Home / Romansa / Daster Buat Istriku / Bab 3. Kutukar Talak Dengan Anakku

Share

Bab 3. Kutukar Talak Dengan Anakku

last update Last Updated: 2023-03-28 09:25:47

*****

“Enyah  dari hadapanku! Sebelum aku khilap! Pergi kau!” lirihku pelan, hampir tak terdengar. Kubuang pandangan agar tak bersetatap dengan perempuan jal*ng itu.

“Kau pikir aku suka menunjukkan wajahku padamu? Kau pikir aku sudi melihat wajah sangar, hitm, dekilmu itu! Jujur, aku sudah sangat muak! Kau telah menipuku selama ini! Aku ke sini hanya untuk mendapat talakmu! Aku ingin cepat melepas statusku sebagai istrimu!” Ninda mencercaku.

“Menipumu? Menipu apa maksudmu?” Suaraku meninggi, tatapanku nyalang menatapnya.

“Ya, kau menipuku! Kau bilang dulu akan  membahagiakan aku setelah kita menikah. Kau bilang aku tak akan pernah tak tersenyum. Tapi apa buktinya? Kau malah menyeretku ke dalam penderitaan. Kau menyematkan status baru  padaku, orang misk*n! Kau tempatkan aku di rumah kontrakan kumuh itu! Kau tak pernah memberiku uang lebih untuk kugunakan membeli keperluanku. Kau  … kau … penipu!”

“Sejak awal kau tahu kalau aku ini hanya seorang kuli bangunan. Kau juga tahu berapa gaji seorang kuli bangunan. Sembilan puluh ribu, kerja enam hari dalam seminggu. Lima ratus empat puluh ribu, utuh kuserahkan padamu setiap minggu! Bahkan aku hanya kau beri jatah tiga puluh ribu satu minggu. Aku tidak pernah protes. Uang sebesar itu untuk hidup kita bertiga, masih kurang bagimu? Ok, untuk hidup mewah, mungkin tidak cukup. Tapi, untuk hidup sederhana, itu sudah lebih dari cukup!”

“Cukup? Kau pikir berapa harga skincareku, ha? Kau pikir kenapa wajahku terlihat tetap bersih, kinclong, kau pikir aku merawatnya pakai uangmu, ha? Asal kau tahu,  Mas Reno yang selalu mengirimi aku uang untuk keperluan pribadiku! Uang gajimu itu hanya cukup untuk isi perutmu, listrik, air, sabun, minyak! Kalau hanya mengharpkan gajimu, sudah bulukan wajahku, ngerti!”

“Kau … jadi selama ini kau menerima uang pemberian laki-laki lain? Karena itu kau rela menyerahkan tubuhmu kepadanya?”

Hening, tak ada sahutan dari mulutnya. Hanya kedua matanya yang bergerak liar, seolah begitu merendahkan aku. Menyepelekan pertanyaanku.

“Sejak kapan, Ninda? Sejak kapan kau memberikan tubuhmu kepada pria itu?”

Perempuan itu hanya mendengus kasar.

“Tolong jawab jujur, sudah berapa kali, Ninda? Sudah berapa kali kau tidur dengannya, lalu kau melayani aku juga? Jawab!”

Kesabaranku hilang. tanganku terjulur. Lehernya kini menjadi sasaranku. Kucek*k dia sekuat tenagaku. Bang Ramli  segera menenangkanku. Dua orang petugas bergerak mendekat, memintaku kembali masuk ke dalam sel.

“Beri aku waktu, Pak, satu menit lagi!” pintaku  bertahan.

Kedua petugas itu menghentikan langkah. Aku berbalik, kutatap nyalang wajah si jal*ng.

“Jawab jujur. Tolong! Bima anak siapa?” lirihku dengan suara serak.

Hening, semua yang menyaksikan seolah ikut tegang. Menanti jawaban dari mulut sang durjana.

“Tolong jawab! Jawaaaaab!” Suaraku kembali menggelegar. Kedua petugas spontan mencengkram kedua lenganku lagi.

“Jawab Ninda!  Tolong jawab! Agar tak menjadi penyesalan seumur hidupku, kumohon!” Suaraku kembali menurun.

“Anakmu.”

Mulutnya berkata. Setitik harapan membuncah di dalam dada. Setidaknya masih ada alasanku untuk tetap bernafas.  Dan untuk si jal*ng ini …. tunggu giliranmu! Kutarik garis di sudut bibir kananku. Senyum miring kuukir di sana.

“Kau bisa buktikan?” sinisku menatapnya dengan isntens.

“Kebetulan Mas Reno sedang cuti, dia pulang kampung. Dan baru empat hari ini kami bersama. Hubunganku dengannya hanya  lewat chat, telepon dan video call selama ini.”

“Kau begitu bangga sepertinya? Sedikitpun tak kulihat penyesalan di wajahmu! Baguslah, dengan begitu aku tak perlu mempertimbangkan apa-apa lagi tentangmu!”

“Tolong talak aku! Aku ingin menikahi Mas Reno! Kami saling cinta. Surat cerai kita, akan diurus oleh pengacara Mas Reno ini!” tuturnya  dengan begitu lancarnya. Bibir tipis itu kembali menyiram cuka di atas lukaku.

Sakit?

Tidak lagi. Hatiku sudah mati rasa.

“Talak? Kau ingin talak dariku? Sayang sekali, aku pernah besumpah pada Tuhanku, bahwa aku tak akan pernah mengucap kata itu  di dalam pernikahanku. Jadi, maaf sekali, kau tak akan pernah mendapat talak dariku! Jujur,  akupun tak lagi membutuhkanmu! Kau adalah sampah bagiku! Pergilah sesuka hatimu! Pergi dari kehidupanku!  Juga anakku! Ini yang terakhir kali aku melihatmu! Mari, Pak!” ucapku lalu membalikkan badan, kembali menuju selku.

“Kalau kau tidk talak aku, maka kau akan kehilangan anakmu! Aku aka bawa Bima bersamaku!” ancam Ninda memutus langkahku. Kembali aku berbalik.

“Jangan sentuh anakku!” teriakku kembali terbakar emosi.

“Secara hukum, Bima harus ikut aku. Karena di masih bayi, terlebih dia masih ASI. Kau pilih,  Bang! Kau talak aku, atau kubawa Bima jauh. Saat kau keluar dari penjara nanti, kau tak akan mengenalnya!” Perempuan licik itu kembali mengancam.

Kuremas wajahku dengan kasar. Bang Ramli mendekatiku. Seperti biasa, dia kembali membisikkan kalimat yang menguatkanku.

“Baik, kutalk kau Ninda Binti Rahman. Mulai detik ini kubebaskan kau dari kewajibanmu atas diriku!  Silahkan kau urus surat cerai itu!  Lalu pergilah dari kehidupanku! Juga anakku!”

Kalimat itu meluncur  dari bibirku. Entah … lah! Kurasakan dunia semakin menghimpitku. Sesak, skit, aku merasa kesulitan untuk bernafas. Bukan karena takut kehilangan si wanita jal*ng. Bukan karena anakku tak lagi beribu. Tetapi karena aku merasa dunia tengah menertawakan aku. Semua menetrtawakan kekalahanku, aku yang bod*h! Aku yang terinjak, diinjak, dilindas, aku hancur, lebur ….

“Terima kasih!  Akhirnya aku bisa bernafas lega. Maaf, aku tak bisa menjadi istri yang baik untukmu! Selamat tinggal!” Si jal*ng lalu melenggang pergi.

“Tunggu!”

Dia berbalik.

“Apalagi? Kau ragu kalau aku akan menuntut harta gono gini darimu? Jangan khawatir, aku tak akan membawa satu benda pun dari rumah kontrakanmu itu! Bahkan seluruh barang-barang pribdikupun akan kutinggal. Benda-benda itu tak pantas lagi dikenakan oleh Nyonya Reno, hehehe … Aku ihklas, kalau kau mau berikan kepda perempuan miskin yng akan kau jadikan penggantiku.” Perempuan itu tersenyum lebar.

“Nikmati hidupmu! Satu hal yang ingin kukatakan padamu! Tolong tetaplah kau hidup!  Tolong, panjang umurmu! Agar aku bisa menyaksikan seperti apa balasan Tuhan kepada perempuan pezin*h sepertimu!”

“Balasan dari Tuhan, hahahha ….” Perempuan itu terkekeh. Bang Ramli mengusap bahuku. Petugas lalu menggiringku kembali ke dalam sel.

**

“Tidak ada yang menjemput?” tanya Petugas yang mengantarku hingga gerbang penjara.

Aku menggeleng.

“Baiklah! Selamat jalan! Jangan pernah  kembali ke sini!  Kembalilah ke tengah masyarakat, dan jalani hidup normal! Ini sekedar ongkos!”

Aku tercekat. Selembar uang kertas dia selipkan  di tanganku.

“Terima kasih!” ucapku saat dia berlalu.

Kuhirup udara kebebasan sedalam-dalamnya. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Reno, nama itu bergentayangan di otak.  Dia yang telah mencuri istri jal*ngku, tetapi aku yang  dikerangkeng.  Tak apa, waktu masih panjang. Tuhan tidak tidur.

Bima, papa pulang, Nak!

*****

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Daster Buat Istriku   Bab 95. Kukirim Video Mesum Itu ke nomor Kekasih Viona

    *****[Kenapa belum datang, Pak Bara? Cepat, saya butuh Bapak sekarang?]Pesan dan Mbak Viona masuk lagi. Ini tak bisa dibiarkan. Kuscroll daftar nomor di kontakku. Kutekan nomor Bang Karmin.“Hallo, Pak Bara, selamat malam! Ada apa malam-malam begini nelpon saya? Ada masalah kah?” Terdengar nada panik dari suaranya. Bang Karmin langsung mengangkat telponku.“Abang segera datang, cepat! Mbak Viona sedang kumat! Jangan pakai lama! Sepuluh menit, lekas!” perintahku.“Viona kumat? Astaga! Bukankah penyakitnya sudah lama sekali tidak kumat? Gimana kumatnya, Pak? Apakah dia menjerit-jerit, pingsan, atau gimana?”“Tak bisa kujelaskan, pokoknya Abang cepat datang kalau tak mau kehilangan dia, cepat!”“Ok, baik! Sepuluh menit aku sudah sampai di situ!”“Hem. Tapi Abang jangan bilang kalau aku yang nelpon Abang! Mbak Viona katanya tak mau diganggu oleh siapapun. Dari tadi dia teriak-teriak enggak jelas. Dia mengunci diri di dalam kamar. Kami takut dia kenapa napa di dalam kamarnya. Sepert

  • Daster Buat Istriku   Bab 94.  Adik Iparku Gilai Suami Orang

    ****[Kutunggu di kamarku malam ini, atau videonya kukirim ke nomor Kak Asya!]Kubaca sekali lagi pesan yang dikirim Mbak Viona lewat aplikasi WA. Perempuan ini benar-benar sudah tidak waras. Dia berusaha agar akupun bertindak tidak waras seperti dia. Tidak, Viona! Kau tak bisa mengancam aku!“Bima, udah makannya? Kalau udah, yuk, belajar sebentar, lalu bobok!” kataku tak menghiraukan pesan perempuan itu.“Udah, Pa! Eeem, Bima mau belajar sama Mama, ya? Bobok juga sama Mama,” ujarnya memohon. Sontak aku dan Asya saling tatap.“Enggak bisa, dong! Bima, kan udah disediakan kamar sendiri!” Mbak Viona yang langsung menjawab. “Mama Asya sama Papa, masih pengantin baru, mereka enggak boleh diganggu. Bima boboknya sendiri aja, ya!” imbuhnya lagi. Bima terdiam dengan wajah murung. Sepertinya dia kecewa dengan jawaban Mbak Viona.“Enggak apa-apa, kok, Bima bobok bareng Mama aja! Yuk, sekarang ita belajar dulu!” kata Asya membuat Bimaku langsung semringah. “Hore … terima kasih, Ma! Bima

  • Daster Buat Istriku   Bab 93. Rencanaku Melawan Viona

    *****“Hallo … halllo Mbak Viona … Hallo …!” Tak sadar aku berteriak di ponselku.Perempuan sakit itu sudah memutusnya. Rasanya tak percaya dengan apa yang aku dengar. Bagaiamna bisa aku tidur dengan Viona tadi pagi. Astaga! Ini kiamat! Bagaimana ini? Bagaimana kalau sampai Asya tahu hal ini. Gawat gawat! Kok bisa sih, aku meniduri perempuan itu?Tapi tidak mungkin. Tidak mungkin itu terjadi. Sama sekali aku tak pernah tertarik pada gadis itu selama ini. Dekat saja dengannya aku ogah. Apalagi kalau sampai menidurinya. Dia pasti ngarang! Perempuan itu sakit jiwa. Apapun bisa saja dia bilang, padahal hanya khayalan gilanya.Kebingunganku belum lagi hilang ketika sebuah notif pesan masuk terdengar di gawaiku. Cepat-cepat kuusap layar. Sebuah kiriman video. Dari perempuan sinting itu lagi. Tak selera aku melihat video kirimannya. Tetapi sontak aku tersadar, bukankah barusan dia bilang akan mengirim ke nomorku video rekaman kami tadi pagi? Astaga! Kalau videonya ada, berarti kej

  • Daster Buat Istriku   Bab 92. Kejutan Maksiat Viona

    *****“Aawww … sakit ….” Sontak kuhentikan gerakanku. Jerit kecil yang terdengar dari bibir Asya adalah keanehan paling parah yang kuarasakan. Benar, sejak awal aku merasakan ada yang berbeda dengan yang kami alkukan tadi malam.Tadi malam, semua berjalan lancar. Kami menyatu dengan begitu gampang. Tapi pagi ini, kurasakan milik Asya sangat berubah. Begitu sulit untuk kemasuki, terasa begitu sempit dan puncaknya adalah jerit kesakitannya barusan.Apa sebenarnya ini? Aku kebingungan.“Sudah, lanjutkan!” bisiknya setelah beberapa detik kami berdiam diri. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya. Kusaksikan tangannya mencengkram akin seprei tempat tidur ini. Ini bukan sandiwara, Asyaku sepertinya benar benar kesakitan.Kenapa sakitnya sekarang? Bukankah harusnya tadi malam?“Sayang … sakit banget, ya?” tanyaku kebingungan.“Enggak, kok. Aku bisa nahan. Abang teruskan saja!” jawabnya pelan.“Tapi, kamu ….” sergahku masih belum paham.“Aku enggak apa-apa. Menurut beberapa referensi yang k

  • Daster Buat Istriku   Bab 91. Asya Meminta Duluan

    POV Bara****“Bang … Abang ….”Samar kudengar suara merdu itu memanggil namaku. Kurasakan belaian halus di lenganku. Entah aku masih berada di alam mimpi, atau alam nyata. Yang kurasakan adalah lega dan bahagia yang membuncah di dalam dada.“Bangun, dong! Udah siang banget! Sekarang udah hampir jam sepuluh, loh! Masa kita bobok gak bangun-bangun, sih?” Suara merdu itu kudengar mulai mengoceh. Kupaksa memori otakku untuk bekerja maksimal. Kucoba mengumpulkan nyawa yang belum kembali sepenuhnya. Siluet siluet kejadian kemarin melintas seketika. Saat aku mengucapkan kalimat sakral, lalu disambut dengan teriakan ‘SAH’ dari para hadirin. Menyalam para tamu undangan, lalu tadi malam ….“Sya …?” sontak kubuka kedua netra lebar-lebar. Sekarng aku sudah ingat semuanya, aku sudah menikah kemarin, aku sudah sah menjadi seorang suami lagi. Asya, gadis yang begitu kudamba telah sah menjadi milikku. Dan tadi malam ….Kami sudah melewati malam pertama yang begitu melenakan.“Iya, Abang? Kok,

  • Daster Buat Istriku   Bab 90. Kupinjam Suamimu, Kak Asya

    ****“Jangan takut, Pak Bara …,” bisikku pelan. Kurasakan hentakan nafasnya semakin tak normal. Kadang memburu kadang lemas seolah tak berdaya. Kuintenskan sentuhan jemariku di titik kelemahannya. Wajahnya kian memarah, mata sayunya mulai terpejam. Dia mulai terhanyut, dan hilang dalam gelisah yang kian menyiksa.Pak Baraku mulai dicekik hasrat, aku tau pasti bagaimana sistem kerja pil yang telah dia teguk melalui kopi susu hangat itu. Saat ini, yang dibutuhkan olehnya hanyalah pelampiasan. Sama seperti yang dialami oleh Bang Karmin dulu, saat pertama kali aku harus memaksanya melakukan itu. Jika aku tidak nekat menjeratnya dengan pil itu, tentu hingga detik ini dia tak akan pernah menyentuhku.Dan kali ini adalah giliran Pak Baraku. Pria tampan super dingin yang selalu menolakku. Pria miskin tapi begitu sombong, yang tega menyakiti hatiku lalu menikahi kakakku! Tapi, maaf, pak Bara. Aku Viona, aku tak akan pernah mau kalah. Aku punya seribu cara untuk menaklukkanmu!“Sya … As

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status