Share

Bagian 4

Penulis: Puziyuuri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-16 04:28:53

Saat wajah Arya dan Kiria hanya berjarak beberapa senti, Arya kembali berbisik lembut, "Aku sangat merindukanmu, Ri-"

Belum habis ucapan Arya, Kiria menggunakan sedikit celah untuk membalikkan posisi. Arya malah terkekeh dan menatapnya dengan sorot mata nakal. Kiria merinding dibuatnya. Kemudian, dia dengan paksa membuka mulut sang atasan dan meminumkan air mineral berisi obat penawar.

"Ughh ... Sial!" umpat Arya sembari memegangi kepalanya.

Kiria menggunakan kesempatan itu untuk mendorong Arya. Setelah lolos dari pelukan sang atasan, dia langsung berdiri di dekat pintu. Namun, gadis itu malah mendengar obrolan para pengawal.

"Baru pertama kali Pak Arya tidak menolak wanita."

"Benar juga, biasanya, meskipun diberi obat, tetap bisa mengusir para wanita yang mendekat."

"Bukannya tadi juga begitu? Partner bisnis bawakan wanita, tapi diusir semua."

"Apa Pak Arya menyukai Bu Kiria-"

Deheman dan pelototan Kiria menghentikan obrolan para pengawal. Gadis itu sempat-sempatnya menceramahi mereka agar bersikap profesional. Para pengawal yang tadi bergosip pun meminta maaf.

"Kami minta maaf, Bu. Ini pertama kalinya Pak Arya bersikap seperti itu. Jadi ...."

"Mau pertama kali atau bukan, tetap tidak pantas kalian seperti itu. Pak Arya hanya hilang kendali karena kita terlambat memberikan penawar. Jangan berpikir macam-macam!" tegas Kiria.

Meskipun terlihat begitu profesional, sebenarnya Kiria hanya tak terima dikatakan disukai Arya. Membayangkannya saja sudah tak masuk akal. Makhluk sedingin es itu jatuh cinta kepadanya? Wanita-wanita supermodel saja diempaskan oleh Arya, apalagi Kiria si penggila kerja yang sangat tidak modis, terkadang bau asam sulfat pula.

Sementara itu, kesadaran Arya perlahan pulih. Obat penawar mulai meredakan efek afrodisiaka. Dia memegangi kepalanya beberapa saat, lalu mengalihkan pandangan ke pintu. Kiria tampak asyik mengobrol dengan para pengawal, membuat Arya mendelik tajam.

"Bu Kiria, tolong kemari!" perintahnya.

Kiria seketika menghentikan obrolan. Dia melirik Arya takut-takut.

"Bapak sudah beneran sadar?"

"Iya, cepat kemari!"

Kiria tampak masih ragu. Setelah sang atasan mendelik tajam, barulah dia benar-benar mendekat. Namun, Kiria tetap berdiri dan menjaga jarak.

"Duduklah!"

Kiria duduk sembari melirik dengan sorot mata cemas. DIa juga tetap menjaga jarak. Tatapan tajam mata elang membuatnya berkali-kali menelan ludah. Sedikit saja Arya bergerak, Kiria akan bergeser menjauh.

"Kenapa kamu menatap saya seperti itu? Memangnya saya binatang buas yang hendak menerkam."

"Tadi, kan, Bapak mau menerkam saya."

Kiria memukul mulutnya sendiri. Bisa-bisanya dia keceplosan. Arya menghela napas berat. Wajah dinginnya terlihat lebih sinis, membuat rasa ingin mencakar muka orang menguat dalam hati Kiria.

"Itu karena kamu sangat lamban. Kondisi saya seharusnya tidak seburuk itu jika kamu datang tepat waktu."

Kiria mengumpat dalam hati. Bukannya minta maaf hampir melecehkan, atasannya itu malah menyalahkan. Meskipun Kiria memang juga ada kesalahan, tapi semua itu terjadi karena ada insiden tak terduga.

"Ya, saya terpisah tadi dengan pengawal karena ada keributan di lantai satu. Saya, kan, tidak pernah ke tempat seperti ini, jadinya tersesat, Pak," cerocos Kiria.

Dia tentu sedikit berkilah. Gadis itu tak mau sang atasan tahu keterlambatannya karena ada masalah pribadi. Bisa habis Kiria kena semprot.

Mungkin karena kasihan, pimpinan pengawal masuk dan ikut menjelaskan, "Ini juga kesalahan kami, Pak, tadi Bu Kiria sampai salah ruangan dan hampir dipukuli orang."

Arya seketika mendelik. Tangannya mengepal kuat. Pimpinan pengawal menunduk dengan khidmat. Dia hanya pasrah mendapatkan teguran keras dari sang bos.

Kiria diam-diam mencibir.

"Dipukuli apanya? Aku yang memukuli teman-teman Aldino yang berengsek itu," gerutunya dalam hati.

"Lain kali, kamu harus menjaga orang saya dengan benar! Jika sampai terjadi lagi, jangan harap kamu bisa melihat matahari lagi!"

"Siap, Pak!"

Kiria segera menyela, "Tidak seburuk itu, kok, Pak. Saya juga tadi enggak kalah sama pria-pria itu. Lagipula, saya heran kenapa Bapak meminta saya mengantarkan obat? Pengawal Bapak yang mengambilkan juga bisa, 'kan?"

Arya mendelik.

"Saat masuk ruangan ini pertama kali, apa yang kamu lakukan?"

"Menutup lagi pintunya, udara di ruangan tercemar."

Kiria seketika menepuk kening. Ternyata, Arya juga memiliki penciuman sensitif. Dia menyadari perngharum ruangan mengandung obat, sehingga melarang pengawal masuk. Kiria bergidik membayangkan jika para pengawal itu terkena pengaruh obat bersama-sama.

Suara Arya berubah sedikit lebih lembut. "Saya tahu kamu sangat cerdas dan pasti bisa mengatasi situasinya."

"Terima kasih pujiannya, Pak."

Tring!

Notifikasi muncul di layar ponsel Kiria. Sejumlah uang masuk di rekening pribadinya. Arya mengancingkan kemejanya, juga menyugar rambut agar kembali rapi.

"Bonus dari saya," jelasnya.

"Terima kasih banyak, Pak." Kiria melirik arloji di pergelangan tangannyanya. "Sudah selarut ini. Kalau Bapak sudah baik-baik saja, saya permisi dulu, ya, Pak."

Kiria bangkit dari sofa. Dia membungkukkan badan, lalu bebalik. Baru saja berjalan beberapa langkah, tangan kokoh itu mengenggam pergelangan tangannya.

"Saya antar kamu pulang."

"Tidak perlu repot-repot, Pak. Saya mau balik ke perusahaan, masih ada data yang belum selesai."

Arya mendelik.

"Masih bekerja? Selarut ini? Saya akan antar pulang! Ini perintah!"

Oleh karena tak ingin semakin lama bersama aatasan galak, Kiria pun mengiayakan. Dia juga mengirimkan pesan kepada Arlita untuk menunda beberapa pengujian. Sementara itu, Arya bangkit dari sofa dengan elegan. Bahkan kibasan jasnya saja sudah terlihat seperti pemeran utama pria kaya di drama-drama.

Mereka keluar dari ruangan beriringan. Meskipun Arya memintanya berjalan berdampingan, Kiria tetap memilih berada di belakang atasan. Perdebatan terjadi lagi saat mereka hendak memasuki mobil.

"Kenapa kamu mau masuk di situ?" tegur Arya saat Kiria membuka pintu di sebelah supir.

"Masa saya di samping Bapak!" jerit Kiria dalam hati.

"Duduk di sebelah saya. Di depan itu tempat Sandi."

"Baik, Pak."

Akhirnya, Kiria mengalah. Sepanjang perjalanan, jantungnya terus berdegub kencang. Rasa takut bercampur dengan rasa gugup karena pesona sang presiden direktur yang entah kenapa semakin terpancar saat sedekat itu. Kiria bahkan pura-pura tertidur agar tak perlu berbincang.

Ketukan di dahi membuat Kiria membuka mata. Ternyata, mereka sudah sampai. Kiria kembali berterima kasih, lalu keluar dari mobil. Dia menunggu hingga Porsche milik Arya menghilang dari pandangan, barulah masuk sembari mengucapkan salam dan disambut sebuah pelukan hangat.

"What's up? Nenek memelukku? Enggak salah nih?" gumam Kiria dalam hati.

"Nia, akhirnya kamu pulang. Nenek cemas."

Belum sempat Kiria menyahut, Mira, sang nenek sudah mendorongnya dengan kasar. Wanita tua itu langsung mencerocos dengan segala omelan dan sedikit makian. Kiria hanya bisa pasrah

"Cuih! Dikira Nia yang pulang, ternyata si anak sial!"

Kiria seketika terbelalak. "Nia? Nia belum pulang?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 126

    Kiria tersenyum puas. Usahanya tiga hari menginap di laboratorium tak sia-sia. Pekerjaan untuk beberapa ke depan sudah terselesaikan dengan baik. Suara kondensor untuk penyulingan minyak atsiri bahkan terdengar merdu di telinga. Sebelumnya, Kiria memang kesulitan mendapatkan minyak atsiri berkualitas tinggi. Entah bagaimana Perusahaan Keluarga Rahardja memonopoli sumber-sumber bahan baku terpercaya. "Mantap juga idemu, Yan. Kupikir akan menyebabkan biaya produksi membengkak jika memproduksi sendiri. Ternyata, dengan modifikasi yang kamu sarankan, hasilnya luar biasa," puji Kiria. Yanto menggaruk kepala yang tidak gatal. Wajah ala boyband Korea yang tampak tersipu memang memesona. Sungguh disayangkan, pinggulnya bergoyang cantik merusak suasana, membuat Arlita susah payah menahan tawa, hampir saja menumpahkan garam asetat di tangannya. "Ehem, Lita," tegur Kiria. "Iya, Ketua, iya."Amira yang baru saja melakukan pengujian kadar menghampiri mereka. Wajahnya tampak sangat serius. Dia

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 125

    Arya mendelik. Mata elangnya seketika menatap tajam pelaku penamparan. Amarahnya semakin tersulut saat melihat Kanania berdiri di sana. Sementara itu, Kanania mengepalkan tangannya yang terasa nyeri. Menampar pipi Arya ternyata cukup sakit. Namun, dia belum puas melampiaskan emosi, kembali mengangkat tangan. "Kamu! Beraninya kamu menyakiti kakakku! Mentang-mentang kami tidak ada hah!" Prernikahan Satya dan Viola memang diadakan secara tiba-tiba. Keluarga Kiria yang kebetulan harus pergi ke Malaysia untuk menemani nenek berobat tak bisa berhadir. Namun, saat insiden di pernikahan menjadi viral, mereka langsung kembali. "Awas kamu, Arya!"Tamparan berikutnya hampir mendarat lagi di pipi Arya. Beruntung, dia menangkap tangan Kanania dengan cepat. Kanania melotot dan menggemelutukkan gigi. "Lepas! Sial*n lepas! Arya, lepas!""Sepertinya, kamu menjadi tidak sopan, adik ipar.""Cih! Aku tidak sudi punya kakak ipar sepertimu!""Jangan lupa, Nia. Kakakmu sangat mencintaiku."Kanania mas

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 124

    Kiria yang tengah menuntaskan panggilan alam mengerutkan kening. Teriakan panik Arya di luar kamar mandi terdengar samar-samar. Dia mencoba menajamkan pendengaran."Ria, kamu sudah janji tidak akan meninggalkanku. Kenapa malah menghilang begitu saja?"Kiria menepuk kening. Dia berdeham beberapa kali, bermaksud memberi tanda keberadaannya. Meskipun bukan sosok religius, Kiria ingat salah satu adab saat di WC adalah tidak berbicara.Namun, suara dehamannya tidak didengar Arya. Sang suami masih saja bermonolog di luar sana. Kiria mendengkus."Aku tidak hilang, Arya! Aku di WC!" seru Kiria kesal.Dia menghela napas lega saat keluhan Arya tak terdengar lagi. Namun, Kiria salah besar. Baru saja hendak fokus kembali buang air, pintu kamar mandi dibuka mendadak.Kiria ternganga. Arya merangsek masuk dengan wajah panik. Melihat Kiria yang tengah duduk di kloset, dia langsung memeluknya erat."Kukira kamu menghilang! Syukurlah, kamu tidak pergi ....""Aryaaa!!!" geram Kiria. "Keluar! Keluar san

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 123

    Dua remaja tengah duduk di bangku kayu. Semilir angin yang berembus mempermainkan rambut keduanya. Remaja perempuan tiba-tiba mengeluarkan Kantong kain dari tas selempangnya."Tadaaa! Hadiah untuk Raka! Ini kubuat sendiri lho!" seru si gadis.Remaja laki-laki menerima kantong kain dan mengeluarkan isinya. Gelang manik-manik yang jauh dari kata estetik membuatnya menahan tawa. Gadis pujaan hatinya ini memang memiliki kecerdasan akademik yang tinggi, tetapi tidak berbakat dalam bidang seni."Raka! Ketawa aja! Ketawa aja sana!"Remaja laki-laki membenarkan letak kacamata tebalnya. "Malah unik kok. Lain dari yang lain, limiterd edition.""Cepat pakai!"Remaja laki-laki terkekeh. Dia melambat-lambatkan, seolah kesusahan memakai gelang. Tak sabaran, remaja perempuan merebut gelang dan memakaikannya dengan cepat, lalu menyeringai nakal."Kau tau, Raka? Gelang itu sudah kuberi mantra. Kamu memakainya maka kamu tidak akan bisa jatuh cinta pada orang lain. Kamu hanya akan mencintaiku selamanya,

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 122

    Kiria dengan gesit berhasil menghindar. Namun, Arya juga refleks mencoba menghadang, menangkap tangan Viola. Tak ayal, gunting menusuk telapak tangannya. Aroma anyir menguar bersamaan dengan tetesan darah mengotori lantai marmer.Viola terbelalak. Dia seketika melepaskan gunting. Beruntung, Arya sempat menggeser kakinya sebelum tertusuk gunting yang jatuh."Kak Arya! Maaf! Aku tidak bermaksud menusukmu!" jerit Viola.Dia hendak meraih tangan Arya. Namun, lelaki itu menepisnya. Emosi Viola pun tersulut kembali."Ini semua salahmu!" serunya sambil menyerbu ke arah Kiria.Kiria menghela napas berat. Dia dengan cepat menangkap lengan Viola, memelintirnya. Satu pukulan di tengkuk membuat gadis dengan gangguan mental itu tak sadarkan diri."Berikan pengobatan untuk Nona Viola, lalu serahkan sisanya pada hukum, biarkan hukum bekerja," perintah Kiria saat para pengawal Arya mendekat.Para pengawal kebingungan. Mereka menatap Arya secara bersamaan. Arya menghela napas berat dan mengangguk pela

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 121

    Viola begitu antusias sampai-sampai membuat petugas medis yang menanganinya sedikit takut. Namun, baru satu goresan kecil terukir di surat perceraian, Arya merebut berkas itu dan melemparnya ke lantai. Kiria tertegun. Tangannya bahkan masih menggenggam erat pulpen."Arya apa yang kau lakukan? Biarkan dia pergi dari keluarga kita!" bentak Baskoro."Membiarkan Kiria pergi dari keluarga kita dan memasukkan ular itu?" ketus Arya sambil menunjuk Viola. "Jangan mimpi, Opa!"Viola tercengang. Dia menatap Arya lekat, mencoba mencari di mana letak kesalahannya. Rencana yang disusun sudah sangat sempurna meskipun sedikit terkendala karena Kiria selamat dari kecelakaan.Namun, bukankah Viola tetap mampu menyingkirkannya dengan elegan? Arya bahkan sudah setuju menikah dengannya? Apa yang salah? "Arya, apa maksudmu menyebut Viola ular? Viola sudah tumbuh besar bersamamu dan Satya bertahun-tahun," sergah Rose.Arya menghela napas. Dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. "Satya, keluarlah!

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status