Share

7.

Mendengkus kesal Davira menatap sengit pada dua orang yang barusan melewatinya. Rasanya jika tak memikirkan para orang tua, kemungkinan besar Davira sudah mencakar wajah wanita itu. Anak dari wanita gila jahat yang sangat ia benci, seperti itulah cerita yang pernah ia dengar lewat menguping pembicaraan antara mamanya dan bunda Kia. Meskipun Davira tidak begitu tahu cerita di masa lalu secara detailnya.

"Davira!" panggilan Dava membuyarkan segala lamunan Davira yang masih setia berdiri. "Duduk disini sayang." sambungnya menyuruh Davira agar duduk di kursi meja makan.

Davira menurut sebab sudah tak ada lagi si dia yang sangat Davira benci. Davira memilih duduk di sebelah Orlando, adiknya.

Orlando sendiri tampak cuek, tak ada sapaan jahil yang biasanya pemuda itu berikan setiap bertemu dengan Davira. Setelah insiden keributan kecil tadi cukup membuat semua orang yang ada di situ menjadi canggung dan tegang.

Terutama Kia dan Nando, mereka terlihat sedikit terluka dan sangat menyayangkan insiden yang terjadi tadi.

Kenapa sangat susah membuat kedua orang itu akur? Tidak, lebih tepatnya Davira. Kapan gadis itu bisa menerima kehadiran Ayesha yang juga merupakan bagian keluarga ini?

"Makanlah," kali ini suara Airaa yang berseru menyuruh Davira untuk sarapan.

Davira tersenyum masam, menatap malas pada makanan yang tersaji banyak di atas meja makan. Semua makanan itu terlihat lezat dan menggiurkan, tapi entah kenapa napsu selera makan Davira hilang padahal ia sangat lapar sekali.

Oh, astaga!

"Kau mau kemana?!" tanya Dava nyaris berteriak begitu Davira menarik kursi seraya berdiri.

"Aku tidak berselera makan papa, maaf." jawabnya dan langsung melenggang pergi dari situ.

Melihat Davira pergi, Cavia menyudahi acara makannya dan langsung berjalan terburu-buru bahkan nyaris berlari mengejar sepupunya itu.

"Maaf, jadi merepotkan anak kalian." sesal Dava merasa menyesal telah melibatkan Cavia kerena kerena tingkah puterinya.

"Tidak apa-apa Dav, mereka seperti anak kembar, sangat menggemaskan." kata Nando tak mempermasalahkan puterinya yang menjadi bodyguard untuk Davira.

Davira itu lebih rapuh daripada Cavia. Davira sangat labil ketimbang Cavia yang selalu berpikiran logis dan dewasa. Davira akan menjadi sangat dewasa apabila bersama Haikal. Tidak, lebih tepatnya bertingkah sangat dewasa dalam menggoda. Maka untuk itu Davira butuh seseorang yang bisa mengawasinya.

******

"Astaga, aku cariin kamu sampai keliling rumah ini. Eh, taunya kamu ada disini." omel Cavia kesal sedari tadi ia kesulitan menemukan Davira yang tak kelihatan dimana pun.

Davira yang tengah duduk santai di ranjang sembari membaca sebuah buku novel sama sekali tak menghiraukan kehadiran Cavia.

Cavia memutar bola matanya kesal seraya mendekati ranjang. "Hei, kamu sangat menyebalkan!"

"Pergilah!" seruan suara Davira tiba-tiba mengusir Cavia. "Tinggalkan aku sendirian Cav, aku lagi ingin sendiri."

"Kau serius?" tanya Cavia merasa tak percaya dengan permintaan sepupunya ini.

"Apa aku terlihat seperti bercanda?" tanya balik Davira yang sama sekali tak mengalihkan perhatiannya dari buku novel yang tengah ia baca.

Cavia menggeleng, tapi tentu saja itu tak di lihat Davira sebab gadis itu tengah fokus menghayati bacaan cerita novel bergenre komedi romantis. Sesekali Davira terlihat tersenyum dan tertawa, genre yang memang sangat di sukainya.

Berbeda dengan Cavia yang lebih suka genre horor dan action. Porsi yang sangat berbanding terbalik sekali untuk mereka berdua, namun dengan begitu keduanya malah jadi terlihat seimbang dan saling melengkapi satu sama lain.

Cavia menghela napas seraya bangkit berdiri dari duduknya, melangkah perlahan menuju pintu dan keluar. Sesampainya di luar pintu kamar Davira ia melihat Dava yang tengah berjalan mendekat.

"Davira di dalam papa," beritahu Cavia sebelum Dava bertanya lebih dulu.

Dava tersenyum, "benarkah? Lalu kenapa kamu di luar, sayang?" tanya Dava heran saat melihat Cavia di luar kamar puterinya.

"Uhm, itu..., Davira bilang dia ingin sendirian papa." jawab Cavia gugup.

"Ingin sendirian?" Cavia mengangguk.

"Kenapa?"

Cavia mengerjap saat bingung dengan arti pertanyaan Dava.

"Kenapa Davira ingin sendirian?"

"Cavia enggak tahu papa." Dava manggut-manggut mengerti.

"Ayah dan bunda, apakah mereka sudah pulang papa?"

"Sudah, kenapa? Kamu juga ingin pulang?" Cavia mengangguk.

"Ya sudah kalau begitu, kamu pulanglah ke rumah. Hitung-hitung istirahat dari lelahnya menjaga anak papa yang nakal itu." Cavia terkekeh.

"Papa! Nanti kalau Davira denger, hayooo loh."

Dava ikut terkekeh, "oh, sayang sekali, tapi dia memang sangat nakal."

Cavia tergelak, "ya sudah kalau begitu, Cavia pulang papa."

Di raihnya tangan kanan Dava, memberikan kecupan di punggung tangan pria itu. "Mau dia antar?" tawar Dava.

"Boleh."

"Baiklah, minta Salman untuk mengantarmu, nak." Cavia mengangguk.

"Perlu papa antar sampai ke depan pintu utama."

"No!" tolak Cavia terkekeh sembari geleng-geleng kepala. "Dadah, pa, assalamualaikum." Cavia melambai-lambaikan tangannya sembari mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam."

Tbc....

Update nih! Hayoo, siapa yang kangen?! Cungg, angkat tangannya! 😋

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status