Share

Bab 7

Zahra menelan ludah mendengar pertanyaan Zyan. Gadis itu jadi semakin gugup karena bosnya malah berdiri menghadap ke arahnya hingga semakin tampak jelas otot-otot yang terbentuk di bagian atas tubuh pria itu. “Bukan begitu, Pak. Saya hanya merasa kurang nyaman karena tidak terbiasa,” ucapnya dengan terbata-bata.

“Kalau begitu mulai dibiasakan,” tukas Zyan tanpa mengindahkan permintaan sang sekretaris yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya.

Karena Zyan tetap akan memakai pakaiannya di dalam kamar, Zahra memutuskan masuk ke kamar mandi. Lebih baik mengalah daripada dia jadi canggung sendiri. Gadis itu sebenarnya ingin mandi sekalian. Namun karena belum membawa baju ganti, dia memutuskan duduk di atas toilet sambil menunggu Zyan selesai berpakaian.

“Zahra,” panggil Zyan sambil mengetuk pintu kamar mandi.

“Ya, Pak,” sahut Zahra tanpa membuka pintu. Dia takut bosnya belum selesai berpakaian.

“Aku mau pergi. Kamu jangan keluar dari kamar ini sampai aku kembali!” teriak Zyan.

Zahra kemudian membuka pintu kamar mandi karena bisa dipastikan pria itu sudah berpakaian. “Pak Zyan, mau pergi ke mana?” tanyanya.

“Itu bukan urusanmu! Kamu ingat ‘kan perjanjian kita untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing?” tekan Zyan sambil menatap tajam istrinya.

Zahra menelan saliva mendengar kata-kata yang diucapkan oleh pria yang tadi menghalalkannya itu. “Ya, Pak,” ucapnya lirih sambil mengangguk.

“Bagaimana kalau Pak Prabu dan Bu Rania ke sini terus bertanya Pak Zyan pergi ke mana?” Zahra mengungkapkan kekhawatirannya setelah mengumpulkan keberanian.

“Mereka tidak akan ke sini. Kalaupun ke sini, bilang saja aku bertemu investor penting. Aku sudah terlanjur mengatur pertemuan dengan investor itu sebelum penentuan tanggal pernikahan. Pertemuannya tidak bisa ditunda karena besok dia akan ke luar negeri dan belum tahu kapan pulang ke Indonesia.” Zyan menyusun skenario yang harus Zahra jalankan bila sampai hal yang tidak terduga terjadi.

“Baik, tapi Pak Zyan juga harus memberi tahu Pak Faisal soal ini. Saya takut Pak Prabu dan Bu Rania nanti juga bertanya pada Pak Faisal,” pinta Zahra agar sandiwara mereka jadi sempurna. Jangan sampai asisten pribadi Zyan malah tidak tahu ke mana perginya sang atasan apalagi berkaitan dengan pekerjaan. Kalau sampai hal itu terjadi pasti akan menimbulkan tanda tanya besar dan membuat mereka curiga.

“Aku tahu. Setelah ini aku hubungi Faisal,” sahut Zyan. “Kalau kamu lapar dan mau makan, pesan lewat layanan kamar saja, tidak usah keluar,” pesannya.

Meskipun pernikahan mereka hanya sementara, Zyan harus memastikan Zahra tetap sehat dan tak kekurangan apa pun. Kalau sampai istrinya sakit karena telat makan, nanti akan merepotkan dirinya sendiri. Dan yang pasti Rania akan marah besar karena dia akan dianggap tak memperhatikan istrinya.

“Baik, Pak,” jawab Zahra.

Tiba-tiba ponsel Zyan berdering. Gegas dia menjawab panggilan tersebut. “Aku berangkat sekarang!” ucapnya sambil beranjak meninggalkan Zahra.

Zyan melajukan mobil mewahnya membelah jalanan ibu kota yang siang itu tak terlalu padat. Tadi pagi dia sengaja membawa kendaraan sendiri dari rumah saat berangkat ke hotel, dengan dalih biar tidak perlu menunggu sopir saat pulang esok hari.

Setelah menempuh perjalanan selama sekitar 30 menit, Zyan menghentikan mobilnya di parkiran sebuah kompleks apartemen mewah. Setelah turun dari mobil, pria tampan itu berjalan masuk ke lift lalu menaiki ruangan baja itu menuju lantai lima.

Dia melangkahkan kaki panjangnya di lorong apartemen begitu lift tiba di lantai tujuan. Pria itu kemudian berhenti di depan unit apartemen yang berada paling ujung. Zyan menyentuh beberapa tombol angka sebelum memutar kenop dan membuka pintu.

 “Akhirnya kamu datang juga, Bunny.” Suara seorang perempuan menyambut kedatangan Zyan dengan ceria.

“Aku ‘kan sudah janji akan datang.” Zyan mendekati wanita yang hanya mengenakan gaun tidur berbahan satin itu. Dia memeluk pinggang ramping sang wanita lalu menyatukan bibir mereka. Menyalurkan kerinduan setelah beberapa waktu tak bersua.

I miss you so much,” ucap Zyan setelah melepas tautan bibir keduanya.  

Me too, Bunny,” sahut sang wanita sambil mengalungkan lengannya pada leher Zyan.

“Kamu lebih sibuk dari aku sekarang. Setiap minggu selalu ke luar kota dan jarang pulang ke Jakarta.” Zyan mencolek hidung mancung wanita berkulit putih bersih itu.

Wanita yang merupakan salah satu artis ibu kota itu tersenyum. “Mumpung aku masih laku, tidak ada salahnya ‘kan menerima semua tawaran pekerjaan? Bisa buat tabungan masa depan nanti,” ujarnya.

“Lagian kamu ‘kan juga sibuk kerja dan tidak bisa selalu menemaniku, Bunny. Kalau orang tuaku sekaya keluargamu, aku tinggal ongkang-ongkang kaki saja. Tidak perlu kerja keras demi menyambung hidup dan menjadi tulang punggung keluarga,” sambung gadis yang mempunya nama panjang Kamila Dinata itu.

“Aku sudah pernah bilang akan mencukupi semua kebutuhanmu, tapi kamu menolak ‘kan?” Zyan mengingatkan kekasihnya itu.

Mila tersenyum kecut. “Kalau aku hidup dari pemberianmu, aku tidak akan punya harga diri di depan keluargamu, Bunny. Aku akan dipandang sebelah mata dan hanya dianggap mencintai hartamu semata. Padahal aku mencintaimu apa adanya,” ungkapnya.

Zyan mengangguk. Mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Mila karena Rania sangat menentang hubungan mereka. Di mata sang mama, Mila adalah wanita yang gila harta dan ketenaran, serta tidak mencintainya dengan tulus. Karena itu mereka memutuskan backstreet sampai Zyan bisa meyakinkan Rania agar menerima Mila sebagai calon istrinya.

“Ayo duduk. Pegal berdiri terus.” Zyan mengurai pelukan dan melepaskan lengan Mila yang melingkar di lehernya. Pria itu menggandeng tangan sang kekasih dan mengajaknya pindah ke sofa.

“Berapa lama kamu ke luar kota?” tanya Zyan saat mereka sudah duduk di sofa. Tepatnya Zyan yang duduk di sofa, sementara Mila ada di pangkuannya.

“Katanya paling cepat dua minggu. Itu juga kalau proses syutingnya berjalan lancar. Paling lama sebulan,” jawab Mila yang tak bisa memberi kepastian.

Zyan mendengkus. “Lama. Kalau aku kangen gimana?” Dia menyelipkan rambut Mila ke belakang telinga agar bisa melihat wajah sang kekasih tanpa ada yang menghalangi.

“Nyusul aja, Bunny. Kru dan pemain yang lain ga akan bocor kok. Di sana juga ga ada wartawan,” usul Mila sambil memainkan kancing teratas kemeja Zyan.

Pria tampan itu menghela napas panjang. “Lihat saja nanti, aku ada waktu atau tidak.” Zyan memang tak ingin terlihat bersama Mila agar tidak ada yang diam-diam mengambil gambar mereka dan menyebarkannya ke media sosial. Keduanya lebih sering bertemu di apartemen yang sengaja disewa Zyan untuk Mila. Apartemen mewah yang punya tingkat keamanan tinggi dan tidak sembarang orang bisa masuk kecuali yang mendapat izin dari penghuni. Mereka kadang juga bertemu di restoran yang ada ruangan privatnya. Itu pun keduanya datang sendiri-sendiri.

Sekarang Zyan harus lebih berhati-hati karena sudah menikah dengan sekretarisnya. Kalau sampai Rania atau keluarga Zahra tahu hubungannya dengan Mila, bisa jadi bencana. Zyan tiba-tiba ingat Zahra. Apa ya yang sedang dilakukan oleh sekretaris sekaligus istrinya itu di kamar?

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
makasih, Kak
goodnovel comment avatar
Fitrah Auliya
hhhhhh keren banget
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
makasih kakak 🫰🏻
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status