Bab 4
"Tuan Besar, Tuan Muda Arshaka datang berkunjung!" lapor Enrique membuat Daniel yang sedang membaca laporan perusahaan di ruang kerjanya langsung menengadahkan wajahnya tak percaya."Benarkah? Apa itu benar?" Binar di wajahnya begitu kentara sekali, sungguh baginya itu adalah sebuah kebahagiaan yang tak mampu ia ungkapkan.Setelah lebih dari sepuluh tahun anak kandungnya pergi dengan penuh kebencian. Lantas mengibarkan bendera peperangan padanya.Daniel berpikir, kelakuan Arshaka layaknya kenakalan remaja, semua itu hanya sebagai bentuk protes akan kematian ibunya juga karena kekecewaan pada dirinya karena menikah lagi.Arshaka akan kembali karena ia pasti tidak akan bisa menghidupi dirinya sendiri, anak remaja tanpa uang dan fasilitas dari orang tua bisa apa?Nyatanya, ia menyesali semuanya. Ia begitu menyesali akan komunikasi buruk pada anak semata wayangnya itu, bahkan tidak berusaha mencari tahu keberadaannya.Sedangkan waktu anaknya datang ke mansionnya untuk pertama kalinya bersama sang istri, dirinya sedang tidak melakukan perjalanan bisnis. Sebesar apapun penyesalannya, tidak akan pernah membuat waktu yang terbuang kembali lagi."Benar, Tuan. Sekarang tuan muda Arshaka sedang berada di ruang tamu," terang Enrique membuat Daniel segera bangkit lalu bergegas menuju di mana Arshaka berada."Hubungi pengacaraku, suruh dia datang kemari secepatnya!" titah Dominic sebelum ia benar-benar menghilang di balik pintu."Selamat datang, Nak. Akhirnya kamu kembali," sapa Daniel dengan senyum sumringahnya.Arshaka hanya melihatnya dengan tatapan dingin tanpa ekspresi."Kamu pasti lelah, istirahatlah. Sebentar lagi makan malam akan segera dihidangkan," ucapnya lagi.Arshaka mengambil duduk di sofa dengan kaki yang disilangkan. Matanya memindai seluah ruang yang terjangkau oleh netranya, masih sama tidak berubah sedikitpun. Bahkan, ornamen di dalam ruangan letaknya masih sama.Wajahnya mulai mengeras, manakala ia melihat foto keluarga yang terpampang di atas perapian. Di sana, dulunya terdapat foto keluarga yang terdiri dari mendiang sang mama, papa juga dirinya yang masih kecil. Namun, sekarang sudah diganti dengan wajah-wajah orang yang sangat dibencinya.Foto istri kedua papanya dengan senyum pongah beserta adik tirinya, betapapun ia mengelak dan berusaha untuk tidak peduli, nyatanya hal itu masih membuat hatinya berdenyut nyeri."Papa senang kamu akhirnya mau datang kemari. Papa tahu, mau bagaimana pun cara papa meminta maaf, semua itu sudah terlambat. Karena itu papa ingin kamu menunggu sebentar lagi, karena ada sesuatu yang mau papa bicarakan dan bagi papa ini sangat penting." Daniel berbicara sambil menatap Arshaka lekat, sedangkan Arshaka hanya mendengarkannya dengan malas."Jangan dikira aku datang kemari karena sudah memaafkan dan melupakan semua yang terjadi. Bahkan jika kau mati sekalipun, hal itu tidak akan pernah bisa menebus segalanya. Aku hanya ingin mendengarkan sekali saja, omong kosong apa yang mau kau sampaikan, agar setelah ini kau tidak mengganggu waktuku lagi!" papar Arshaka datar dan dingin, sedingin hatinya ketika berada di mansion ini dulunya."wah, wah, wah, ini sebuah kejutan. Anak sulung keluarga ini akhirnya memutuskan untuk pulang dan masuk ke dalam rumah setelah sekian lama menghilang. Aku merasa sangat senang sekali, kau sekarang terlihat baik-baik saja. Apalagi yang aku dengar, kau sudah menjadi pengusaha sukses sekarang." Suara high heel terdengar mengetuk lantai marmer seiring langkah kakinya mendekat.Tanpa Arshaka menoleh pun ia bisa tahu, kata-kata itu berasal dari wanita licik yang pandai berpura-pura alias istri kedua papanya."Hallo, Arshaka. Senang sekali kita berjumpa lagi, kali ini kau tidak lagi membawa serta istri cantikmu itu?" Allice berdiri disamping Arshaka dengan pongahnya."Kau tahu, mama sangat terkejut akan kedatanganmu yang tiba-tiba," ucapnya lagi sambil memamerkan senyum palsunya."Sungguh percaya diri sekali! Mau sampai kapanpun aku tidak akan pernah sudi memanggilmu dengan sebutan itu, bahkan sampai kiamat pun kau tidak akan pernah layak. Batu kerikil mau dipoles bagaimana pun juga tetaplah kerikil, ia tidak akan pernah bisa berubah menjadi permata." Arshaka menatap Allice, mama tirinya itu dengan sangat tajam.Arshaka akan buktikan ia bukanlah seorang anak remaja yang bisa ditindas seperti dulu, disiksa bahkan difitnah hingga membuat papanya tidak lagi mempercayai dirinya. Hingga ia memutuskan pergi dari rumah belasan tahun lalu."Sudah, sudah, hentikan. Jangan diteruskan lagi! Arshaka sudah mau datang itu sudah membuatku senang, jadi jangan pernah membuatnya tidak nyaman," tegur Daniel pada Allice membuat Istrinya yang mau membuka mulut untuk mendebat seketika terdiam.Allice menjadi kesal buka main, ia akan membuat perhitungan pada Arshaka. Ia sudah senang dengan kebencian yang terang-terangan ditunjukkan Arshaka pada papanya itu. karena dengan begitu, ia bisa dengan leluasa mempengaruhi Daniel agar semua kekayaan yang ia miliki bisa diwariskan untuk David, anaknya.Tapi sekarang Arshaka muncul membuat hatinya menjadi gusar dan tidak tenang. Ia sudah berhenti memata-matai Arshaka dulu, sejak ia mengibarkan bendera perang pada keluarganya. Namun, sepertinya ia harus kembali memata-matainya agar ia bisa memantau pergerakan Arshaka dan segala rencananya.Allice tidak mau usahanya selama ini menjadi gagal, ia tidak mau semua harta Daniel jatuh pada Arshaka, meskipun ia tahu Arshaka lah yang lebih berhak atas itu semua."Tuan, makan malam sudah siap." Pelayan datang dan membungkuk ke arah mereka."Ayo, Nak, Ma. Kita, makan malam dulu," ajak Daniel kepada Arshaka dan istrinya.Daniel dan istrinya beranjak menuju ruang makan bersama sedangkan Arshaka mengikutinya dengan perasaan malas.Mereka makan dengan diam, tak ada satupun dari mereka yang ingin memulai pembicaraan. Sampai akhirnya, Arshaka meletakkan alat makan dan menyudahi makannya. Ia hanya makan beberapa suapan, Duduk dengan orang yang dibencinya membuat nafsu makannya lenyap entah kemana."Kenapa, Nak. Apa makanannya tidak enak? Mau makan makanan yang lain?" tawar Daniel membuat ekspresi Arshaka semakin dingin."Tidak, aku sudah selesai. Tidak usah sok perhatian, karena hal itu hanya membuatku semakin muak berada disini!" Jawaban Arshaka membuat Daniel sedih, meskipun begitu ia tidak menunjukkan sisi lemahnya."Baiklah, kalau begitu. Ikut papa ke ruang kerja!" Daniel juga menyudahi makannya, kemudian langsung beranjak yang diikuti oleh Arshaka.Allice menggenggam sendoknya erat, ia akan mencari tahu apa yang mau dibicarakan suaminya itu. Dengan tergesa- gesa ia pergi menuju kamarnya untuk melaksanakan rencananya.Sedangkan Daniel dan Arshaka masuk ke dalam ruang kerja yang sudah ada seseorang yang sedang duduk menunggu mereka di dalamnya. Orang itu pun berdiri dan membungkuk hormat pada Daniel."Selamat malam, Tuan Daniel," sapanya."Selamat malam, Pak Surya. Maaf membuatmu datang kemari malam-malam begini dan membuatmu menunggu lama," ucap Daniel kepada pengacaranya.Ia pun tersenyum, "Tidak masalah, Tuan Daniel. Ini adalah bagian dari tugasku.""Sebaiknya kita duduk dulu, agar lebih enak bicaranya," ajak Daniel yang lantas membuat kedua lelaki itu mengikutinya duduk di sofa yang di tempatkan di ruangan itu."Jadi maksud papa memanggilmu kesini, karena papa ingin kamu menggantikan papa, Shaka. Papa sudah tua, papa ingin resign dari dunia bisnis. Papa ingin menjalani hidup dengan tidak lagi memusingkan masalah perusahaan."Arshaka mendengus, "Apa aku terlihat seperti orang yang kekuarangan uang? sepeserpun aku tidak menginginkan harta darimu. Kenapa tidak kau wariskan saja pada istri dan putra kesayanganmu itu! Aku yakin mereka akan dengan senang hati menerimanya!""Shaka, hanya kamu yang bisa papa percaya untuk memimpin semua perusahaan papa, David tidak begitu Kompeten dan handal dalam memimpin sebuah perusahaan."Arshaka terkekeh pelan, "David pasti akan sangat sakit hati jika mendengar jika papa yang selama ini ia baggakan meragukan kredibilitas dan kemampuan yang dimilikinya. Wah, kau sungguh orang tua yang sangat luar biasa sekali!" sindir Alex dengan nada rendah, namun mampu membuat Daniel terperangah.Daniel putus asa, "Entah kamu mau percaya atau tidak dengan perkataan papa, asal kamu tahu, sebagian saham yang ada di perusahaan adalah milik mendiang mama kamu.""Dan semua harta itu adalah warisan dari almarhum kakek kamu pada mama Azalea. Papa hanya ingin menyampaikan amanat sebelum papa tiada, karena yang lebih berhak atas warisan mama Azalea adalah kamu. Ini adalah surat wasiat darinya dan juga keterangan warisan mama kamu," imbuhnya lagi sambil menyerahkan berkas yang dibawa pengacaranya kepada Arshaka.Bukannya senang, malah hal itu membuat arshaka murka. Ia mengepalkan tangannya hingga membuat buku-buku jarinya memutih."Jadi, kau tega menghianati mama dengan menikahi selingkuhanmu dan berfoya-foya menikmati hartanya dengan wanita itu! Sungguh keterlaluan, apa anda tidak punya hati!!" cerca Alex murka membuat Daniel kembali merasakan sesal di dadanya.''Kenapa tidak sekalian kau habiskan saja semua harta itu agar wanita ular itu puas, karena aku tidak butuh!! Orang seperti kalian pantas ke neraka!" sembur Arshaka dengan nada tinggi lalu beranjak pergi tanpa melihat surat wasiat itu sedikitpun.Daniel hanya bisa menghela nafas panjang, sambil memegang jantungnya yang berdenyut sakit. Ia tahu kesalahannya di masa lalu sangatlah fatal dan sekarang semua sudah terlambat untuk menyesalinya.Brakk, Allice membanting ponsel miliknya ke arah tembok hingga hancur berkeping-keping. Lantas ia melepas earphone di telinganya yang ia gunakan untuk mendengar semua percakapan suaminya di ruang kerja. ya, ia menyadap ruang kerja milik Daniel tanpa sepengetahuannya."Sialan!!! Keparat!! Pria tua itu sudah selangkah di depanku. Ini tidak bisa di biarkan, aku tidak mau jadi miskin seperti dulu lagi. Sepertinya, aku harus segera melaksanakan rencanaku!"“Bie, jangan! Jangan lakukan itu!” teriak Alex keras yang membuat Bian langsung menoleh ke arahnya.“Alex ... “ gumam Bian menatap Alex yang tengah berlari ke arahnya seraya bertelanjang dada.Dengan secepat kilat disertai nafas yang memburu Alex berlari, ketakutannya semakin menjadi ketika ia melihat Bian berada tepat di sisi jurang.“Bie, tolong jangan lakukan, aku mohon!” Pinta Alex sekali lagi ketika dirinya berjarak hanya beberapa jengkal dari Bian.Bian menyunggingkan senyum penuh arti yang membuat Alex tambah ketar-ketir.“Jika aku loncat ke bawah apa kau mau memaafkanku?” Bian bertanya masih dengan senyum masgul.Alex menggeleng lemah. “Apa cintaku tak mampu membuatmu berkeinginan untuk hidup? Apakah cintaku sangat tak layak hingga kau mau meninggalkan aku? Meninggalkan dunia?” tanya Alex frustasi dengan mata yang memerah menahan air mata.“Aku tahu, penderitaan yang kau alami sangatlah berat. Tapi, bisakah kau memberikanku kesempatan untuk mengobati luka itu?”“Alex, kau tahu
Seakan tak percaya dengan penglihatannya, Bian melangkah perlahan, berjalan dengan hati-hati melawati setiap tas dan kardus yang terisi berbagai macam barang yang disediakan oleh Arshaka. Bian mulai memeriksa satu persatu dengan saksama, kebutuhan mereka dari perlengkapan mandi, skincare, baju, dress hingga dalaman begitu lengkap seakan satu toko diboyong semua. Bian menggeleng tak percaya, entah bagaimana caranya Arshaka bisa menyiapkan hal itu semua dalam waktu singkat. Bian menatap Alex seakan ingin penjelasan, akan tetapi ia hanya mengedikkan bahu seakan memberi tahu bahwa ia juga tak tahu menahu tentang itu semua. Bian melihat sekeling, masih ada beberapa tas tang belum dibuka, hingga sebuah koper besar membuatnya begitu penasaran. Ia pun menghampiri koper itu dan langsung membukanya. Terdapat note yang bertuliskan ‘selamat bersenang-senang’ di atasnya. Setelah membaca catatan itu, dengan rasa penasaran Bian mengambil sebuah kain berenda yang ia pun tak pernah menaruh curi
“Sayang, apakah tak apa-apa melakukan hal itu pada mereka berdua?” Tanya Alana dalam perjalanan pulang ke Mansion Arshaka.Arshaka tersenyum penuh arti. “Tak usah khawatir, Alex memang pernah meminta ijinku sebelumnya. Aku rasa, ia tidak akan keberatan jika aku menjahilinya kali ini. Bahkan ia harusnya berterima kasih padaku nantinya.”Alana menggeleng pelan. “Terserahlah, kalau nantinya ada masalah dengan mereka tanggung sendiri akibatnya!”“Aku jamin tidak akan ada kendala apapun, Sayang. Lagi pula, aku sudah menyiapkan seluruh kebutuhan mereka sampai hal yang terkecil sekalipun. Jadi kau tak usah cemaskan mereka, ok!”Alana merasa gemas dengan suaminya itu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. “Kau tahu bukan, Alea kondisinya masih belum sehat betul, kalau nanti ada apa-apa dengan kesehatannya, lantas bagaimana?”Arshaka memeluk Alana dengan sebal. “Kau terlalu mencemaskan mereka, Sayang. Kau tahu, kau terlalu perhatian dengan mereka berdua, dan hal itu membuatku cemburu,” rajuknya.“
“Bie, kau di mana?” teriak Alex, wajahnya kian panik ketika tak mendapati Bian berada di dalam kamar mandi.Ia pun bergegas mencari ke luar, bertanya pada beberapa petugas dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar sana.Berlarian ke sana kemari dengan wajah panik dan cemas hingga nyaris putus asa. Alex duduk dengan berbagai asumsi yang memenuhi kepalanya hingga terasa ingin pecah.Perasaannya begitu kalut, ia takut jika Bian benar-benar pergi dan berniat untuk bunuh diri.Akhirnya Alex memilih duduk di kursi penunggu, berusaha untuk menjernihkan pikiran. “Tidak! Tidak boleh! Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dari hidupku!” racau Alex dalam hati sambil memegangi kepalanya.Terlihat seseorang yang mendekati Alex dan berhenti di depannya. Alex memandangi kaki yang dibalut celana panjang yang menutupi sandal yang di kenakannya. “Kau sedang apa?”Alex tersentak dan langsung menengadahkan wajahnya untuk melihat suara yang telah menyapanya itu. Alex tersenyum senang, ia bangki
“Dokter, bagaimana kondisi Arshaka?” tanya Alana dengan cemas. Pasalnya tubuh Arshaka terlihat lemah hingga harus diberi cairan infus.Alex yang dikabari Alana bahwa Arshaka jatuh pingsan langsung lari terbirit-birit, begitu cemasnya karena Arshaka tak pernah pingsan dengan mudahnya.Bahkan ketika peluru masih bersarang di tubuhnya, ia masih bisa bertahan dan mampu terjaga tanpa menunjukkan kelemahan juga rasa sakit yang dirasa.“Kondisi tubuh Tuan Arshaka menunjukkan kondisi yang prima, juga tanda-tanda vitalnya berfungsi dengan baik. Hanya saja sedikit lemas karena kekurangan cairan. Namun Jika ingin memastikan kondisi pastinya, saya sarankan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh,” terang Dokter Edwin, Dokter umum yang berkepala plontos itu setelah selesai memeriksa keadaan Arshaka. Karena Gilang, kepala Tim Dokter yang ditunjuk oleh Arshaka sudah dipecat dan tak lagi bekerja.Setelah Dokter dan para perawat pergi, Alana memeluk erat Arshaka. Rasa cemasnya begitu berlebihan
“Apa yang telah terjadi padamu?” tanya Bian dengan nada cemas setelah melihat luka di sudut bibir Alex.Alex tersenyum seraya menggeleng pelan. “Tak apa-apa, laki-laki memiliki luka itu sudah biasa,” canda Alex.Arshaka melihat Bian dan berpikir sejenak lalu berkata, “Alea, setelah kau sembuh, apakah kau masih berminat jika kembali menjabat sebagai Kepala Tim Dokter di Rumah Sakit ini?” ucap Arshaka yang membuat Bian terperangah tak percaya.“Shaka, luka di tubuhnya masih belum sembuh. Lagi pula, identitasnya sudah berubah. Aku khawatir kredibilitasnya sebagai dokter akan diragukan mengingat sekarang ia bukanlah orang yang sama,” sela Alex.“Bukankah aku berkata jika sudah sembuh bukan? Dan ini hanya sebuah tawaran baginya, dan mengenai identitasnya bukankah sangat gampang bagi kita untuk mengurus hal tersebut?” ucap Arshaka menatap Alex dalam.“Apakah kau tak senang jika Alea kembali menekuni bidang yang disukainya? Setidaknya, ia bisa beraktivitas seperti sedia kala meskipun dengan