Share

44. Ibu Mertua

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2025-03-06 23:32:14

Kata-kata yang terlontar dari mulut Harry tadi benar-benar membuat hati Laura sakit.

Tidak!

Bukan karena Harry yang berkata tidak akan menyukainya. Lagi pula, dia memang tidak pernah berharap akan hubungan mereka ini.

Walaupun malam tadi, terlintas keinginan dalam benaknya untuk bisa memiliki Harry, tetapi setelah sadar Laura segera membuang jauh-jauh semua pemikirannya itu.

Hanya saja, perkataan Harry tadi terlalu kejam. Dia berkata seolah-olah Laura adalah wanita menjijikan, yang tak pantas untuk dicintai siapa pun.

"Ya, aku sadar dengan posisiku dan juga siapa diriku," ujar Laura dengan suara pelan, setelah beberapa saat terdiam.

Wanita itu hanya bisa membuang napasnya dengan kasar. Berharap dengan itu, dia juga bisa membuang semua rasa sesak di dalam hati yang tiba-tiba hadir.

Melihat raut wajah Laura yang berubah, Harry pun terdiam. Tenggorokannya terasa seperti tercekat, saat dia hendak menjawab ucapan dari wanita di hadapannya ini.

"Kau turun duluan saja.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   80. Mari Jangan Saling Melupakan!

    Laura dan Harry benar-benar menghabiskan hari dengan bermain bersama. Meski awalnya, Harry berniat mengajari Laura berenang dan bermain selancar, nyatanya tidak demikian. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu bermain, seperti anak kecil. Tinggal berdua di pulau pribadi, tanpa orang asing sungguh menjadikan mereka lebih dekat satu sama lain. Laura benar-benar merasa bahagia. Dia bisa lupa sejenak dengan semua masalah-masalah yang pernah hadir dalam hidupnya. Begitu juga dengan Harry, pria itu akhirnya bisa istirahat sejenak dari padatnya rutinitas pekerjaan. Apalagi semenjak proyeknya bersama Dominic berjalan, dia hampir tidak pernah mendapatkan jatah libur. “Harry, aku sudah bisa sedikit tahan napas di dalam air. Ternyata kau cocok juga jadi pelatih renang.” Harry mencebikkan bibirnya. “Ya, tapi aku hanya mene

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   79. Bermain Selancar Air

    Tak terasa sudah lebih dari seminggu sejak mereka tersesat di hutan kala itu. Sejak Laura sakit, Harry benar-benar memperlakukannya seperti seorang ratu. Dia melayani Laura dengan sepenuh hati tanpa pernah mengeluh sedikit pun. “Harry!” panggil Laura dari dalam kamar. Wajahnya tampak berbinar, dengan senyum lebar ketika dia melihat kakinya sendiri. “Ada apa? Kau butuh ... sesuatu?” Harry berdiri di ambang pintu, pria itu cukup terkejut ketika melihat Laura berdiri dengan wajah gembira. “Lihat kakiku sudah sembuh.” Laura menunjukkan kakinya. Tidak hanya itu, dia juga berjalan, menari—menunjukkan jika kondisi kakinya sudah benar-benar pulih. Seulas senyum terukir dari bibir pria yang masih berdiri di ambang pintu itu. Dia merasa senang ketika melihat Laura menari dengan gembira. Tanpa aba-aba, Laura segera berlari menghampiri Harry. Wanita itu bahka

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   78. Impian Laura

    Laura hampir saja menyemburkan makanan yang sedang dia kunyah begitu mendengar jawaban Harry. Apa yang baru saja pria itu bilang? Siapa yang akan berpisah? Jelas saja mereka! Lalu mengapa Harry masih mengatakan hal seperti itu. “Ini minum dulu.” Harry menyerahkan segelas air putih ketika melihat Laura tersedak. “Kau tidak bisa makan pelan-pelan, ya?” Laura menggeleng kuat. “Bukan karena itu aku hampir tersedak.” “Lalu?” “Karena perkataanmu barusan.” “Yang mana?” tanya Harry yang pura-pura tak mengerti. Padahal dia hanya ingin Laura mengulang kembali apa yang dia katakan tadi. “Tentang siapa yang akan berpisah? Sudah jelas-jelas kau tau siapa yang akan berpisah, kenapa masih bertanya lagi?” Harry meletakkan garpu dan pisau makannya. Setelah itu, dia menaruh kedua tangannya di atas meja, dengan tatapan mata yang menatap Laura begitu lekat. “Memangnya siapa yang akan

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   77. Siapa yang Akan Berpisah?

    Harry benar-benar membantu Laura dengan sabar. Pria itu tidak mengeluh ketika harus kembali menggendong Laura keluar dari dalam kamar mandi. Hanya saja, Laura merasa lega ketika dokter wanita datang. Beruntung dokternya seorang wanita sehingga dia bisa meminta bantuan ketika hendak berganti pakaian. “Apa kakinya tidak parah? Tidak butuh ke rumah sakit? Kapan dia akan sembuh?" Dokter wanita yang sudah memeriksa Laura itu tersenyum mendapati pertanyaan Harry yang sudah berulang kali. “Tidak ada masalah, Tuan. Hanya terkilir biasa, setelah dua hari lebamnya akan hilang, dan paling lama dalam seminggu akan membaik lagi.” “Tapi, Dokter—“ Laura segera menarik tangan Harry, lalu menggeleng kuat—meminta pria itu untuk berhenti bertanya, pertanyaan yang sama berulang kali. “Kakiku baik-baik saja, Harry.” Laura mengulang ucapan Dokter tadi. “Oke, baiklah

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   76. Perubahan Sikap Harry

    “Maksudmu?” tanya Laura yang tidak mengerti, atau pura-pura tidak mengerti. Harry berhenti sejenak. Dia menoleh hingga kini bisa saling berhadapan. Tidak hanya itu, jarak wajah mereka juga hanya tinggal beberapa senti saja. “Aku ingin memperbarui semua aturan dalam kontrak pernikahan kita. Tentang masa akhir kontrak, misalnya.” “Kenapa harus diperbarui?” “Kau pasti tau alasannya.” Setelah itu Harry kembali berjalan, menyisakan Laura yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentang masa akhir kontrak mereka? Maksudnya mereka tidak harus mengakhiri kontrak pernikahan ini? Atau justru sebaliknya? *** “Hati-hati,” ujar Harry ketika menurunkan Laura dari punggungnya, dan membantu wanita itu untuk duduk. Setelah menggendong Laura hampir lebih dari dua jam, mereka akhirnya sampai ke resort. Beruntung saja sinyal ponsel Harry tidak hilang l

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   75. Semakin Dekat

    Langit malam mulai memudar dari yang tadinya gelap menjadi jingga pucat. Cahaya pagi mulai menyusup di antara pepohonan dengan suara burung-burung yang terus berkicau merdu.Api unggun yang semalam membara, kini sudah padam, meninggalkan hawa dingin, meski tak sampai menusuk tulang seperti semalam. Harry sudah membuka matanya entah sejak kapan. Yang pasti yang dia lihat sekarang adalah Laura yang masih terpejam—menghadap ke arahnya.Harry tak langsung membangunkan Laura. Pria itu masih terus saja menatap bagaimana wajah damai istrinya. Ya, istrinya. Tak apa jika Harry benar-benar menganggap wanita itu istrinya, kan?Ketika melihat wajah damai itu, barulah Harry sadar jika ada sesuatu yang lembut di sana. Ada sesuatu yang berbeda, bahkan jauh berbeda dari sebelumnya.Apakah ini efek dari obrolan mereka semalam?Ya, Harry tahu mereka telah melewati batasan-batasan dari semua aturan kontrak yang mereka buat sendiri.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   74. Camping di Tengah Hutan

    Langit berubah gelap lebih cepat dari perkiraan mereka. Pepohonan yang tinggi menghalangi sinar bulan yang mencoba menerobos masuk, membuat hutan terasa lebih sunyi senyap. Suara gemerisik dari balik semak juga mulai terdengar dengan udara yang semakin dingin. Pada akhirnya, Laura dan Harry harus pasrah dan menerima kenyataan jika mereka benar-benar tersesat, dan belum bisa pulang malam ini. Harry mengabaikan Laura yang duduk dengan wajah muram. Pria itu masih sibuk mengumpulkan ranting-ranting kecil, lalu mengambil korek api dalam saku celananya—membuat api unggun sebelum pada akhirnya dia menyusul Laura. “Aku tidak pernah membayangkan jika akan bermalam di hutan seperti ini. Maksudku, waktu kuliah aku hanya akan pergi pagi dan kembali sore hari.” “Dulu aku sering camping seperti ini, tapi bukan karena tersesat,” ujar Harry yang seperti menyindir Laura. Laura mencebikkan bibirnya. Dia membuka ransel dan mengambil energy bar—makanan mereka yang cukup mengenyangkan. La

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   73. Tersesat?

    Hutan hujan tropis itu tampak begitu indah. Hanya saja, jalan setapak yang tadinya tampak jelas kini mulai hilang—tertutupi oleh rimbunnya dedaunan yang jatuh ke tanah.Laura membuang napasnya dengan kasar. Wanita itu berjongkok sembari melihat matahari yang mulai merunduk, menyisakan cahaya jingga yang menembus lebatnya pepohonan.Mereka berangkat siang tadi, dan ini sudah lebih dari tiga jam perjalanan, tetapi baik Laura maupun Harry sama sekali belum mendengar suara air.Seharusnya pasangan suami istri itu hanya melakukan hiking ringan, untuk bisa mendapatkan suasana indah dari air terjun yang diceritakan oleh pegawai resort kemarin, tetapi entah mengapa yang terjadi justru sebaliknya.Baik Harry mau Laura merasa jika mereka semakin jauh masuk ke dalam hutan.Laura berdiri, meletakkan tangan di pinggul dengan tarikan napas yang panjang. “Baiklah. Harus kuakui jika kita … tersesat.”Harry mendengus mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Laura. Dia segera melihat ponsel—melihat pe

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   72. Laura si Keras Kepala

    “Harry!” Lagi-lagi panggilan Laura diabaikan oleh suaminya begitu saja. Sejak Laura menyinggung tentang masa lalu pria itu, Harry sama sekali belum berbicara sepatah kata pun. “Harry, aku benar-benar minta maaf. Bukan maksudku ingin mengingatkanmu pada masa lalu. Aku—“ Langkah kaki Laura terhenti dengan mata melotot ketika Harry tiba-tiba saja berhenti di depannya. Dia hampir menabrak punggung lebar pria itu. “Diam!” Harry berbalik. Dia terkejut ketika mendapati Laura berada sangat dekat dengannya. “Kau sangat berisik, Laura.” Laura terdiam. “Menjauh dariku!” Harry mendorong bahu Laura dengan jari telunjuk—meminta agar wanita itu menjaga jarak. “Kau ini kenapa selalu mengikuti aku sejak tadi?” “Kau mengabaikan aku dari tadi.” “Sekarang tidak lagi, kan? Jadi, menjauh dariku!” “Katakan kalau sudah memaafkan aku dulu.” Bukannya menj

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status