Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka tiba di Mansion Arshaka.Setelah memastikan Alana aman dengan menambahkan sejumlah pengawal yang berjaga untuknya, Arshaka yang di dampingi Alex langsung bergegas meluncur ke Rumah Sakit.Arshaka terpekur diam tanpa ekspresi, memandangi papanya yang terbaring dengan banyak alat yang menempel di tubuhnya.Bahkan Alex juga tak mampu berkata-kata. Baru beberapa hari yang lalu, ia membahas tentang hal ini dan sekarang kejadian yang dikawatirkannya sudah terjadi.Arshaka yang begitu marah ketika Alex membahas hal pribadi dengannya kala itu, langsung berubah cemas ketika ia mendengar bahwa papanya tengah terbaring koma. Meskipun mimik wajahnya masih dingin dan datar, tapi bagi Alex yang selalu menemaninya bertahun-tahun tentu saja mengetahui perasaan Arshaka seperti apa.Suara langkah kaki mendekat, tanpa menoleh, mereka sudah bisa menebak siapa gerangan yang datang.“Wow, Anak Tiriku, Sayang. Bolehkah aku tidak terkejut aka
“Shaka, apa yang mau kau lakukan?” tanya Alana ketika tubuh Arshaka perlahan-lahan merangkak ke atas tubuh Alana. Matanya melotot dengan tubuh gemetar ketakutan.Bibit Arshaka menampilkan smirk andalannya. “Tentu saja meminta jatahku padamu malam ini,” ucapnya lirih ketika wajahnya tepat di atas wajah Alana.Hembusan nafas hangatnya menerpa wajah Alana membuatnya merinding. Jantungnya berdetak bertalu-talu, ia pun tak tahu apakah karena rasa takutnya atau karena hal lain.Yang jelas, ia tak bisa memikirkannya untuk saat ini ketika netra mereka beradu dan saling pandang dalam jarak yang begitu dekat.Alana seakan merasa devaju, manik mata itu rasanya ia pernah melihatnya sebelumnya. Tapi di mana? Kenapa terasa begitu hangat dan seakan ada kerinduan di dalamnya? Begitu pula dengan dirinya, manik mata Arshaka membuatnya tenggelam jauh, memberikan efek tenang seakan tak asing baginya.Arshaka menempelkan dahinya di atas dahi Alana sejenak, lalu beralih menghirup dalam aroma Alana di ceruk
Arshaka baru kembali dari perjalanan bisnisnya dan langsung meluncur pulang. Ia bergegas pulang, ia sudah tak sabar ingin bertemu Alana.Setelah turun dari Lamborgini merah miliknya, ia menuju ke kamar Alana dengan langkah lebar.Membuka gagang pintu dengan pelan agar ia tak di sangka merindukannya, meskipun hal itu benar adanya.“Alana ... kau di mana?” Arshaka setengah berteriak. Sepi dan dingin seakan-akan tak pernah ada yang menghuni kamar itu sebelumnya.Arshaka menelusuri setiap sudut kamar, bahkan kamar mandi sudah ia periksa. Namun nihil, Alana tidak ada di sana.Seketika Arshaka menjadi cemas, buru-buru keluar dengan setengah berlari menuruni tangga dengan gusar.“Alana! Kau ada di mana?” teriaknya, membuat para penjaga datang dengan tergopoh-gopoh.Arshaka melihat para pengawal dan pelayan datang dan berbaris rapi sambil menundukkan kepala, ia menatapnya dengan tatapan setajam burung elang.“Ada apa, Tuan?” Monic yang baru tiba bertanya pada Arshaka yang terlihat menahan ma
“Alex, apakah semua persiapan persenjataan kita sudah lengkap?” tanya Arshaka.Alex mengangguk. “Semua persenjataan juga anak buah kita sudah siap. Kau bisa memerintahkan mereka kapan saja!” ucapnya.“Juga, aku sudah menghubungi penguasa di daerah sana, mereka bersedia membantu kita semaksimal mungkin,” imbuhnya.“Kalau begitu, jangan buang-buang waktu lagi. mari kita berangkat segera!” titah Arshaka.Namun, belum sempat mereka beranjak, dering telepon Arshaka menginterupsi keduanya.Arshaka mengernyitkan dahinya melihat nomor pemanggil yang tak diketahui.Arshaka menoleh ke arah Alex, ia mengerti kode yang diberikan oleh Arshaka, seketika ia membuka laptopnya dan menyadap telepon Arshaka dan memindainya.Setelah siap Arshaka menekan slide tombol hijau dan tanpa basa basi si penelepon langsung menyebut namanya.“Hallo, Arshaka. Masih ingat dengan suaraku?”“Jimmy keparat! Beraninya kau bermain-main denganku!” geram Arshaka membuat Jimmy tertawa terbahak-bahak dari seberang telepon.“H
Suara tembakan terdengar yang diiringi pekikan kesakitan membuat Alana dan yang lainnya menahan nafas.Tiba-tiba Adrian mengerang kesakitan, tangan kirinya memegang tangan kanannya yang semula memegang pistol saat ini tengah mengucurkan darah segar terkena tembakan.Entah dari mana asal suara tembakan itu, tang jelas saat ini suara tembakan kembali terdengar bersahutan dan beruntun.Jimmy yang menyadari ada baku tembak segera melarikan diri, sikap licik dan pengecutnya membuatnya tak memedulikan keselamatan anak buah juga yang lainnya.Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana harus melarikan diri dan bersembunyi agar anak buah Arshaka tidak menangkapnya.Alex masuk menerobos dengan di kawal beberapa pengawal terlatihnya, merekapun mulai menembaki anak buah Jimmy dengan lihai. Mereka bevitu terlatih dan terampil menggunakan senjata hingga dengan sekali tembakan mampu melumpuhkan targetnya.Begitu juga dengan Bang Jack beserta anak buahnya ikut membantu menumpas komplotan Jimmy. Dalam sekej
Setelah mengantarkan Alana ke poli kandungan dengan segala drama yang dibuatnya, Alana meminta Alex mengantarkannya membeli sesuatu. Tanpa curiga Alex mengiyakan, siapa yang akan mengira ia akan mendapat kesialan hari ini.Ketika sudah berada di jalan, anak buahnya mengabari kalau Arshaka sudah selesai di operasi. Setelah melewati masa observasi, Arshaka di pindahkan ke ruangan VVIP dengan pelayanan terbaik.Alex sangat ingin menjadi orang pertama yang mengawal tuannya, tapi, apalah daya. Makhluk paling ribet sedang mengerjainya saat ini.Dengan dalih sedang ngidam, Alana menginginkan banyak sekali makanan tak masuk akal. Cireng, seblak, batagor dan banyak lagi makanan yang membuat Alex uring-uringan.Dengan wajah datar dan tertekuk kesal, Alex tetap pergi mengantarnya. Entah apa yang dipikirkan Alana, sejenak bisa melupakan kekawatiran tentang kondisi Arshaka ketika mendengar bahwa dirinya tengah berbadan dua.“Eh, Mas. Jutek banget sih jadi orang? Cuma temenin istri beli rujak aja e
Alex datang dan memindai kondisi Daniel. Pria tua itu terlihat sangat memprihatinkan, bagaimana tidak, di usianya yang senja tak ada anak maupun kerabat di sampingnya ketika tengah berjuang antara hidup dan mati.Miris! Andai saja dulu ia tak menyia-nyiakan keluarga yang sangat mencintainya, mungkin saja ia bisa pergi tanpa membawa penyesalan.“Tuan, maaf kami kehilangan jejaknya!” lapor salah satu anak buahnya sambil menunduk ketakutan.Alex memandang bawahannya itu dengan dingin. “Kenapa bisa kecolongan, hah! Kalian aku pilih karena keahlian dan kemampuan kalian. Tapi, hanya untuk menjaganya seorang pria tua saja kalian tak mampu?” sembur Alex marah.“Maaf, Tuan. Tadi ada seorang perempuan dengan berpakaian suster datang kemari, kami kira dia perawat jaga. Kami tidak menaruh curiga, namun ketika perawat yang asli datang dan datang memeriksa, keadaan Tuan Daniel hampir Anfal,” jelasnya dengan gemetaran.Alex menghela nafas panjang, sungguh baginya hari ini sangat melelahkan.“Kami sud
“Apa kau telah memperkosaku?” Tanya perempuan itu lagi dengan histeris.Alex mengerang frustasi, ia begitu bingung bagaimana caranya menjelaskan duduk perkara padanya ketika kondisinya saat ini dalam kondisi amarah dan salah paham menguasai dirinya.“Hei, Nona! Bisa kau hentikan aksimu itu? Kau telah membuat kamarku jadi berantakan!” Serunya.Perempuan itu akhirnya berhenti melempar benda-benda ke arah Alex karena sudah tak ditemukan lagi benda yang bisa ia lempar. Beruntung dengan sigap Alex menghindari lemparan yang datang ke arahnya secara beruntun.Bantal, guling, bingkai foto berserakan di lantai. Tak ketinggalan vas tanaman hias ikut pecah dan tanahnya mengotori lantai granit.Alex menghela nafas lelah. Sekarang, apakah sudah terlambat baginya menyesal telah menolong perempuan itu? Yang jelas Alex hanya bisa diam, sambil memungut kembali semua benda dan mengembalikannya ke asalnya tanpa menghiraukan perempuan itu.Sedangkan bingkai foto dan vas yang terlanjur pecah, ia pergi kelu