Bab 5
"Sialan, brengsek! Aku tidak akan pernah memaafkan kalian, tidak akan pernah!" Raung Arshaka putus asa.Ia tidak pernah menyangka, keputusannya untuk bertemu papanya membuat luka hatinya kembali menganga. Apalagi, setelah mendengar semua harta yang dinikmati wanita ular itu adalah milik mama kandungnya.Arshaka kira, dirinya sudah kuat. Hatinya sudah sekeras batu dan tak mungkin goyah apalagi tersakiti. Tapi siapa sangka, justru bertatapan langsung dengan mereka malah membuat luka hatinya kembali menganga. Apalagi, setelah mendengar isi wasiat mendiang mamanya tadi membuat kebenciannya semakin berlipat ganda.Arshaka memukul setir mobilnya dengan beringas, ia melampiaskan amarah dan sesak di dadanya dengan menjerit sekuat tenaga. Sengaja ia memilih menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi, agar tidak ada seorang pun yang tahu bahwa seorang Arshaka sedang menangis, meratapi hidupnya yang malang.Sudah cukup lama ia menenangkan diri, sendirian dan kesepian sudah menjadi bagian dari hidupnya. Akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari tempat itu setelah berhasil menguasai diri. Menyalakan mobil, lalu melajukannya dengan kecepatan diatas rata-rata.Arshaka kembali ke mansion pribadinya, alih-alih melampiaskan rasa frustasinya dengan pergi ke club malam dengan menenggak alkohol sampai mabuk seperti kebiasaanya.Ia berjalan menyusuri jalan dan lorong mansionnya dengan gundah, ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas. Lantai yang tidak pernah ia perbolehkan seseorang memasukinya kecuali Monic, hanya untuk dibersihkan seminggu sekali.Arshaka tiba di ruangan berdaun pintu hitam pekat itu, merogoh kantong celananya lalu mengeluarkan sebuah kunci dan membuka ruangan itu. Wajahnya yang terlihat dingin dan tajam, seketika berubah menjadi sendu manakala melihat sebuah lukisan."Aku merindukanmu, Ma!" ucap Arshaka lirih. Netranya menerawang jauh, tanpa sadar ia melamun. Hatinya begitu sakit, apalagi mengetahui kenyataan yang sebenarnya.Dulu, keluarganya sangat harmonis dan saling menyayangi satu sama lain. Entah dari mana perempuan itu datang, ia berhasil menguasai dan membuat papanya tunduk padanya. Dan dalam waktu singkat ia berhasil menyingkirkan mamanya hingga membuatnya patah hati dan bunuh diri.Arshaka memejamkan matanya, pedih, sungguh pedih yang ia rasakan saat ini. sedikit kenangan manis bersama mamanya yang tersisa. namun, kemagian tragis mamanya karena dicampakkan oleh papanya membuatnya mati rasa.Ia bertekat akan membalaskan setiap luka dan sakit hati yang diderita mamanya berkali lipat dari yang dirasakan.Brak!Suara benda terjatuh, Arshaka langsung memindai ke arahnya. Sorot matanya langsung berubah tajam manakala ia memergoki seseorang menyelinap ke ruangan rahasianya."Tunjukkan dirimu segera, kalau tidak aku membunuhmu saat ini juga!" hardik Arshaka seraya memgambil pistol dari pinggangnya dan mengarahkan moncongnya ke sumber suara.Cahaya yang temaram membuat penglihatannya sedikit terganggu, karena ia sengaja tidak menghidupkan lampu dan hanya memberi pelita kecil di depan lukisan mamanya itu.Senyap, tidak ada pergerakan maupun suara sedikitpun dari sumber suara tadi membuat Arshaka geram."Cepat keluar!!" Suara Arshaka menggelegar membuat nyali siapa saja yang mendengar akan menciut.Sejurus kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat dengan gemetaran, perlahan hingga nampak sosoknya yang membuat Arshaka terkejut. Wajahnya menjadi pias manakala sosok itu menjadi lebih jelas meskipun hanya mengandalkan penerangan seadanya."Alana, kau ... sejak kapan kau masuk ke ruangan ini?" tanya Arshaka seakan tak percaya, lantas menurunkan pistol di tangannya dan memindai wajah yang terlihat sangat gugup dan ketakutan. Netranya memandang lekat ke arah Alana yang memindai Arshaka dan lukisan Azalea secara bergantian."Katakan sejak kapan kau berada di sini? Bukankah aku sudah memberi tahumu agar kau tidak masuk ke dalam ruangan ini, lalu, kenapa kau datang kemari, hah!" Bentak Arshaka dengan tatapan nyalang membuat Alana semakin ketakutan."Ak-aku ... Ta-tadi ..." ucap Alana terbata-bata, belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, tangannya sudah ditarik paksa oleh Arshaka yang nampak murka.Alana diseret menuju kamarnya dengan kasar, kemudian dihempaskan ke atas ranjangnya hingga terjerembab.Arshaka melangkah perlahan mendekati Alena, membalikkan tubuhnya kemudian mencengkram rahangnya dengan kuat."Apa kau tahu, hukuman apa yang pantas didapatkan oleh seorang yang berani membangkang dan melanggar perintahku?" tanya Arshaka dengan tatapan tajam, ia begitu mengintimidasi, sehingga membuat seluruh tubuh Alana kaku dan sulit digerakkan.Alana yang biasanya sangat berani mendebat dan menghina Arshaka, entah mengapa keberaniannya seakan menghilang dan menguap begitu saja dibawah tatapan intimidasi Arshaka saat ini. Ia merasa sangat lemah dan tak berdaya, wajahnya menampakkan ketakutan yang sangat kentara sekali."Sepertinya aku harus memberimu pelajaran agar kau bisa mengingat dengan jelas dan tidak pernah melupakan semua peraturan dan perintahku di rumah ini!" ucap Arshaka seraya melepas kancing kemejanya satu persatu yang disusul dengan celananya membuat Alana membelalakkan matanya."A-apa yang mau kau lakukan?" tanya Alana panik."Menurutmu, apa yang mau aku lakukan, hah?" Arshaka balik bertanya dengan seringaian yang membuat Alana semakin ketakutan."Tentu saja menghukummu, agar kau bisa patuh dan tak lagi membangkang padaku!"Alana menggeleng kepalanya panik seraya beringsak mundur hingga kepalanya mentok di kepala Rajang."Shaka, ingat kata-katamu, bukankah kau tidak tertarik pada tubuh kurusku? Jadi apakah kau menjilat ludahmu sendiri?" tukas Alana, entah dari mana ia memiliki keberanian di tengah kepanikannya.Arshaka tertawa sumbang. "Oh ya? Kalau begitu, anggap saja kau beruntung, karena aku sudah mau mencicipi perempuan kurus dan tak menarik sepertimu!" cemoohnya lantas menarik paksa kaki Alana yang membuatnya menjerit histeris."Tidak! Shaka, jangan lakukan itu! Aku mohon, jangan!" jerit Alana yang membuat Arshaka bukannya berhenti malah tambah bersemangat.Alana pov“Oh ya? Kalau begitu, anggap saja kau beruntung, karena aku sudah mau mencicipi perempuan kurus dan tak menarik sepertimu!" “Tidak! Shaka, jangan lakukan itu! Aku mohon, jangan!” Aku menjerit dan meronta sekuat tenaga agar Arshaka menghentikan niatnya. Namun, bukannya berhenti malah membuat Arshaka bertambah bersemangat.“Sebaiknya kau diam dan menikmatinya, Alana. karena ini adalah hukuman bagi pembangkang sepertimu!” ucap Arshaka, seringainya membuatku semakin takut manakala tangannya juga ikut bergerilya dari atas sampai bawah tubuhku.“Shaka, aku mohon. Aku mohon lepaskan aku, aku mau melakukan apa saja asal kau mau melepaskanku,” harapku dengan mengiba.Arshaka tertawa sumbang. “Percuma kau memohon, Alana. Karena, semua itu sudah terlambat,” ucapnya dengan pongah.Aku menggeleng keras. Antara frustasi dan putus asa, apakah aku akan kehilangan kesucianku dengan cara seperti ini?Dengan beringas Arshaka membuka pakaianku, aku berusaha sekuat tenaga untuk lepas dari cen
David melangkah maju perlahan ke arahku, tatapannya sangat menjijikkan seakan ingin menerkamku hidup-hidup.“Kakak Ipar, kau begitu cantik dan menggoda. Aku mengakui, selera kakakku sangat bagus hingga semua wanita yang menghangatkan ranjangnya semuanya begitu menawan,” godanya mengerlingkan sebelah matanya.“Kalau kau mau, aku bisa menggantikannya menghangatkan malammu ketika ia pergi. Asal kau tahu, aku bisa memuaskanmu melebihi Arshaka,” tawarnya dengan smirk menghiasi bibirnya.“Oh ya, apa kau pikir kau lebih hebat dari Arshaka hingga aku mau berpaling darinya?” tanyaku dengan tatapan meremehkan.“Bahkan kau bagaikan sampah di matanya, bagaimana mungkin kau bisa setara dengannya. Oh ya, satu hal lagi. Aku dengar kau hanyalah anak tiri dan semua yang kau banggakan saat ini adalah hasil dari merebut milik Arshaka!” ejekku membuat raut mukanya berubah merah padam.“Lantas apa yang bisa aku lihat darimu sedangkan kau hanyalah bayangan Arshaka?”David marah, “Kau...”“Kenapa? Apa aku b
“Menjadi budak maupun jalangmu itu tak ada bedanya, dan jangan bermimpi aku akan menyenangkanmu, Shaka,” desisku kesal.“Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah melemparkan tubuhku secara sukarela padamu!”Arshaka tertawa, terlihat betapa ia meremehkan ucapanku. “Tak peduli seberapa kuat kau menentangnya, pada akhirnya kau akan merangkak memohon padaku, Alana.” Arshaka memasang kembali kacamata hitamnya dan berlalu turun dari kapal.Kenapa hidupku sial sekali harus berhubungan dengan seorang seperti dirinya.Dengan kesal aku mengikutinya dan turun dari kapal yang dibantu salah seorang pengawalnya.Dengan berjalan kaki kira-kira lima belas menit kami sampai di Villa yang lumayan besar. Dikelilingi hutan kecil di samping Villa dengan struktur bangunan terlihat kokoh dengan design dinding sebagian besar dipasang kaca tebal tembus pandang.Hal itu tentu saja membuat siapa saja akan merasa kerasan karena kita bisa melihat langsung pemandangan dari dalam tanpa harus ke luar rumah.Terlihat
Suara pintu kaca pecah terkena tembakan membuat Alana memekik ketakutan yang membuatnya refleks menutup telinganya. Ia tak mengerti apa yang tengah terjadi saat ini.Suara tembakan saling bersahutan dengan suara lolongan kesakitan membuat bulu kuduknya meremang membuat ketakutannya semakin bertambah.Arshaka menarik pergelangan Alana dan menyeretnya ke arah pintu belakang. Terlihat beberapa laki-laki berpakaian serba hitam menerobos masuk dan menembaki mereka.“Cepat Alana, atau kita akan mati di sini!” perintah Arshaka, ia mengeluarkan pistolnya dan mulai balas menembaki mereka sambil melindungi Alana.Mereka berlari setengah menunduk untuk menghindari peluru yang kapan saja bisa menembus kulit mereka.Rupanya musuh sudah mengepung seluruh Villa tanpa Arshaka sadari. Karena ketika keduanya tiba di belakang rumah, musuh sudah menghadangnya dengan tembakan yang bertubi-tubi.Arshaka balas menembak, meskipun saat ini situasinya sedang terdesak, namun pantang baginya menyerah begitu saja
“Alana... bangun... sadarlah!” pekik Arshaka putus asa sambil menekan-nekan dada Alana seraya memberikan nafas buatan padanya di atas deck kapal.“Sadar, Alana!” gumamnya lagi. Entah sudah berapa puluh kali ia mencoba melakukan pertolongan pertama pada Alana untuk membantunya sadar. Namun, sepertinya hal itu seakan sia-sia.Kuatnya deru ombak di bawah tebing tak ayal mengombang-ambingkan keduanya setelah nekat terjun bebas untuk menghindari musuh.Arshaka sekuat tenaga berenang dan berusaha menyelamatkan Alana yang nyaris tenggelam. Dalam kondisi normal, Alana cukup mahir berenang. Tapi, dengan riak ombak seganas itu ditambah kondisi fisiknya yang kelelahan sejak semalam juga tanpa makanan membuatnya lemah. Bahkan seorang atlet renang profesional sekalipun akan berpikir dua kali untuk melakukannya.Beruntung bagi keduanya, Alex datang secepat mungkin dengan membawa serta beberapa pengawal terlatih setelah mengetahui ada yang mengintai dan mencoba membunuh Arshaka.Sifat loyalnya tentu
“Apakah kau sudah tahu sebelumnya?” Alex bertanya kepada Arshaka dengan tatapan penuh arti.Arshaka mengangguk pelan. “Awalnya aku belum sadar, tapi kemarin saat aku sedang bersembunyi, aku mendengar salah satu dari mereka membahas orang itu!”“Kalau kau mau, kau bisa memerintahku untuk melenyapkan mereka segera!”“Tidak perlu! Biarkan saja untuk sementara waktu. Kau hanya perlu memantau pergerakan mereka,” titah Arshaka, seringainya terlihat begitu menakutkan dengan sorot mata bengis.“Mari kita lihat, sejauh mana mereka bermain-main dengan kita!”Alex mengaguk patuh. “Ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan. Tapi ... ” Alex berkata dengan ragu.Arahaka melirik ke arahnya lagi, ia merasa heran, tidak biasanya seorang Alex ragu-ragu. Karena, ia akan selalu menyampaikan sesuatu yang akurat dan tidak bertele-tele.“Katakan saja!”Alex tidak tahu, apakah keputusannya memberi tahu Arshaka itu hal yang baik atau tidak. Tapi, jika tidak, ia takut semuanya akan terlambat.Alex mendesah pel
Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka tiba di Mansion Arshaka.Setelah memastikan Alana aman dengan menambahkan sejumlah pengawal yang berjaga untuknya, Arshaka yang di dampingi Alex langsung bergegas meluncur ke Rumah Sakit.Arshaka terpekur diam tanpa ekspresi, memandangi papanya yang terbaring dengan banyak alat yang menempel di tubuhnya.Bahkan Alex juga tak mampu berkata-kata. Baru beberapa hari yang lalu, ia membahas tentang hal ini dan sekarang kejadian yang dikawatirkannya sudah terjadi.Arshaka yang begitu marah ketika Alex membahas hal pribadi dengannya kala itu, langsung berubah cemas ketika ia mendengar bahwa papanya tengah terbaring koma. Meskipun mimik wajahnya masih dingin dan datar, tapi bagi Alex yang selalu menemaninya bertahun-tahun tentu saja mengetahui perasaan Arshaka seperti apa.Suara langkah kaki mendekat, tanpa menoleh, mereka sudah bisa menebak siapa gerangan yang datang.“Wow, Anak Tiriku, Sayang. Bolehkah aku tidak terkejut aka
“Shaka, apa yang mau kau lakukan?” tanya Alana ketika tubuh Arshaka perlahan-lahan merangkak ke atas tubuh Alana. Matanya melotot dengan tubuh gemetar ketakutan.Bibit Arshaka menampilkan smirk andalannya. “Tentu saja meminta jatahku padamu malam ini,” ucapnya lirih ketika wajahnya tepat di atas wajah Alana.Hembusan nafas hangatnya menerpa wajah Alana membuatnya merinding. Jantungnya berdetak bertalu-talu, ia pun tak tahu apakah karena rasa takutnya atau karena hal lain.Yang jelas, ia tak bisa memikirkannya untuk saat ini ketika netra mereka beradu dan saling pandang dalam jarak yang begitu dekat.Alana seakan merasa devaju, manik mata itu rasanya ia pernah melihatnya sebelumnya. Tapi di mana? Kenapa terasa begitu hangat dan seakan ada kerinduan di dalamnya? Begitu pula dengan dirinya, manik mata Arshaka membuatnya tenggelam jauh, memberikan efek tenang seakan tak asing baginya.Arshaka menempelkan dahinya di atas dahi Alana sejenak, lalu beralih menghirup dalam aroma Alana di ceruk