Share

Bab 7

Penulis: Siti_Rohmah21
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 00:57:08

"Ferdy?" Lila mengenali pria itu. Bahkan bangkit dari tempat duduknya.

Ferdy pun spontan memeluknya, begitu juga dengan Lila, ia langsung membalasnya bahkan sempat cium pipi kanan dan kiri pria yang dianggap asing itu.

Rey yang merasa tak nyaman dengan perlakuan istrinya terhadap pria yang ada di hadapannya itu pun mengerutkan dahinya, raganya turut berdiri dan langsung memisahkan keduanya.

"Apa-apaan ini main pelak peluk aja!" ketus Rey.

Lila terkekeh.

"Maaf, Rey, ini sepupu aku, Ferdy, kamu belum kenal ya? Maklum, dia ini lama di kampung halaman, baru kali ini menginjakkan kakinya ke Jakarta," jelas Lila.

"Kamu nggak pernah cerita punya sepupu laki-laki sepantaran," timpal Rey.

"Emang nggak pernah cerita, kan Ferdy ini tinggalnya di kampung, sedangkan aku juga ketemu dia cuma di hari lebaran aja pas mudik," jawab Lila.

"Tapi dari dulu kamu nggak pernah foto bareng dia!" tambah Rey lagi.

"Udah ya, jangan berantem, maaf Mas Rey, saya ini beda kampung juga dengan Mbak Lila, kami ketemu di hari lebaran, itu pun cuma beberapa hari, jarang foto bareng, kampung saya di Magelang, sedangkan Mbak Lila di seberang, jadi memang beda, dan tidak terlalu dekat juga," terang Ferdy.

Lalu Rey mengangguk dan mempersilakan Ferdy untuk duduk bersama dengan mereka.

Ferdy dan Lila pun menceritakan bagaimana mereka mulai dekat, yaitu setahun kebelakang yang kebetulan Ferdy ditugaskan oleh kedua orang tuanya untuk memantau Lila dan ibunya setelah sang papa meninggal dunia, jadi ia bolak balik antara Magelang dan Kalimantan.

Pertemuan itu diakhiri dengan saling bertukar alamat apartemen, dan ternyata apartemen mereka berdekatan.

-------

Lila duduk di sebuah bangku panjang di tepi jendela cafe favoritnya, menikmati aroma kopi yang baru diseduh. Sore itu, suasana kota terasa hangat meskipun angin mulai berhembus pelan, membawa udara segar yang menenangkan. Ia sedang menunggu suaminya, yang sedang mengurus sesuatu di kantor. Sambil menunggu, Lila membuka ponselnya dan melihat-lihat foto-foto lama di galeri, sampai matanya tertuju pada sebuah foto lama yang memperlihatkan dirinya bersama sepupunya, Ferdy.

Lila dan Ferdy belakangan sangat dekat, hampir seperti saudara kandung. Namun, beberapa bulan ini mereka jarang berkomunikasi karena Ferdy pindah ke luar kota untuk bekerja dan membangun hidupnya sendiri.

"Mbak Lila?" sapa pria itu dengan nada sedikit ragu namun penuh haru.

Lila terkejut. "Ferdy? Kamu ke sini lagi?" Ia segera berdiri dan memeluk sepupunya dengan erat.

"Ya. Kemarin nggak enak mau ngobrol lama, akhirnya tadi aku ikuti kamu dari belakang." Ferdy membalas pelukan itu dengan hangat.

Mereka duduk dan saling bertukar cerita.

Percakapan mereka mengalir dengan hangat. Ferdy bercerita tentang pekerjaannya sebagai konsultan IT di kota yang baru, tentang tantangan dan kesuksesan yang ia raih, juga tentang kerinduannya pada keluarga dan masa kecil yang penuh kenangan manis.

Waktu berlalu cepat tanpa terasa. Namun, setelah obrolan yang hangat itu, Ferdy tiba-tiba mengeluarkan sebuah permintaan yang membuat suasana berubah sedikit serius.

"Mbak Lila... aku ada permintaan," kata Ferdy sambil menatap wajah sepupunya dengan sungguh-sungguh. "Aku sedang mendalami beberapa pekerjaan di kota ini. Pekerjaan semakin berat, dan aku merasa sendirian. Aku berpikir, apakah aku boleh tinggal di rumah ibu kamu untuk sementara waktu? Biar Tante nggak kesepian juga, Om kamu udah balik kan ke Kalimantan?" Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh Ferdy pada Lila.

Lila terdiam sejenak. Ia tahu bahwa rumah ibunya tidak jauh dari apartemen mereka, dan memang rumah itu cukup besar untuk menampung satu orang lagi.

"Aku mengerti, Ferdy," ujar Lila pelan. "Aku harus bicara dulu dengan Mama. Tapi aku yakin dia pasti tidak akan keberatan kalau kamu hanya tinggal sementara."

Rey menimpali, "Kalau memang kamu butuh bantuan, kami juga siap membantu. Tapi yang penting, kita bicarakan dulu semuanya dengan Mama."

Tiba-tiba saja Rey muncul dari arah belakang mengejutkan mereka berdua.

"Rey, maaf, aku nggak sengaja ketemu Ferdy di sini," Lila langsung klarifikasi. Ia khawatir menyakiti hati Rey.

Rey mengangguk sambil tersenyum.

"Maaf ya, aku jadi merepotkan kalian, kalau gitu, aku tidak jadi minta tinggal di rumah Mbak Lila," kata Ferdy.

"Nggak apa-apa, Mama pasti tidak keberatan," jawab Lila. Kemudian ia meraih ponselnya dan menghubungi mamanya yang kini tinggal di rumah Lila sendirian.

---

Beberapa hari kemudian, Lila dan Rey mengantar Ferdy ke rumah mamanya. Saat itu, mamanya Lila sedang duduk di ruang tamu, menyulam kain. Lila segera mengutarakan permintaan Ferdy dengan hati-hati.

"Ma, Ferdy ingin tinggal sementara di rumah. Dia sedang ada masalah dan butuh tempat untuk berteduh," kata Lila.

Mamanya Lila menatap Ferdy lama-lama. "Kalau begitu, aku tidak keberatan. Kita keluarga, tidak enak rasanya menolak. Tapi kamu harus janji akan menjaga jarak terhadap Lila dan Rey, karena kalian ini hanya sepupu, ingat ya, tidak boleh terlalu dekat!"

Ferdy mengangguk sungguh-sungguh. "Tante, aku janji." Dua jari Ferdy seolah mengikat.

Mereka pun sepakat, dan Ferdy mulai tinggal di rumah itu. Kehadiran Ferdy membawa suasana baru yang menyenangkan.

---

Hari-hari berlalu, dan kebersamaan mereka semakin erat. Lila, Rey, dan Ferdy sering menghabiskan waktu bersama di cafe, atau sekadar jalan-jalan santai di taman kota.

"Paket dari siapa ini?" tanya Lila pada Rey.

"Aku nggak pesan apa-apa," jawab Rey.

Lila menautkan kedua alisnya. Kemudian membuka sebuah paket yang tanpa nama, tapi bertuliskan penerima adalah Lila.

"Astaga!" Lila terkejut ketika melihat isi paket tersebut hanya kardus kosong yang berisi bercak darah. Kemudian ia membaca satu kalimat menyeramkan di sebuah kertas kecil. "Ini awal kehancuran kamu!"

Rey langsung membuang paket tersebut dan membawa Lila masuk ke kamar.

Lila duduk dengan detak jantung tak beraturan. Ia benar-benar terkejut.

"Apa ini ulah April?" tanya Lila.

Rey terdiam. Ia sudah janji tidak ingin menyakiti hati Lila, jadi ia tidak mau menyebut nama mantannya itu.

"Hm, aku tidak tahu, tapi nanti aku cari tahu ya," timpal Rey.

Lila menoleh. "Tidak perlu, nanti kamu ingat dia lagi, aku sudah janji pada kedua orang tuamu untuk membantu anaknya melupakan wanita yang bernama April, sekarang kamu sudah lupa, masa iya aku ingatkan lagi," cegah Lila.

"Terus gimana kita tahu siapa yang kirim paket tadi?" tanya Rey.

"Ya udah lupain aja, anggap nggak pernah terjadi, tapi aku minta kita pindah dari sini, aku mau tinggal sama Mama ya," pinta Lila.

Rey terdiam. Kemudian mengangguk.

______

Lalu di seberang sana ada seorang perempuan menutup ponselnya dengan senyum indahnya.

"Bagus, cara pertama, langsung berhasil, tunggu cara selanjutnya. Lila, kamu aman, tapi tidak akan tenang!"

Tawa lepas menggelegar dari suara perempuan feminin berambut coklat.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 46 Ending

    "Udah, Rey, jangan mikir macam-macam, sekarang kita ngopi yuk di cafe, ngobrol antara lelaki!" ajak Raka.Rey terdiam, matanya menuju tempat Lila duduk manis. Kemudian kerlingan mata Lila menandakan izin untuk Rey."Baiklah, aku siap-siap dulu," timpal Rey.Mereka pergi berdua dengan menggunakan mobil. Semuanya berjalan seperti biasa, ngobrol dan bercanda.Namun, Rey mulai merasa ada yang ganjil ketika Raka tidak berbelok ke jalan menuju kafe yang mereka bicarakan. Sebaliknya, Raka memacu mobilnya ke arah pinggiran kota dan agak sepi."Raka, kita mau ke mana, sih? Ini bukan jalan ke kafe yang lo bilang," tanya Rey, sedikit cemas. Ia menoleh ke luar jendela, jalanan semakin gelap dan lengang.Raka tersenyum, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. "Tenang, Rey. Tempatnya lebih bagus dari kafe biasa. Sedikit jauh memang, tapi kamu pasti suka suasananya."Rey mencoba menepis firasat buruknya. Mungkin Raka ingin memberinya kejutan. Ia kembali menyandarkan diri di jok, meskipun kecemasan

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 45

    “Aku bertemu dengan Ferdy dan April,” ujar Rey nyaris berbisik."Apa mereka menyakiti kamu lagi?" tanya Lila penasaran. Kemudian Lila meletakkan bayi mereka yang sudah tertidur."Aku boleh duduk dekat kamu? Di samping kamu persis," kata Rey.Lila yang baru saja melahirkan itu spontan memeluknya.Rey membalas pelukan itu erat-erat. Ia mencari kata-kata, tapi tenggorokannya tercekat. Sudah bertahun-tahun ia menyimpan rahasia, luka lama yang ia tutupi rapat-rapat, bahkan dari Lila, belahan jiwanya. Malam ini, tirai itu harus dibuka. Ternyata sebenarnya Rey sudah mengetahui perbuatan Ferdy terhadap keluarga sang istri, tapi ia berusaha menutupi karena khawatir Ferdy tambah dendam pada Lila.“Aku… aku harus memberitahumu sesuatu, Sayang,” kata Rey, suaranya sedikit bergetar. Ia menarik kursi di meja makan dan duduk, tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri. "Ferdy yang telah merencanakan kecelakaan pada ibumu," terang Rey.Lila segera menyadari keseriusan situasi. Ia duduk di seberang Rey

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 44

    "Lila!" Rey membangunkan istrinya karena mengigau seperti orang ketakutan.Ternyata Lila ketiduran, ia bermimpi didatangi oleh April. Dalam mimpinya ia sangat ketakutan, Rey pun spontan memeluknya."Hidup macam apa ini, Rey? Berawal dari ingin membantu kamu melupakan wanita yang sangat kamu cintai, kini malah aku yang tersiksa," keluh Lila sambil menutup wajahnya.Rey mengelus rambut sang istri."Maafin aku ya, hidupmu jadi berantakan gara-gara aku," kata Rey menenangkan.Lila pun menangis terharu."Maafin aku, Rey, jadi ngeluh, harusnya nggak boleh gitu," timpal Lila. Ia membalas pelukan sang suami.Mungkin ini takdir, mungkin juga mereka dipersatukan karena memiliki musuh yang sama, meski Lila tidak menikah dengan Rey pun Ferdy akan tetap memusuhinya karena masalah keluarga.-------Beberapa bulan kemudian, di mana ketenangan sudah mulai dirasakan oleh Lila dan Rey, mereka benar-benar sudah tidak lagi mengalami gangguan dari orang yang sering menerornya.Saat itu, udara malam Semara

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 43

    "Nggak ada, Lila sayangku, kita aman di sini, yang jagain juga kompeten, mereka orang pilihan papa," kata Rey meyakinkan.Lila tersenyum.Padahal sebelumnya, beberapa hari lalu ada yang mengirimkan paket berisi teror, namun para bodyguard sudah mengamankan lebih dulu dan hanya melaporkan pada Rey, mereka sangat menjaga kondisi kehamilan Lila."Sebaiknya kita periksakan kehamilan kamu, kita harus rutin meski sudah pindah ke Semarang, aku ada dokter spesialis kandungan rekomended di daerah sini," ungkap Rey.Lila pun setuju dengan usul suaminya itu.________Lila memegang erat tangan Rey saat mereka melangkah masuk ke lobi rumah sakit di Semarang itu. Udara pagi yang cerah menyambut mereka, dan di dalam hati keduanya, ada gelombang kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ini adalah hari yang sangat mereka nantikan—hari pemeriksaan kandungan Lila yang kedua puluh delapan minggu. Janin di dalam rahimnya tumbuh dengan baik, dan mereka berdua tak sabar ingin mendengar kabar bai

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 42

    "Aku rasa ini bukan April," terang Rey mencoba menenangkan Lila."Tapi chatnya menunjukkan rasa sakit hati," timpal Lila."Nggak mungkin orang yang sakit hati sudah lama, tiba-tiba chat mengungkit kembali, kan kita juga udah tahu tentang perasaan dia, feelingku bukan April," ungkap Rey.Lila terdiam. "Ya udah kamu blok aja nomornya!" suruh Lila.Rey pun mengindahkan perintah sang istri.Tidak lama kemudian, bodyguard mengetuk pintu, Rey pun menemui mereka. Keduanya menanyakan perihal pindah lokasi yang telah direncanakan, mereka tidak tinggal di hotel lagi."Bapak udah selesai mengemasi barang-barangnya? Biar saya bantu jika belum selesai," kata salah satunya."Sudah, tinggal angkut," timpal Rey. "Tapi, apa kalian sudah pastikan tempat tersebut aman untuk istri saya? Rumahnya ber AC kan?" Pertanyaan Rey membuat para bodyguard tersenyum."Tentu, Pak, kami jamin aman dan nyaman untuk Bu Lila," jawabnya sambil mengangguk."Ya udah, bawakan tas kami ke mobil yang kalian sewa!" perintah Re

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 41

    Perjalanan ke Semarang juga bukan tujuan awal. Mereka mengubah haluan, yang tadinya mau menenangkan diri ke arah Bandung saja, tapi berbelok ke arah Jawa Tengah. Itu pun tujuan awalnya adalah bentuk "pembebasan" dari pengawasan orang yang entah belum diketahui. Namun, kini keberadaan Raka mulai terasa mengganggu. Pesan-pesannya tidak berhenti bahkan setelah Rey hanya membalas seadanya atau mengabaikannya sepenuhnya. Bahkan malam sebelumnya, Raka mengirim pesan kembali."Rey, bales lah, ini tentang kerjaan kok, kita kan ada kerja sama," tulis Raka kembali. Padahal pesan sebelumnya juga tidak dibalas oleh Rey."Aku ingat, Raka pernah bilang dia bisa 'lacak siapa pun dari hape-nya'," kata Rey pada Lila.Lila tampak terkejut. “Kamu pikir, dia pakai itu sekarang?”“Mungkin. Kalau dia benar-benar pasang sesuatu ke aku... atau, bisa jadi, dia nyuruh orang buat ngawasin aku.”Lila langsung menggenggam tangan Rey. “Kita harus cari tahu.”______Malam itu, di kamar penginapan kecil mereka di S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status