisa-bisa gawat kalau ketahuan merancang racun diam-diam! Tapi, tenang dulu, Pak Arya, kan orang bisnis, mana ngerti masalah ini."Kiria memang tengah melakukan docking, suatu teknologi merancang senyawa secara digital sebelum benar-benar disintesis. Dengan adanya docking, peneliti bisa menambahkan berbagai gugus fungsi pada senyawa dan

    Last Updated : 2025-04-22
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 8

    Kiria terus berlari meninggalkan laboratorium dan memasuki gedung V, di mana ruangan Arya berada. Begitu berada di dalam gedung V, gadis itu mengganti larinya dengan jalan cepat. Dia tentu tak ingin menabrak orang dan membuat masalah baru."Selamat pagi, Bu Kiria," sapa dua gadis cantik dari bagian pemasaran. Kiria hanya membalas dengan anggukan kecil. Dia kembali mempercepat langkah. Telinganya sempat mendengar obrolan sinis gadis-gadis tersebut yang menganggapnya sombong. Namun, Kiria tak punya waktu untuk baku hantam dan bergegas menuju lift."Sial!" umpat Kiria begitu melihat tulisan rusak di salah satu pintu lift.Sementara itu, antrian orang yang hendak menggunakan lift satunya sudah mengular. Kiria mengusap wajah. Dia tak punya pilihan selain menggunakan tangga menuju ruangan Arya."Pak Arya, kenapa ruangan Bapak harus di lantai 7? Lantai 7! Lantai 7!" keluh Kiria sepanjang perjalanan berlari di tangga.Ketika tenaga hampir habis, Kiria berhenti sejenak untuk menyeka keringat

    Last Updated : 2025-05-02
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 9

    "Maaf, Pak! seru Kiria sebelum menyundul dagu Arya.Tangan boleh terperangkap dalam genggaman sang atasan, tapi kepalanya masih bisa digunakan. Arya mengerang sambil memegangi dagu yang sedikit memar. Kiria mengusap kepala sambil berlari menuju pintu. Namun, berkali-kali dia menarik gagang pintu, kaca persegi itu tak jua mau bergerak."Mati aku! Pintunya terkunci." Kiria berbalik dan melihat Arya berjalan semakin dekat. "Sial! Terpaksa mengambil resiko. Semoga efek penawarnya juga berkebalikan."Kiria mengatur napas sebelum berlari ke arah Arya. Dia menggunakan sedikit teknik bela diri utnuk mengunci gerakan. Saat Arya terjatuh, kiria meminumkan paksa obat penawar. Arya mengerang beberapa saat sebelum tak sadarkan diri.Tiga puluh menit berlalu begitu saja. Arya terbaring lemah di sofa. Sementara Kiria memilih kursi di depan meja presiden direktur. Dia tentu tak ingin mengambil resiko."Ughh ... kepalaku," desis Arya lemah.Kiria bangkit dari kursi dan menghampiri. "Akhirnya, Bapak s

    Last Updated : 2025-05-02
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 10

    Kiria benar-benar tercengang. Dia hanya bisa mengepalkan tangan dan kehilangan kata-kata. Suaranya seolah tersangkut di tenggorokan. Adik lugu berubah menjadi rubah betina licik tentu menjadi tamparan keras baginya."Nia ... kenapa begini ...," lirih Kiria. Namun, dia tiba-tiba terdiam, lalu tergelak. "Aha! Kakak tau! Kamu cuma mau prank, 'kan? Hayo ngaku!" cecarnya.Kanania tersenyum sinis. Sorot matanya yang dingin menghentikan tawa Kiria seketika. Kiria merasakan aura dendam yang begitu kuat. Namun, dia tak mengerti kenapa perasaan seperti itu bisa ada pada adiknya."Nia ... kamu hanya bercanda, 'kan? Pasti hanya bercanda, 'kan?""Bercanda? Tidak, Kak. Aku serius.""Tapi, kenapa, Nia? Kenapa?"Kanania mendekat bibirnya ke telinga sang kakak dan berbisik, "Tentu saja karena aku benci kakakku yang selalu menjadi si nomor satu. Jadi, Kakak tidak boleh lebih baik dariku. Sebentar lagi, aku akan menjadi nyonya muda di Keluarga Mahendra sementara Kakak tetap menjadi perawan tua kaku ya

    Last Updated : 2025-05-02
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 11

    Kiria menarik rambut sendiri, tetapi berhenti setelah dirasa sakit. Setelah itu, dia mulai mondar-mandir sambil menggigiti ujung kuku. Bayangan wajah kesal Arya melintas di benaknya. Kiria mendadak merasa sesak napas."Kiria, Kiria, kenapa kau tidak berhenti menimbulkan masalah?" keluhnya sambil memukul kepala sendiri, tetapi dia cepat menggeleng. "Tidak! Aku harus mencoba memperbaikinya!"Setelah mengumpulkan keberanian, Kiria memutuskan untuk menghubungi Arya kembali. Beberapa kali melakukan panggilan, tak ada jawaban. Kiria hampir saja menyerah, hingga suara khas kaku yang menyebalkan terdengar di panggilan ketujuh."Halo.""Ha-halo, Pak Arya. Maaf menganggu waktunya."Kiria mengatur napas sejenak, menenangkan jantungnya yang berdebar kencang seperti dikejar setan."Begini, Pak. Tadi malam saya ...."Kiria terdiam lagi. Dia memutar otak mencari kalimat paling tepat. Tak lama terdengar helaan napas berat, membuat suhu sekitar terasa turun beberapa derajat."Mati aku! Mati aku!""Apa

    Last Updated : 2025-05-03
  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 12

    Kiria terpaku untuk beberapa saat. Kalimat protes diungkapkannya dengan berapi-api hanya dalam hati. Setelah puas memaki atasan dalam hati, barulah dia menyungingkan senyuman bisnis. "Baik, Pak. Kami akan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya." "Bagus, Bu Kiria memang karyawan teladan. Tidak seperti seseorang." Arya tiba-tiba mengalihkan pandangan pada Arlita. Gadis bertubuh mungil itu seketika gemetaran dan bersembunyi di belakang Kiria. Tak ayal, tatapan Arya kini tertumbuk pada sepasang mata indah Kiria. Lama keduanya beradu pandang, seolah menciptakan dimensi hanya untuk berdua. Sekretaris Lusi mengepalkan tangan, lalu berdeham. "Pak Arya, maaf menginterupsi. Rapat dengan dewan direksi akan diadakan 5 menit lagi, sebaiknya kita segera menuju ruang rapat." Arya melirik arloji di pergelangan tangan. "Bu Kiria, kami pergi dulu. Saya harap bisa mendapat laporan perkembangan terbaru setelah rapat." Kiria mengangguk kecil. "Baik, Pak." "Bu Lusi, Pak Rehan, ayo kita pergi." Arya b

    Last Updated : 2025-05-03

Latest chapter

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 19

    Tiara langung berlutut di lantai dan mengenggam tangan Kiria. "Kakak, kenapa? Kakak ...."Sementara itu, Kanania menggigiti ujung kuku. Dia hanya sedikit cemburu melihat kakaknya ditempeli Tiara. Kanania memberikan puding mangga itu agar kakaknya mengalami gatal-gatal saja. Tak pernah terpikirkan olehnya, Kiria akan mengalami gejala alergi parah."Minggir!" seru Arya seraya menjauhkan Tiara.Tiara hendak protes tetapi langsung terdiam saat ditatap tajam. Kemudian, Arya mengatur posisi Kiria agar lebih nyaman sebelum membongkar isi tas gadis itu. Sialnya, Arya tak bisa menemukan auto-injector epinefrin yang biasa dibawa Kiria. Dia pun segera menghubungi pengawal agar membawakan kotak P3K di mobilnya."Ria! Ria! Bertahanlah!"Namun, konidisi Kiria memburuk. Dadanya tampak naik turun. Kesulitan bernapas yang dialami gadis itu tampak semakin parah. Arya tak punya banyak pilihan, mengangkat sedikit tengkuk kiria, lalu mendekatkan bibirnya."Hei, apa yang kau lakukan pada Kakak! Dasar mesu

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 18

    Kiria melihat meja dengan gelas bersusun di depan mata. Dia sempat-sempatnya menaruh piring di meja, lalu mencoba melakukan gerakan memutar. Namun, sepasang tangan kokoh mendadak melingkar di pinggangnya. Tak ayal, wajahnya terbenam di dada bidang."Ria, kamu baik-baik saja?" seru Arya panik.Suaranya terdengar begitu lembut sampai-sampai membuat Kiria refleks mendongak. Dua pasang mata bertemu. Di antara hangatnya napas yang menampar wajah, waktu seolah terhenti, menciptakan dimensi tersendiri."Gadis dari keluarga mana itu?""Aduh, aku iri sekali! Apa aku harus terpeleset juga biar ada momen romantis dengan tuan muda Keluarga Wijaya?""Jangan bodoh! Si Joy pernah nyoba, tapi malah malu karena jatuh sendiri."Bisik-bisik para gadis menyentak kesadaran Kiria. Dia cepat-cepat melepaskan pelukan Arya. Sang atasan mendecakkan lidah dan menatap para gadis penggosip dengan tatapan membunuh."Terima kasih, Pak Arya," tutur Kiria canggung."Ya, lain kali hati-hati. Banyak serigala di pesta s

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 17

    "Berhenti!"Suara khas berwibawa menghentikan gerakan para petugas keamanan. Mereka dengan kompak berbalik, lalu membungkuk pada sosok yang tadi berbicara. Cantika merasa gusar segera menoleh bermaksud mengomel, tetapi seketika menelan ludah.Leo Rahardja sang pemilik acara tengah mendekat. Lelaki paruh baya itu terus berjalan, hingga berhenti di hadapan Kiria. Dia menepuk pelan bahu Kiria sembari menatap dengan sorot mata khawatir."Nak Kiria tidak apa-apa? Maaf kelancangan orang-orang saya," ucapnya penuh penyesalan. Dia mengalihkan pandangan pada para petugas keamanan. "Beraninya kalian hendak mengusir tamu kehormatan saya!""Maafkan kami, Pak. Nona Keluarga Mahendra mengatakan nona ini penyusup."Ketua tim keamanan cepat membela diri, membuat wajah Cantika memucat. Leo menatap sinis Cantika. Dia tentu tahu bagaimana sepak terjang gadis itu mencoba mendekati para putranya. Leo tak sudi memiliki menantu manja dan arogan sepertinya."Ya sudahlah. Lain kali pastikan dulu identitas tam

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 16

    Langit bahkan belum sepenuhnya terang, ponsel Kiria sudah berdentang. Pesan singkat dari Sandi mengabarkan kedatangannya. Kiria menghela napas berat. Dia memasukkan ponsel ke tas, lalu bergegas keluar kamar."Lho, berangkat lebih pagi, Nak? Ibu belum selesai masak lho," tegur Riana saat Kiria melewati dapur.Kiria menghampiri sang ibu. Dia mencium punggung tangan wanita dengan sorot mata lembut itu. Kiria mencomot dua potong tempe goreng di meja."Ada urusan pekerjaan, Bu. Ini saja sudah ditelpon," sahutnya seraya mengunyah tempe."Bawa bekal dulu, ya."Kiria menggeleng. "Enggak akan sempat, Bu. Nanti aku beli aja." Dia mencium pipi kanan ibunya. "Aku pergi dulu."Riana mengangguk. Kiria pun bergegas keluar rumah. Dia harus berjalan 200 meter lagi. Kiria meminta agar Sandy parkir agak jauh karena tak ingin menimbulkan rasa iri adiknya lagi. Meskipun Kanania biasanya masih tidur, tapi dia tetap tidak mau mengambil resiko."Kenapa Pak Arya juga ikut?" celetuk Kiria tanpa sadar saat memb

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 15

    Saat pintu benar-benar terbuka lebar, pemandangan dalam ruangan membuat mereka semua terpaku. Bagaimana tidak? Arya berbaring di sofa dengan Kiria tengah bersandar di dadanya dengan raut wajah kesakitan,"Astaghfirullah! Ketua!" jerit Yanto histeris dengan mata berkaca-kaca. Suara melengking pemuda itu seketika menyadarkan yang lain. Sekretaris Lusi meradang, hendak menyerbu masuk. Namun, Sekretaris Rehan menahannya dengan sigap. Sementara itu, Arlita seolah kehilangan tenaga dan terduduk lemas. "Walaupun ini dosa, tapi sebagai bawahan Bapak, saya akan membantu perjuangan cinta Pak Arya," tekad Sekretaris Rehan dalam hati dengan takzim.Dia memegang gagang pintu, bersiap menutupnya. Namun, sepatu kets terlempar dari dalam ruangan, mendarat mulus di dadanya. Kiria yang telah melempar sepatu, tampak melotot. "Jangan ditutup, Pak Rehan, tolong kami dulu!"Sekretaris Rehan malah melongo. Akibatnya, pegangan pada Sekretaris Lusi terlepas. Gadis itu pun berlari sekuat tenaga. Dia meraih

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 14

    Arya refleks berdiri dengan napas menderu. Sekretaris Rehan membujuknya duduk kembali dengan susah payah. Sekretaris Lusi tersenyum licik, bersiap menambahkan sekam dalam api. Namun ...."Aduh, Ketua! Akhirnya, Yanto bisa ketemu ketua lagi, deh! Kangen banget tau!" seru si Yanto sambil memukul pelan bahu Kiria. "Waktu ketua enggak masuk, kita, tuh, kayak anak ayam kehilangan induk," keluhnya, lalu mengipasi wajah dengan kipas berenda yang entah datang darimana.Sekretaris Rehan seketika tak bisa menahan tawa. Arya tak jadi gusar, kembali duduk seraya diam-diam menghela napas lega. Sementara Sekretaris Lusi sudah merobek-robek tisu.Tawa Rehan mengalihkan perhatian Yanto. Dia berbalik dan langsung menutup mulut. Tak lama kemudian, jemari lentiknya mencubit Arlita dengan semena-semena."Yanti, sakit tau!"Yanto seketika merengut. "Yanti! Yanti! Nama aku Yanto, Lita. Ish! Emangnya aku cewek? Aku ini cowok tulen tau!" Dia mendadak menepuk kening. "Eh kelupaan! Aku tadi mau nanya, kenapa P

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 13

    "Sa-saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya kira Bapak itu Yanto." Kiria seketika mundur, lalu membungkukkan badan dan meminta maaf berkali-kali. Sekretaris Lusi diam-diam mencibir, tetapi cepat mengubah raut wajahnya menjadi prihatin saat Sekretaris Rehan menoleh. Sementara Arlita sibuk mendoakan keselamatan ketua timnya dalam hati. Mereka semua tak menyadari sorot mata penuh dendam Arya. Tangan kokohnya terkepal kuat. Dia menghentikan Kiria yang tengah meminta maaf. "Jadi, kalau Yanto, Bu Kiria bisa mengendus-endusnya?" sindir Arya tajam. Namun, Kiria malah terbengong-bengong. Di laboratorium itu, mereka memang sering bercanda, saling mengejek bau masing-masing. Jadi, berlagak mengendus, lalu mengomentari bau itu biasa saja, yang tentunya menjadi tidak sopan saat dilakukan pada seorang presiden direktur. "Jadi, tidak apa-apa kalau mengendus Yanto?" ulang Arya dengan suara lebih dingin. Kiria seketika merinding meskipun masih tak mengerti di mana letak kesalahannya. Sekretaris L

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 12

    Kiria terpaku untuk beberapa saat. Kalimat protes diungkapkannya dengan berapi-api hanya dalam hati. Setelah puas memaki atasan dalam hati, barulah dia menyungingkan senyuman bisnis. "Baik, Pak. Kami akan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya." "Bagus, Bu Kiria memang karyawan teladan. Tidak seperti seseorang." Arya tiba-tiba mengalihkan pandangan pada Arlita. Gadis bertubuh mungil itu seketika gemetaran dan bersembunyi di belakang Kiria. Tak ayal, tatapan Arya kini tertumbuk pada sepasang mata indah Kiria. Lama keduanya beradu pandang, seolah menciptakan dimensi hanya untuk berdua. Sekretaris Lusi mengepalkan tangan, lalu berdeham. "Pak Arya, maaf menginterupsi. Rapat dengan dewan direksi akan diadakan 5 menit lagi, sebaiknya kita segera menuju ruang rapat." Arya melirik arloji di pergelangan tangan. "Bu Kiria, kami pergi dulu. Saya harap bisa mendapat laporan perkembangan terbaru setelah rapat." Kiria mengangguk kecil. "Baik, Pak." "Bu Lusi, Pak Rehan, ayo kita pergi." Arya b

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 11

    Kiria menarik rambut sendiri, tetapi berhenti setelah dirasa sakit. Setelah itu, dia mulai mondar-mandir sambil menggigiti ujung kuku. Bayangan wajah kesal Arya melintas di benaknya. Kiria mendadak merasa sesak napas."Kiria, Kiria, kenapa kau tidak berhenti menimbulkan masalah?" keluhnya sambil memukul kepala sendiri, tetapi dia cepat menggeleng. "Tidak! Aku harus mencoba memperbaikinya!"Setelah mengumpulkan keberanian, Kiria memutuskan untuk menghubungi Arya kembali. Beberapa kali melakukan panggilan, tak ada jawaban. Kiria hampir saja menyerah, hingga suara khas kaku yang menyebalkan terdengar di panggilan ketujuh."Halo.""Ha-halo, Pak Arya. Maaf menganggu waktunya."Kiria mengatur napas sejenak, menenangkan jantungnya yang berdebar kencang seperti dikejar setan."Begini, Pak. Tadi malam saya ...."Kiria terdiam lagi. Dia memutar otak mencari kalimat paling tepat. Tak lama terdengar helaan napas berat, membuat suhu sekitar terasa turun beberapa derajat."Mati aku! Mati aku!""Apa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status