Home / Romansa / Dead&Queen / Bab 45 : Permainan baru di mulai

Share

Bab 45 : Permainan baru di mulai

Author: Ucyl_16
last update Huling Na-update: 2025-09-01 22:12:54

Alma duduk terpaku. Tangannya masih menggenggam perekam suara, tapi hatinya terasa kosong. Ia ingin percaya Rian… tapi setiap bukti justru mengarah sebaliknya. Yang Alma tidak tahu: di meja paling pojok, Reina duduk dengan hoodie menutupi wajah, ponselnya merekam seluruh adegan. Senyum tipis muncul di bibirnya.

“Bagus. Semakin jauh kalian salah paham, semakin mudah aku mainkan kalian berdua.”

Kopi di cangkir Reina sudah lama dingin, tapi ia tidak peduli. Dari sudut kafe yang gelap, ia menatap Alma dan Rian dengan tatapan tajam, seperti seorang sutradara yang puas menyaksikan adegan teaternya dimainkan dengan sempurna. Ketika Rian membanting tangan ke meja, ketika Alma menuduh dengan mata berkaca-kaca, ketika keduanya berpisah dengan wajah penuh luka—itulah momen yang Reina tunggu. Senyum tipis terbit di bibirnya.

“Bagus. Semakin jauh kalian retak, semakin gampang gue masukin narasi sendiri.”

Ponselnya bergetar. Reina membuka layar, melihat catatan berisi rekaman yang sudah ia edit. Ia
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dead&Queen   Bab 141 : Kabar Gio

    Pagi datang, tapi tanpa Gio. Matahari di Jakarta tidak pernah sehangat pelukan yang Alma harapkan. Cahaya masuk dari jendela, menempel di lantai, tapi tidak mampu menembus rasa hampa di dada. Tidak ada suara pesan masuk, tidak ada dering telepon, tidak ada notifikasi yang membawa sedikit kehangatan. Alma duduk di tepi ranjang, rambut masih berantakan, jaket masih tersampir di kursi, dan koper kecil yang tadi dibawa dari Tegal masih di pojok kamar. Tangannya gemetar saat mengambil ponsel.Ia mencoba menelepon. Sekali. Dua kali.Tidak aktif.Hatinya mulai berdetak lebih cepat. Napasnya sedikit tersengal. Ia mencoba menenangkan diri, menyuruh otak dan hatinya untuk tidak panik. Ia mengetik pesan, perlahan. Setiap huruf terasa seperti menaruh kepingan hatinya di atas layar.Alma: Sayang, kamu di mana?Satu centang.Lalu dua.Dibaca.Tapi… tidak ada jawaban.Alma menatap layar ponsel beberapa saat, mencoba mencari alasan. Mungkin… benar-benar sibuk? Mungkin ada urusan yang mendesak?Ia men

  • Dead&Queen   Bab 140 : Perubahan

    Kereta terus melaju, membawa mereka semakin jauh dari Tegal dan semakin dekat pada kota yang tak pernah benar-benar tidur. Stasiun-stasiun kecil berganti nama, berganti wajah, lalu menghilang begitu saja. Waktu seperti dipotong-potong, tapi pikiran Alma tetap utuh di satu titik yang sama. Ia membuka ponsel. Pesan dari Ibunya masuk beberapa menit lalu.Sudah berangkat, Nak?Alma membalas singkat.Sudah, Bu. Di kereta. Nanti sampai aku kabari.Ia menatap layar sebentar lebih lama dari yang diperlukan, lalu mematikannya. Rasanya seperti menutup pintu kecil yang aman, lalu memilih berdiri di lorong yang belum sepenuhnya terang. Gio masih sibuk dengan ponselnya. Kali ini lebih lama. Jempolnya bergerak cepat, lalu berhenti. Mengetik, menghapus. Menghela napas pelan. Alma tidak bertanya. Ia hanya mengamati dari sudut matanya. Dulu, ia selalu percaya diam adalah bentuk pengertian. Tapi kini, diam terasa seperti ruang kosong yang makin melebar. "Kamu laper?” tanya Gio tiba-tiba, tanpa menoleh

  • Dead&Queen   Bab 139 : Overthinking Alma

    Ruangan langsung hening. Bapak Alma mengangkat alis, jelas terkejut. “Kau… anak mereka?” Gio mengangguk. “Aku nggak pernah mau nyambungin hidup ku dengan masa lalu keluarga ku. Tapi ternyata… mereka punya dendam ke keluarga Alma karena peristiwa Aurora dulu. Dan sekarang, mereka nggak setuju aku melamar Alma.” Alma terduduk, suaranya hampir hilang. “Jadi… keluarga kamu nggak mau aku… cuma karena aku.... pihak yang ngerusak Aurora?” Gio memegang tangannya. “Sayang… akunggak peduli masa lalu itu. Aku nggak pernah lihat lo sebagai bagian dari masalah itu. Buat ku… kamu itu rumah.” Air mata Alma perlahan mengalir. “Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal? Kenapa aku baru tau sekarang?” “Karena aku takut kamu bakal mikir cintanya bakal jadi ribet. Aku takut kamu ninggalin aku duluan.” Suaranya pecah. Bapak Alma akhirnya bicara, suaranya tegas namun terkendali. “Gio, pernikahan itu bukan cuma tentang hati. Ini soal dua keluarga. Kalau keluargamu sudah menolak sejak awal… bagai

  • Dead&Queen   Bab 138 : Kenyataan

    Lampu ruang tamu hangat, menyinari wajah-wajah lelah tapi lega. Aroma teh hangat dan kue tradisional masih tersisa di udara. Alma duduk di samping Gio, tangannya tetap menggenggam tangan Gio. Ibunya tersenyum lembut, menyiapkan cangkir teh. “Gio, anak Ibu… duduklah. Minum dulu, biar hangat badanmu.”Gio tersenyum sopan, menerima cangkir itu. “Terima kasih, Bu. Maaf ganggu ketenangan malam Ibu dan Bapak.”Ibunya hanya tersenyum, lalu menatap Alma sebentar. “Alma, anak Ibu… kamu pasti lega sekarang, kan? Semua sudah jelas.”Alma mengangguk, mata masih basah. “Ya, Bu… akhirnya semua jelas. Gue takut aja tadi… takut dia gak datang.”Ibunya menepuk lembut pundak Alma. “Kalau sudah niat baik, insya Allah jalan akan di buka. Sekarang… nikmati malam ini. Semua masih awal, tapi hati tenang itu penting.”Bapak Alma berdiri, menatap Gio dengan tatapan tajam tapi tak sekeras tadi. “Gio… kamu datang terlambat, tapi yang penting kamu datang. Aku ingin kamu tau, pernikahan itu bukan hanya soal cinta

  • Dead&Queen   Bab 137 : Aku Datang

    Siang mulai memanas, Alma duduk gelisah di ruang tamu. Setiap suara motor terdengar, ia berdiri, lalu duduk lagi. Ibunya duduk di samping, mengelus punggung Alma. “Ma, kamu makan dulu. Jangan cuma nunggu.” “Tunggu aja… Bu. Perutku kayak diikat tali.” Hening sejenak. Lalu ibunya berkata pelan, “Kalau dia datang… itu bukti dia sungguh-sungguh. Kalau tidak… mungkin Allah sedang lindungi kamu dari sesuatu yang kamu belum lihat.” Alma menunduk dan menangis lagi—kali ini tanpa suara. Satu pesan masuk. Dari unknown number. Dengan foto profil kosong. Tangan Alma gemetar saat membuka. Gio (Nomor Baru): Aku ganti kartu di terminal. HP masih rusak. Sayang, aku sudah turun dari bus. Aku lagi lari ke arah rumah kamu. Tolong… tunggu aku. Alma terisak keras, membuat ibunya terkejut. “Ada apa, Ma?” Alma menunjukkan layar sambil menutup mulut, tubuhnya lemas. "Dia lari ke sini, Bu… dia lari." Ibunya langsung memeluk Alma sekuat tenaga. Gio muncul dari ujung gang, baju kotor bercampur debu

  • Dead&Queen   Bab 136 : Titik terang

    Keesokkan pagi, ayam berkokok. Matahari baru naik setengah, tapi rumah itu sudah seperti menahan napas. Ibunya sudah di dapur membuat teh hangat. Bapaknya duduk di teras dengan tangan bersedekap, wajah serius. Surat kabar terlipat rapi di meja, tapi jelas ia tidak benar-benar membaca. Alma keluar dengan rambut diikat seadanya, mata sembap. Ia berusaha tersenyum ke ibunya, tapi gagal. “Pagi, Ma,” ucap ibunya lembut. “Kamu tidur?” Sedikit jeda. “Ngga, Bu… cuma merem.” Ibunya meraih tangan Alma, menepuknya pelan. “Kamu kuat, Ma. Ibu ada di sini.” Alma menunduk, menahan air mata yang nyaris jatuh lagi. Bapak Alma menutup surat kabar. “Kemari sebentar.” Alma duduk pelan, jantungnya seperti diperas. “Bapak tanya baik-baik,” suara Bapaknya rendah tapi sangat tegas, “sampai jam berapa kamu akan menunggu laki-laki itu?” “Bapak…” suara Alma pecah. “Jawab.” Alma menatap jalanan depan rumah, kosong. “Gio bilang… dia bakal nyusul. Mungkin dia ada masalah… mungkin—” Bapaknya memotong taja

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status