Share

6.

Sebelum mulai baca cerita ini, ada baiknya untuk kalian baca terlebih dahulu cerita istri pilihan & Davra. Karena kedua cerita itu berkaitan dengan cerita ini. Oke 🤗

________________________

Davira menatap tidak suka pada sosok wanita muda yang duduk di samping bunda Kia. Mencibir dengan suara seperti jijik melihat orang itu yang selalu ada di tengah-tengah keluarga mereka. Duduk dengan wajah yang menunduk sendu sembari salah satu tangannya menopang di meja makan.



"Hei! Ngapain lo ada disini?" tanya Davira to the point tanpa tendeng alih.

Sontak hal itu membuat semua orang yang berkumpul di ruang makan kaget, Davira melabrak Ayesha secara terang-terangan di depan kedua mata mereka. Tapi, itu bukan satu dua kali terjadi, hal ini memang kerap terjadi apabila seluruh keluarga berkumpul.

"Vira!" panggil Airaa memperingati puterinya untuk bersikap sopan. Bagaimanapun juga disini banyak orang yang lebih tua dari Davira. "Jaga sopan santunmu nak!"

"Mama, tapi aku gak suka dia ada disini!" kata Davira menunjuk ke arah Ayesha dengan jari telunjuknya.

Ayesha yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Davira pun merasa tak enak hati. Ia bangkit berdiri bersiap hendak pergi dari kediaman rumah keluarga Atmadja.

"Tetap diam di tempatmu, Ayesha!" titah Dava menyuruh Ayesha untuk tak bergerak barang sedikitpun dari tempatnya.

Ayesha dilema, haruskah ia menuruti keinginan Dava?

"Ayesha, papa bilang berhenti di tempatmu!" sekali lagi Dava memperingatkan Ayesha saat hendak melangkahkan kakinya.

"Jangan hiraukan dia, sebaiknya kamu duduk kembali dan anggap tak mendengar apapun." ucap Airaa menenangkan Ayesha yang mengangguk dan kembali duduk di sisi bunda Kia.

Davira menatap tak percaya pada semua orang yang seakan berpihak pada Ayesha, anak dari wanita gila yang sangat jahat itu.

Mata Davira menyusuri satu-persatu orang yang berkumpul di ruang makan. Di barisan kanan ada bunda Kia, Ayesha, Hasan, dan Cavia. Sementara di sisi kiri ada Mama Airaa, Orlando adiknya, dan satu kursi kosong yang Davira tebak sebagai kursi untuknya.

Dan untuk ayah Nando dan Papa Dava duduk di kursi utama yang saling berhadapan layaknya raja. Seluruh keluarga yang berkumpul sudah komplit, hanya kurang para nenek dan kakek saja yang tak ikut berkumpul.



"Davira, sebaiknya kamu duduk, nak." titah Nando dengan suara lembutnya.

Sebelah tangan Davira terangkat sebagai isyarat jika ia menolak permintaan Nando. "Aku tidak akan duduk ayah, jika wanita itu masih disini. Dia bukan bagian dari keluarga kita, jadi untuk apa dia disini?"

"Davira cukup!" seruan lantang bersuara berat itu.

Tentu hal itu membuat semua orang terperangah saat mengetahui siapa pemilik suara itu. Hasan menatap tajam sarat akan ketidak sukaannya pada ucapan Davira.



"Bagaimanapun juga, Ayesha masih dari bagian keluarga ini. Dia anak dari bibi Aisyah yang merupakan anak angkat dari adik nenek Nella, nenekku yang juga merupakan nenekmu. Aku harap kamu tidak melupakan fakta itu Vira." jelas Hasan seakan menegaskan jika ia tidak suka apabila salah satu dari keluarganya menghina Ayesha.

Davira tertawa sumbang, "aku cukup terkejut untuk hari ini bang. Ini untuk pertama kalinya bang Hasan membela wanita jalang itu setelah sekian lama aku melabraknya. Uwoww!" Davira bertepuk tangan ria seolah ia sedang menonton sebuah pertunjukan yang sangat menarik.

Hasan terlihat begitu marah dengan apa yang Davira katakan. Jalang? Sepupunya itu mengatai Ayesha dengan sebutan wanita jalang?

Apakah sepupunya itu ingin cari masalah padanya dan berakhir mati di tangannya hingga begitu berani dan lantang mengatai wanitanya.

Ya, wanitanya. Ayesha memang jalang, lebih tepatnya budak jalang miliknya. Ingat! Hanya miliknya!

Ayesha memperhatikan raut wajah Hasan yang sangat kentara tengah di liputi amarah. Ia sedikit terkejut saat mendapati hal seperti ini. Memang benar kata Davira, ini kali pertamanya Hasan membela dirinya dan begitu marah saat Davira terus menghinanya.

Ada sedikit rasa bahagia dalam diri Ayesha saat pria itu membelanya. Walaupun kebanyakan dari sebagian dirinya yang lain membenci Hasan.

Ya, Ayesha membenci Hasan! Membenci segala bentuk perlakuan pria itu padanya selama dua tahun terakhir ini. Bagaimana cara pria itu memperlakukan dan menjadikan dirinya sebagai budak. Budak yang harus mematuhi segala perintahnya, terlebih lagi dalam melayani segala hasrat keparatnya itu.

Melihat situasi sekarang ini yang bertambah semakin panas membuat semua orang yang ada di situ menjadi gerah. Terutama para orang tua, mereka sangat gerah dengan perdebatan para anak-anak mereka yang bak seperti anak kecil.

Niat hati para orang tua tersebut mengumpulkan semua orang berkumpul disini adalah untuk saling mengeratkan hubungan kekeluargaan mereka. Terlebih mengenai soal Davira yang beberapa belakangan terakhir ini sering tidak pulang dan tidak tidur di rumah.

Hal ini sudah di ketahui cukup lama oleh Airaa selaku ibu dari Davira. Ia tahu jika puterinya kemana dan tidur dimana, selama ini Airaa berusaha bersikap sabar menghadapi tingkah gila Aira yang begitu tergila-gila pada teman kecilnya, Haikal.

Hanya saja tadi malam sudah dalam titik terendahnya yang mengakibatkan kesabarannya habis, dan sudah tak tahan untuk menahannya lebih lama lagi. Oleh sebab itulah Airaa marah dan mendiamkan suaminya agar peka dengan situasi yang terjadi di keluarga mereka.

Tapi, sepertinya kepekaan Dava minim hingga Airaa harus lebih ekstra lagi menyadarkan suaminya itu atas kemarahan mendadak yang melanda dirinya.

"Davira, anakku, kemarilah dan duduk disini nak." kata-kata lembut bunda Kia terdengar bukan seperti sebuah perintah melainkan permintaan.

Siapa yang tidak luluh coba saat di panggil dengan nada selembut itu. Hampir saja Airaa patuh, namun gengsi dan egonya yang tinggi menang. Membuat ia menggelengkan kepalanya kuat.

"Davira tidak mau bunda, maaf." tolaknya dengan suara lembut.

Satu hal yang sangat di sukai Davira dari bunda Kia adalah. Sikapnya yang lemah lembut dan nyaris tidak pernah sekalipun marah padanya walaupun Davira bersalah.

"Sudah ku bilang pada kalian semua jika aku tidak sudi makan satu meja dengan wanita itu." sambung Davira masih menatap penuh kebencian pada Ayesha yang semakin berkaca-kaca.

Ciihh! Airmata palsu. batin Davira berdecih.

"Cukup!" seruan Dava menggebrak meja makan. "Ini tidak akan berakhir apabila salah satu diantara mereka tidak ada yang pergi."

"Ya, kamu benar Dav, selalu seperti ini apabila kita semua berkumpul bersama." sahut Nando menimpali.

Davira menaikkan sebelah alisnya seraya tersenyum tipis. "Baiklah, kalau begitu aku yang akan pergi dari sini. Entah mengapa selera makanku menguap hilang entah kemana."

"Tidak perlu kamu lakukan itu," kata Hasan menghentikan niat Davira yang ingin melangkah pergi dari sana.

"Kau bisa duduk disini sembari menikmati sarapanmu dengan damai." setelah mengatakan itu, tanpa aba-aba Hasan melangkah mendekati Ayesha dan menarik tangannya.

"Kita pergi dari sini," kata Hasan seraya berlalu dari sana melewati Davira yang berdiri di dekat pintu keluar ruang makan ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status