Beranda / Rumah Tangga / Dek Ajeng & Mas Abim / Perasaan seorang istri sangat peka

Share

Perasaan seorang istri sangat peka

Penulis: Ceeri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 18:19:16

Langkah Ajeng terdengar pelan di koridor marmer PT. Sabina. Dia membawa tas makan siang berwarna biru yang merupakan favorit Abimana. Ajeng mengenakan blouse sederhana dan celana kulot longgar nuansa pastel. Penampilannya tetap elegan meski tanpa riasan berlebihan. Dia hanya ingin mengantarkan bekal suaminya yang tertinggal, tiada niat lebih.

Resepsionis menyambutnya ramah. "Selamat siang, Bu Ajeng. Ke ruang Pak Abimana, ya?"

Ajeng tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Saya cuma mau antar makan siang si Mas aja. Ketinggalan."

Ajeng terbiasa datang sesekali ke kantor suaminya. Penghuni perusahaan juga tentu mengenal dia. Tidak ada hal aneh, tak ada yang perlu dijaga-jaga pula. Namun, langkah Ajeng kontan melambat ketika pintu ruang direktur terbuka sedikit; cukup lebar untuk dia dapat melihat dua sosok di dalam.

Diana Sophia berdiri di sisi meja kerja, senyumnya diam-diam. Di mata Ajeng kentara lembut dan terlalu lama tertuju pada Abimana. Pria tersebut sedang duduk di belakang meja deng
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Perasaan seorang istri sangat peka

    Langkah Ajeng terdengar pelan di koridor marmer PT. Sabina. Dia membawa tas makan siang berwarna biru yang merupakan favorit Abimana. Ajeng mengenakan blouse sederhana dan celana kulot longgar nuansa pastel. Penampilannya tetap elegan meski tanpa riasan berlebihan. Dia hanya ingin mengantarkan bekal suaminya yang tertinggal, tiada niat lebih.Resepsionis menyambutnya ramah. "Selamat siang, Bu Ajeng. Ke ruang Pak Abimana, ya?"Ajeng tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Saya cuma mau antar makan siang si Mas aja. Ketinggalan." Ajeng terbiasa datang sesekali ke kantor suaminya. Penghuni perusahaan juga tentu mengenal dia. Tidak ada hal aneh, tak ada yang perlu dijaga-jaga pula. Namun, langkah Ajeng kontan melambat ketika pintu ruang direktur terbuka sedikit; cukup lebar untuk dia dapat melihat dua sosok di dalam.Diana Sophia berdiri di sisi meja kerja, senyumnya diam-diam. Di mata Ajeng kentara lembut dan terlalu lama tertuju pada Abimana. Pria tersebut sedang duduk di belakang meja deng

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Pagi yang cukup menguras emosional

    Pagi itu dapur masih berantakan setelah semua orang menyelesaikan rutinitas sarapan pagi mereka. Piring-piring belum dibereskan. Sementara, Mumu Sedang berada di ruang laundry untuk menjemur kain. Dia akan mengerjakan bagian dapur begitu rampung dengan urusan pakaian. Ajeng berdiri di dekat meja makan, satu tangan menopang pinggangnya yang membesar, satu tangan lain menggenggam ponsel yang menempel di telinga."Mas, kamu serius ninggalin bekal di meja begitu aja?" Suaranya tenang, tapi nadanya menyimpan jengkel yang ditahan-tahan.Di ujung sana, Abimana menghela napas."Maaf, Dek. Mas tadi buru-buru banget, Alvian bakal datang jam delapan ... enggak usah diantar, nanti Mas beli makan di kantor aja."Ajeng berdecak pelan, menoleh ke meja makan di mana bekal dalam kotak stainless itu masih tergeletak rapi, lengkap dengan sendok dan tisu."Mas tau kan adek nggak suka Mas makan sembarangan di luar. Itu lauk kesukaan, Mas. Adek masak dibantu sama ibu ..." Intonasi suara Ajeng melemah di a

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Perubahan sikap Diana merupakan awal keresahan

    Sejak Diana kembali dari cutinya, Abimana mulai merasa ada yang tidak beres. Perempuan itu berubah. Bukan dalam kinerja—pekerjaannya masih rapi dan tepat waktu—tetapi dalam sikap. Diana menjadi lebih sering tersenyum, terlalu ramah, dan suka mampir ke ruangannya untuk urusan-urusan yang sebenarnya tidak perlu dibicarakan langsung. Awalnya Abimana sekadar mengerutkan kening, bertanya-tanya dalam hati. Lalu, dia mulai mendengkus setiap kali mendengar suara ketukan khas di pintu ruangannya. "Pak, saya cuma mau memastikan file presentasi yang tadi itu sudah betul belum? Atau, "Maaf ganggu, saya mau konfirmasi jam makan siang Bapak dengan klien." Berulang Diana datang demi hal-hal sepele demikian, padahal semuanya sudah ditandai jelas di kalender bersama. Abimana risih. Sangat risih. Dia bukan tipe pria yang menikmati perhatian orang lain. Lagi pula ada yang membuat hatinya makin tak tenang; dia begitu mencintai istrinya. Cinta yang utuh dan tidak tergoyahkan. Maka, sikap Diana yang me

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Sebuah keputusan dan hati yang gelisah

    Rutinitas pagi buat Ajeng di mana dia tampak menyiapkan pakaian suaminya. Dia sendiri mengenakan daster serta rambutnya yang basah diselimuti handuk. Kemeja dan celana Abimana dia taruh ke permukaan kasur lengkap dasi/kaus kaki. Sementara, si empu pun masih menuntaskan mandinya. Mereka berdua cukup bersemangat di hari ini, selaras rona oranye yang menghiasi cakrawala. "Rasa-rasanya Adek pengen potong rambut, Mas," kata Ajeng sambil membuka handuk yang tadi membungkus kepala dia, lalu mengelap lembut helai rambutnya. "Udah panjang banget 'kan ini? Keramas jadi repot." Jelas Ajeng lebih detail lagi, sambil dia mengurai helai demi helai rambutnya. Abimana tersenyum menyaksikan kelakuan istrinya itu. "Mas kira Adek nyaman-nyaman aja sama rambut panjang. Selain bikin Adek kelihatan makin cantik, rambut Adek memang bagus dan sehat. Warnanya hitam, berkilau juga halus--kenapa tiba-tiba mau dipotong?!" Ajeng tersenyum tipis sambil dia mengurai helai demi helai rambutnya, "Gerah, Mas. Adek

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Makan malam yang memang 'berkesan'

    Tepat ketika temaram menggantikan pendar mentari senja, lampu gantung di ruang makan memancarkan kehangatan yang menenangkan. Meja yang panjang dipenuhi berbagai hidangan lezat. Aromanya menggugah selera dengan warna tampilan yang pula menarik. Abimana sekeluarga berkumpul untuk makan malam bersama.Abimana dan Ajeng duduk di ujung meja, saling menatap melalui binar-binar sayang. Mereka tampak segitu mesra, seakan dunia hanya milik mereka berdua. Ajeng secara refleks menyuapkan sendok demi sendok makanan kepada Abimana. Sudut bibir serta pelupuk matanya serempak tertarik, menyematkan lengkung cantik setiap satu suapan yang dia suguhkan diterima oleh Abimana. Suaminya itu pun turut mengulas senyum serupa tanpa merasa canggung untuk memperlihatkan bahasa cinta demikian. Semua tentu bergembira, merasakan nyaman bersama orang-orang terkasih. Mereka berbincang, tertawa di antara senda gurau yang tercipta. Namun, di tengah-tengah sukacita itu Arjuna ternyata tidak turut mengarungi suasana.

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Perasaan yang ada tidak pernah berubah

    Mentari senja meninggalkan langit cerah di sepanjang siang semula. Kini perlahan-lahan berganti kelabu malam yang sekejap lagi akan mengundang hawa dingin. Ajeng telah menuntaskan pekerjaannya dalam merapikan pakaian ke lemari. Kini dia mondar-mandir tenang di dapur, menghangatkan makanan yang mereka masak beramai-ramai tadi. Lalu, dia menyajikan piring per piring ke permukaan meja. Ajeng tampak sendirian, segar serta dengan raut gembira. Heningnya suasana mengakibatkan daya pekanya cukup tanggap. Ajeng Dwi Ayu menengok ke sumber suara langkah kaki yang dia dengar. Saudara laki-lakinya ada di sana, balas menatap dia lewat senyuman berarti. "Kakak baru pulang?! Dari mana sih? Kenapa kak Alyssa enggak diajak?" Rentet kalimat tanya terangkai licin dari belah bibirnya. Tetapi, tangan-tangan Ajeng masih cekatan menata piring-piring berisi makanan. Arjuna menghampiri, hanya duduk begitu dia menarik satu kursi kosong. "Kakak abis ketemu teman SMA. Mau mengajak Alyssa, dia lagi asyik baren

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status