Share

5.

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Cavia memperhatikan Davira yang duduk di sampingnya. Rasa penasaran yang menyeruak membuatnya jadi kepo dengan hal apa yang membuat Davira cengengesan begitu.

"Haha, kepo ya?" goda Davira, "hhh lagian orang kayak lo tahu apa Cav soal cinta."

"Cinta?" ulang Cavia mengerutkan dahinya bingung.

"Iya cinta, tahu apa kamu dengan satu kata penuh mantra dan makna itu?" tanya Davira.

Cavia sedikit tersentak saat mendapati pertanyaan seperti itu dari sepupunya ini. Sesekali bola mata Cavia bergerak melihat ke arah pak supir pribadi keluarga mereka. Takut-takut jika si pak supir mendengarkan percakapan mereka, dan syukurlah Cavia saat mendapati pak supir yang tampak hanya cuek saja.

"Jadi, maksud dari pertanyaanmu barusan itu adalah kamu yang sedang jatuh cinta?"

"Bingo!" seruan Davira membenarkan tebakan Cavia, "tumbenan lo pinter." sambungnya terkekeh.

"Ya habisnya kamu bilang cinta-cintaan sih." Cavia memutar bola matanya kesal. Davira hanya terkikik geli melihat sepupunya itu yang tampak kesal.

"Jatuh cinta sama siapa?" tanya Cavia yang kini tak lagi menatap ke arah Davira, gadis itu tengah menatap ke arah luar melihat jalanan dari dalam mobil yang melaju.

"Coba tebak!" tantang Davira menyuruh Cavia untuk menebak.

"Siapa? Manalah aku tahu Vir."

"Aissh, coba tebak saja dulu, siapa tahu kan bener."

Cavia tampak tengah memikirkan siapakah sosok lelaki yang kini tengah dekat dengan Davira dan mampu membuat sepupunya itu jatuh cinta. Meskipun Davira memang sangat terkenal playgirl, sama seperti papanya dulu, Dava Atmadja.

Davira mewarisi sifat playgirlnya dari sang papa dan mewarisi sifat suka berpenampilan seksi dari sang mama tercinta, Airaa.

Memang istilah pribahasa, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya memang sangat tepat untuk menggambarkan sosok Davira yang mirip dengan sosok sang papa dan mamanya.

Sungguh perpaduan yang komplit bukan?

"Reno?"

"What!!" kaget Davira saat Cavia menyebutkan satu nama lelaki yang sempat dekat dengannya.

"Sama dia cuma main-main aja kali." sungut Davira manyun, "coba tebak lagi deh."

Cavia kembali menyebutkan beberapa nama pria yang silih berganti sempat dekat dengan Davira. Tapi, lagi-lagi tebakan Cavia salah semua.

"Argh! Tidak tahu, aku menyerah." Cavia mengangkat kedua tangannya ke atas tanda menyerah.

"Ah, payah lo." ejek Davira.

"Bukan aku yang payah Vir, kamu sih banyak banget yang di pacari."

"Heh! Mereka semua itu bukan pacar aku ya, enak aja."

"Tapi, kan kamu dekat semua sama mereka Vir."

"Hanya dekat kan? Memang aku ada bilang atau buat pengumuman bahwasannya mereka pacarku? Enggak kan?" Cavia menggeleng.

"Nah, ya sudah. Jadi, lo jangan asal bicara."

"Sorry deh, habisnya ya aku pikir begitu." kata Cavia karena telah salah bicara. "Makanya Vir, jangan deketin banyak cowok gitu ah. Kesannya lu kayak cewek playgirl tahu gak sih."

"Memang iya gue playgirl." sahutnya bangga, "di sekolah kan juga gue terkenalnya gitu."

Cavia menepuk jidatnya melihat kelakuan sepupunya yang satu ini. Ampun dah!

"Lagian gue cuma manfaatin mereka doang kok, lo tenang aja deh. Cuma main-main aja, karena hati gue udah ke kunci sama dia."

"Dia?" Davira mengangguk semangat.

"Impian gue," kata Davira dengan mata berbinar bahagia.

Cavia menatap lekat Davira, berusaha mencoba mencari jawaban disana.

"Om Haikal," kata Davira akhirnya memberitahukan nama pria yang sangat di cintainya.

Cavia diam dengan raut wajah tanpa ekspresi, bibirnya terkatup rapat karena saking syoknya.

"Eh, udah sampai!" ucap Davira menyadarkan Cavia yang masih tenggelam dengan pikirannya.

Davira turun dari mobil tanpa menghiraukan sepupunya itu. Saat keluar dari mobil Davira sudah di sambut oleh papa tercintanya yang berdiri di teras rumah.

Dava menatap lekat anaknya dengan wajah sedikit tersenyum dan kedua tangan yang bersedekap di dada menonjolkan otot-otot lengan kekarnya. Pakaian yang di kenakan pria itu pagi ini sangatlah simpel dan sederhana sekali. Namun, tak mengurangi kadar ketampanannya dan yang pasti masih selalu terlihat awet muda.

"P-papa," cicit Davira takut-takut.

"Haloo puteriku," sahut Dava menyapa sang anak dengan suara lembut. Ketakutan Davira sedikit berkurang setelah mendengar nada suara Dava.

"Haloo puteriku, Cavia." sapa Dava ketika melihat puteri bungsu Nando dan Kia yang turun dari mobil dan berjalan mendekati mereka.

"Haloo papa," balas Cavia yang memang sudah terbiasa memanggil Dava dengan sebutan yang sama seperti Davira dan Orlando, adik Davira.

"Ayo masuk!" titah Dava mengajak kedua gadis itu untuk masuk ke dalam rumah.

Cavia dan Davira berjalan mengekor di belakang Dava yang melangkah menuju ruang makan.

"Semuanya sudah berkumpul di ruang makan," kata Dava memberitahu.

"Semua?" pekik Davira mengulangi kata itu.

"Iya, seluruh keluarga sengaja berkumpul hari ini untuk sarapan bersama." beritahu Dava lagi menjelaskan secara detail.

"Kenapa?" tanya Davira, "mengapa semua orang berkumpul disini? Di rumah kita?"

Dava menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya, "memang salah jika seluruh keluarga ingin berkumpul, hmm?" Davira menggeleng.

"Tidak salah papa, hanya saja ini terlalu pagi sekali untuk berkumpul, bukan? Karena kita tidak sedang dalam acara besar maupun penting. Seluruh keluarga akan berkumpul jika ada hal penting yang ingin di bicarakan saja."

"Silahturahmi, benar kan Cavia?" ucap Dava meminta pembenaran pada Cavia yang sedari tadi hanya diam saja.

"Hah?" kaget Cavia melirik ke arah Dava dan Davira secara bergantian, tatapan anak dan bapak itu terlihat seperti ingin berduel meskipun suara Dava tetap lembut.

"I-iya papa," cicit Cavia membenarkan ucapan Dava.

"Memang seperti kamu yang tidak pulang karena terus kelayapan entah kemana. Bahkan kami orang tuamu saja tidak tahu dimana kamu tidur semalam." sindir Dava, "Davira, kamu tidak tahu apa jika mama kamu itu tadi malam marah-marah sama papa karena jadi orang tua yang gak becus. Gak mengetahui fakta bahwa anak gadisnya sering tidak pulang ke rumah."

"Apa?" kaget Davira.

"Bagaimana papa mau tahu kalau papa sendiri saja sibuk, lagian papa pikir kamu sudah besar dan beranjak dewasa. Tentu kamu sudah tahu mana hal yang baik dan hal yang gak baik. Ingat Davira! Papa berikan kamu kebebasan bukan berarti kamu terlalu bebas, sebebas-bebasnya yang kamu mau. Seharusnya kamu juga ingat pada batasanmu." tekan Dava berusaha memberi pengertian pada anaknya.

Davira hanya diam mendengarkan tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan Dava. Karena ia sendiri pun sadar jika ia salah.

Davira menatap mata Dava yang memancarkan kekecewaan, kecewa atas tingkah yang di perbuatnya.

"Hhh, baiklah, lupakan saja, semua orang pasti sudah menunggu kita." kata Dava sebelum berbalik badan dan kembali melangkah.

Tbc....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status