Davira terhenyak bangun dari tidur nyenyaknya karena silau cahaya matahari yang masuk melalui celah hordeng yang terbuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih mengantuk, sebelah tangannya terangkat menutupi matanya demi menghalau silaunya cahaya matahari itu.
Perlahan Davira turun dari ranjang, melangkah mendekati seseorang yang berdiri di depan jendela yang ternyata sudah di buka. Sosok itu tengah berdiri di tengah-tengah jendela dengan kedua tangan yang sengaja ia masukkan ke dalam saku celananya. Davira tersenyum dengan berjalan mengendap-endap agar tak mengeluarkan suara langkah kakinya.
"Hap!" suara Davira memekik nyaring ketika ia berhasil menggapai tubuh Haikal dalam pelukannya.
Haikal sendiri tersentak kaget saat merasakan sepasang tangan yang memeluk tubuhnya dari belakang, mendekap hangat tubuhnya begitu mesra.
"Sudah bangun?" tanya Haikal menolehkan kepalanya sedikit miring.
Davira menganggukkan kepalanya yang sedang bersandar di punggung lebar Haikal seraya berkata. "Sudah, baru saja Om."
Haikal menyentuh tangan Davira yang saat ini tengah memeluknya, perlahan Haikal membalikkan badannya menghadap ke arah Davira. Di rangkumannya lembut wajah cantik Davira.
"Bersiaplah untuk pulang, Cavia akan menjemputmu, ia sudah di dalam perjalanan menuju kesini."
"Apa?!" pekik Davira tampak tak suka dengan ucapan Haikal barusan. "Apa Om sengaja melakukannya? Om yang menelpon Cavia agar kesini untuk menjemputku?"
"Ya, itu benar." sahut Haikal santai, "Om langsung menghubungi Cavia karena mama dan papa kamu mengubungi Om terus sejak tadi malam." sambung Haikal menjelaskan alasannya mengapa ia mengubungi Cavia, anak kedua dari pasangan Nando dan Kia.
Umur Davira dan Cavia sama, karena memang saat Airaa hamil Davira saat itu Kia juga tengah mengandung Cavia setelah putra sulung mereka, Hassan berumur dua tahun. Alhasil karena sama-sama lahir di hari yang sama, Davira dan Cavia jadi terlihat seperti saudara kembar. Padahal mereka sepupuan, dan terlebih lagi Cavia yang terlihat lebih mungil di banding Davira yang bertubuh tinggi dan berisi alias montok.
Tapi, jangan salah! Justru itu yang menjadi kebanggaan tersendiri untuk Davira. Ia sangat suka dan bersyukur kerena memiliki tubuh yang montok, sebab Haikal pernah mengatakan jika ia menyukai wanita yang bertubuh montok dan seksi. Tentu saja Davira yang mendengar itu menjadi bangga, padahal Haikal hanya asal bicara saja saat itu agar Davira berhenti bicara yang aneh-aneh.
"Aku tidak mau pulang!" sentak Davira setelah terdiam untuk beberapa saat, "aku sudah memutuskannya Om, jika mulai hari ini aku akan tinggal bersama Om."
"What? Are you kidding me?" pekik Haikal luar biasa kaget.
"No, i'm seriously Om." sahut Davira terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Tidak!" tegas Haikal menghenyak keinginan konyol Davira. "Siapa kamu sehingga dengan seenaknya memutuskan untuk tinggal bersamaku, huh?"
"Aku adalah puterimu." ucap Davira menghenyakkan Haikal yang terbelalak kaget. "Bener, kan?"
"Ya, kamu memang benar puteriku, gadis yang telah aku anggap dan aku klaim sebagai puteriku. Tapi, bukan berarti karena hal itu kamu jadikan sebagai alasan Vira. Ingat, tak ada ikatan darah diantara kita dan aku bisa saja melakukan kesalahan fatal kerena ulahmu yang terus menggodaku!"
"Menggoda?" ulang Davira polos, seakan tak mengingat atau menyadari tingkahnya yang kerap kali sengaja menggoda Haikal. "Kapan aku melakukannya Om?"
"Setiap hari."
"Tapi, aku tidak pernah merasa telah melakukannya Om." ucap Davira masih mengkilah tentang fakta itu.
"Terserah!" kata Haikal tak mau ambil pusing. "Intinya aku tidak akan mengizinkan kamu tinggal disini. Jadi untuk itu bersiap-siaplah karena sebentar lagi Cavia akan datang." titah Haikal memperingati Davira sekali lagi untuk lekas bersiap-siap.
Haikal kembali membalikkan badannya menghadap ke arah jendela sembari bergumam sepelan mungkin, namun masih dapat di dengar Davira.
"Enak saja mau tinggal disini, bisa-bisa aku di hajar bapaknya. Huh, kekasih bukan, tunangan bukan, apalagi isteri? Ya jelas bukan." omel Haikal.
"Kalau begitu, nikahin aku Om!" kata Davira lantang seraya menyeringai senang.
Haikal langsung mengatupkan bibirnya, bungkam seketika saat mendapati permintaan konyol gadis yang masih berumur tujuh belas tahun itu.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Cavia memperhatikan Davira yang duduk di sampingnya. Rasa penasaran yang menyeruak membuatnya jadi kepo dengan hal apa yang membuat Davira cengengesan begitu."Haha, kepo ya?" goda Davira, "hhh lagian orang kayak lo tahu apa Cav soal cinta.""Cinta?" ulang Cavia mengerutkan dahinya bingung."Iya cinta, tahu apa kamu dengan satu kata penuh mantra dan makna itu?" tanya Davira.Cavia sedikit tersentak saat mendapati pertanyaan seperti itu dari sepupunya ini. Sesekali bola mata Cavia bergerak melihat ke arah pak supir pribadi keluarga mereka. Takut-takut jika si pak supir mendengarkan percakapan mereka, dan syukurlah Cavia saat mendapati pak supir yang tampak hanya cuek saja."Jadi, maksud dari pertanyaanmu barusan itu adalah kamu yang sedang jatuh cinta?""Bingo!" seruan Davira membenarkan tebakan Cavia, "tumbenan lo pinter." sambungnya te
Sebelum mulai baca cerita ini, ada baiknya untuk kalian baca terlebih dahulu cerita istri pilihan & Davra. Karena kedua cerita itu berkaitan dengan cerita ini. Oke 🤗________________________Davira menatap tidak suka pada sosok wanita muda yang duduk di samping bunda Kia. Mencibir dengan suara seperti jijik melihat orang itu yang selalu ada di tengah-tengah keluarga mereka. Duduk dengan wajah yang menunduk sendu sembari salah satu tangannya menopang di meja makan."Hei! Ngapain lo ada disini?" tanya Davira to the point tanpa tendeng alih.Sontak hal itu membuat semua orang yang berkumpul di ruang makan kaget, Davira melabrak Ayesha secara terang-terangan di depan kedua mata mereka. Tapi, itu bukan satu dua kali terjadi, hal ini memang kerap terjadi apabila seluruh keluarga berkumpul."Vir
Mendengkus kesal Davira menatap sengit pada dua orang yang barusan melewatinya. Rasanya jika tak memikirkan para orang tua, kemungkinan besar Davira sudah mencakar wajah wanita itu. Anak dari wanita gila jahat yang sangat ia benci, seperti itulah cerita yang pernah ia dengar lewat menguping pembicaraan antara mamanya dan bunda Kia. Meskipun Davira tidak begitu tahu cerita di masa lalu secara detailnya."Davira!" panggilan Dava membuyarkan segala lamunan Davira yang masih setia berdiri. "Duduk disini sayang." sambungnya menyuruh Davira agar duduk di kursi meja makan.Davira menurut sebab sudah tak ada lagi si dia yang sangat Davira benci. Davira memilih duduk di sebelah Orlando, adiknya.Orlando sendiri tampak cuek, tak ada sapaan jahil yang biasanya pemuda itu berikan setiap bertemu dengan Davira. Setelah insiden keributan kecil tadi cukup membuat semua orang yang ada di situ menjadi canggung dan tegang.Terut
Davira mendesah kecewa karena hari ini sepertinya ia tidak akan bisa menemui Om Haikal di apartemennya. Sebab, mulai hari ini di terapkan penjagaan ketat untuknya yang otomatis tak ada keringanan akses keluar untuknya. Sungguh hal ini sangat menyulitkan sekali untuknya, Davira tidak suka ini. Biasanya ia di beri sedikit kebebasan untuk keluar, tapi sepertinya tidak akan berlaku lagi mulai hari ini.Davira sendiri juga tak mengerti kenapa bisa seperti ini, padahal sedari awal semuanya berjalan baik-baik saja. Tak ada masalah, tak ada protesan, dan yang paling utama tak ada larangan. Davira berpikir keras, apa mungkin Om Haikal sendiri yang mengatakan sejujurnya pada mamanya? Atau mungkin, Cavia?Ah tidak, tidak, kalau Cavia rasanya tidak mungkin. Dugaan kuat Davira sangat yakin jika ini pasti ulah Om Haikal.Sial!!Jika memang begitu, apa mungkin maksudnya si Om Haikal ini udah bosan, udah muak dan gak kuat lag
Airaa menutup kedua matanya kembali, pura-pura tidur ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Ah, itu pasti suaminya yang baru pulang dari mengantar anak mereka yang nakal ke rumah Haikal.What? Airaa tau?Ya, wanita itu tau jika suaminya ternyata melakukan persengkokolan dengan anak sulung mereka. Jadi, sebenarnya tadi Airaa tidak benar-benar tertidur saat Dava masih di dalam kamar ikut berbaring bersamanya.Airaa mendengar suara langkah kaki Dava yang perlahan keluar dari kamar. Hatinya berseru untuk mengikuti suaminya untuk menangkap basah anak dan bapak itu yang ketahuan bersekongkol. Tapi, niat itu di urungkannya.Airaa bukan wanita bodoh yang akan dengan gampang mereka tipu. Selama ini Airaa sempat menaruh curiga pada sang suami yang menurutnya terlalulembeksikapnya pada Davira. Tak seperti sikap seorang ayah pada umumnya, yang biasanya akan selalu tegas pada anak-anaknya.
Kedua bola mata yang tertutup itu tampak bergerak kesana-kemari, perlahan kelopak mata itu terbuka. Davira tersentak bangun dari pingsannya, membiasakan cahaya lampu yang menyilaukan kedua matanya.Davira mengamati setiap sudut di sebuah kamar yang tengah di tempatinya, kamar yang sangat ia hafal hingga pikirannya kembali terlempar ke momen dimana ia menemukan perselingkuhan Haikal.Perselingkuhan? Ya, begitulah Davira mendefinisikannya.Dan karena itu juga sebabnya ia merasa syok luar biasa yang mengakibatkannya pingsan tak sadarkan diri."T-tapi, siapa yang menemukanku pingsan dan membawaku ke kamar ini?" ucap Davira tergugu dan bertanya-tanya pada diri sendiri.Apakah mungkin Om Haikal yang menemukannya pingsan dan membawanya ke kamar ini? Mungkinkah?Saat masih sibuk berperang melawan pemikirannya sendiri, pintu
"Vira!" jerit Cavia memanggil Davira ketika ia sudah sampai di lantai apartemen tempat Haikal tinggal.Terlihat Davira yang masih betah bersandar di belakang pintu apartemen Haikal dengan posisi berjongkok menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan miliknya. Setelah mendengar panggilan Cavia, Davira membuka telapak tangan dan mendongak menatap Cavia yang kini sudah berdiri di depannya."Cavia...." panggil Davira dengan suara merengek manja, Davira membuka lebar kedua tangannya sebagai isyarat untuk Cavia agar memeluknya.Cavia yang mengerti kode itu pun mengangguk seraya tersenyum, merundukkan tubuhnya berjongkok di depan Davira.Cavia memeluk erat tubuh Davira yang montok namun kini seakan rapuh, bahkan di dalam pelukannya pun Davira kembali menangis."Dia jahat Cavia," kata Davira mengadu pada sepupunya ini. "Dia berselingkuh bahkan bercinta denga
Benar saja apa yang Davira katakan, tak butuh waktu lama hanya dengan hitungan jam saja kabar mengenai dirinya yang tengah berada di kediaman keluarga Wicaksana sudah diketahui oleh sang papa. Dava Atmadja.Pria tampan yang dulunya mantan playboy itu kini sudah berada di kediaman rumah milik Arnando Wicaksana. Pagi-pagi sekali saat ia berpamitan pada Airaa untuk berangkat kerja ke kantor, Dava menyempatkan diri berkunjung ke rumah sahabatnya tersebut setelah mendapatkan kabar dari salah satu anggota keluarga itu.Meskipun sedikit dilanda kebingungan tentang keberadaan Davira yang ada di sana. Seingat Dava, bukankah tadi malam ia sengaja membantu putrinya itu untuk kabur dari rumah agar bisa menemui Haikal? Lalu kenapa sekarang anaknya bisa berada di rumah Nando? Seharusnya kan Davira masihberada di apartemennya Haikal. Aneh! pikir Dava merasa sepertinya sedang terjadi sesuatu hal yang tak beres.Kedatangan Dava di sambu