Beranda / Romansa / Dekapan Panas Ceo Arrogant / 6. Salah Masuk Kandang

Share

6. Salah Masuk Kandang

Penulis: Amy_Asya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 12:15:40

“Kalau seperti itu, mari saya antarkan Anda untuk bertemu dengan Tuan Thompson.”

Mendengar nama itu, Laura mengangguk dengan semangat.

Ah, dia tidak peduli dengan kata Jackson tentang Tuan Thompson yang selalu menginginkan kesempurnaan itu.

Dia pasti bisa menghadapinya! Apalagi setelah ini, Laura akan mendapatkan kebebasannya dari Keluarga Green…

Hanya saja, Laura justru berdiri mematung begitu sampai di dalam ruangan atasannya.

Jujur, dia membayangkan Tuan Thompson adalah pria tua dengan perut buncit.

Namun, apa yang dilihatnya ini?

Atasan barunya itu adalah pria dengan punggung yang lebar tampak tenang melihat ke arah luar, di dekat jendela kaca besar di sudut ruangan!

“Apa ini artinya aku akan melihat dua pria tampan sekaligus?” bisik Laura sangat pelan.

“Tuan, ini Nona Green. Mulai sekarang dia akan bekerja sebagai sekretaris Anda.”

“Baiklah. Bisa tinggalkan kami berdua?” tanya Harry yang masih belum menoleh.

Deg!

Mendengar suara berat pria itu, mendadak ingatan buruk Laura berputar kembali. Wanita itu mengusap tengkuknya yang tiba-tiba saja berkeringat dingin.

Dia bukan orang yang pelupa. Dia ingat betul suara pria itu sangat mirip dengan suara pria yang malam tadi menolongnya.

Laura menggeleng berkali-kali. “Tidak mungkin,” bisiknya pelan.

“Baiklah.” Ethan pergi, dan disusul dengan suara pintu yang tertutup.

Saat itu juga, suasana tampak hening. Laura tak bisa mendengar bunyi apa pun, selain detak jantungnya sendiri.

Jika pria di hadapannya ini benar pria yang tadi malam … maka habislah dia sekarang.

Laura memejamkan mata dengan banyak doa. Ah, andai saja dia tidak berbuat konyol dengan kabur begitu saja tadi malam.

“Selamat bergabung dengan Sky Hotel’s, Nona Laura Green,” panggil pria itu seolah menekankan nama Laura, “atau dapat kupanggil, calon istriku?”

Jantung Laura langsung berdegup kencang dan kakinya terasa lemas seperti tak bertulang sekarang!

"Sialan!" batin Laura dengan mencengkeram pakaiannya sendiri.

Dia benar-benar tidak memiliki wajah sekarang.

Hanya saja, Harry tampak tenang dan justru memintanya untuk duduk.

Pria itu pun tak bicara sepatah kata lagi.

Akan tetapi, Laura tahu jika pria itu sekarang sedang memandangnya, seolah ingin menelan dirinya hidup-hidup detik ini juga.

“Sa-saya minta maaf.” Suara Laura keluar setelah dia diam begitu lama. Wanita itu mencoba memberanikan diri dengan mengangkat wajah, lalu menatap Harry yang masih memandangnya dengan tajam.

“Meminta maaf? Untuk apa?”

“Maaf karena … saya sudah kabur begitu saja tadi malam.”

Harry tersenyum sinis. Pria itu mengejek Laura. “Memangnya kau siapa hingga merasa jika kabur dariku adalah sebuah kesalahan. Memangnya aku kekasihmu?” tanya Harry dengan sinis.

Mendengar kalimat frontal yang diucapkan Harry, Laura mendongakkan wajahnya.

Dia menatap Harry dengan kening berkerut.

Setelah beberapa saat, ada sedikit senyum yang terukir di bibir Laura. "Jadi, Anda tidak marah?"

Mendengar pertanyaan dari wanita di hadapannya ini yang terkesan merasa tak bersalah, Harry benar-benar ingin mengusirnya detik ini juga.

Namun, jika dia melakukan itu, artinya Harry harus mencari orang lain lagi untuk melancarkan rencananya.

Pria itu hanya bisa menghela napas panjang dan bersandar ke belakang. "Aku tidak marah, asalkan kau mau menyetujui penawaranku malam tadi."

Laura menggeleng cepat. "Saya tidak mau. Asal Anda tau saja, saya masih bersikap hormat karena Anda adalah atasan saya di sini," sungut Laura kesal.

Melihat kekesalan Laura, Harry hanya menjawab dengan santai. "Kalau begitu silakan mengundurkan diri saja, dan bayar pinalty sesuai dengan kontrak."

"Apa?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   90. Jangan Pergi!

    Harry merasa tidak tenang sejak kepergian Laura tadi, apalagi sampai saat ini wanita itu belum membalas pesannya sama sekali.“Mungkin urusannya belum selesai,” lirih Harry mencoba menenangkan diri sendiri.Namun, sepertinya semua itu tidak benar-benar bisa menenangkan dirinya. Sudah beberapa kali dia mencoba menghubungi Laura, tetapi wanita itu tidak juga menjawabanya.“Apa dia lupa caranya mengangkat telepon?” Harry begitu kesal, tetapi jauh di dalam hatinya dia merasa kalut.Entah mengapa pikirannya tidak tenang. Apalagi dia tahu Laura pergi menemui kakaknya untuk mencari tahu tentang masa lalunya.Apa wanita itu baik-baik saja?Menunggu, adalah kegiatan yang membosankan, tetapi Harry tak punya pilihan lain karena Laura yang memintanya untuk tidakmenghampirinya.Namun, ini sudah lebih dari lima jam. Matahari juga hampir condong di ufuk barat. Jadi, harus berapa lama lagi Harry menunggu?Laura tidak membalas pesannya, tidak juga menjawab teleponnya.“Aku harus mencarinya!” Harry se

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   89. Dunia Laura yang Hancur

    “Kau pasti berbohong, kan, Carol?” tanya Laura dengan wajah tak percaya. Detik berikutnya, wanita itu tertawa keras.Dia memang tahu jika ayahnya sangat membencinya, tetapi Laura sama sekali tidak menyangka jika Caroline akan mengatakan hal seperti ini.“Memangnya wajahku terlihat seperti pembohong?”Laura menggeleng—dia masih tidak percaya. “Kau bicara omong kosong, Carol. Aku tidak mau mendengar kekonyolanmu lagi!”Akhirnya, Laura berdiri. Dia segera mengambil tas yang ada di atas meja untuk segera pergi meninggalkan Carol. Dia tidak mau mendengar apa pun yang kakaknya katakan lagi.“Kau mau ke mana, Laura?”“Aku akan pulang. Aku sudah membuang waktu hanya untuk omong kosongmu saja.”Laura melangkahkan kakinya, tetapi baru satu langkah Caroline kembali menghentikannya.“Kalau kau anggap aku pembohong, tanyakan saja pada Antonio.”Laura menoleh, dia menatap Caroline yang tampak sangat serius. Wanita it

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   88. Fakta Tentang Laura

    Laura duduk dengan gelisah—menanti kedatangan Caroline yang sudah terlambat tiga puluh menit.Mereka berdua sudah sepakat untuk bertemu di salah satu kafe yang dekat dari kediaman Keluarga Green.Selain untuk menjaga rahasia ini, Laura juga belum ingin bertemu dengan ayah dan ibunya. Apalagi jika harus mendengar mereka memohon untuk membuat Harry membantunya.Lagi-lagi Laura melihat jam yang ada di ponselnya. Dia sudah menyiapkan ponsel di atas meja—membuat rekaman sebagai bukti, jaga-jaga jika suatu saat nanti Caroline menyangkal kembali ucapannya hari ini.Satu jam berlalu. Wanita bermata biru itu masih setia menunggu kedatangan kakaknya. Dia harus tahu semuanya hari ini juga.Dua jus jeruk sudah hampir kandas, Laura tampak begitu frustrasi. Menghubungi Caroline juga tidak ada jawaban atau balasan sama sekali.Sampai akhirnya, ketika Laura hendak berdiri—meninggalkan kafe barulah dia melihat sosok yang perutnya sudah sedikit me

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   87. Kau Tahu Arah Pulangnya, Kan?

    Malam terakhir di Hawaii menyambut mereka dengan langit yang cerah. Bulan purnama tampak begitu jelas di lihat dari balkon kamar pasangan suami istri itu.Laura duduk di kursi rotan—di balkon kamar mereka dengan cardigan tipis, dan membiarkan rambutnya yang tergerai berterbangan karena angin laut.Kini hatinya mulai membaik, ketika dia mulai mencoba menerima kehadiran Harry. Bukan dalam kata biasa tentang kehadiran pria itu, tetapi hadirnya pria itu dalam hatinya.Harry muncul dengan membawa dua kaleng bir yang dingin.“Mau bir?” tawar Harry, sembari menyodorkan satu kaleng bir pada Laura.“Apa kita akan mabuk untuk merayakan malam terakhir di Hawaii?” tanya Laura dengan senyum tipis, yang langsung diangguki oleh Harry.“Hanya satu kaleng, tidak akan membuatmu mabuk.”Laura mengangguk. Dia segera membuka kaleng bir itu dan langsung meminumnya. Kini keduanya menatap laut yang sama.“Laura, apa kau tau? Sebelum da

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   86. Percaya Padaku, Laura

    Meski Laura tak memberikan jawaban pasti, Harry tahu wanita itu akan memberikannya kesempatan dari caranya membalas pelukan.Setelah cukup lama, Harry melepaskan pelukannya. Dia mengusap air mata Laura dengan perlahan, seraya menyunggingkan senyum tipis.“Mau aku buatkan sarapan?” tawar Harry.Meski malu, Laura pun mengangguk. Jujur saja, urusan perut adalah sesuatu yang tidak bisa ditunda.“Mau makan sesuatu?”“Tidak. Aku akan makan apa pun seperti biasanya.”Harry tersenyum lebar. Dia mengusap kepala Laura dengan lembut, sebelum akhirnya pergi menuju dapur. Sementara itu, Laura lagi-lagi tertegun di tempatnya berdiri. Mengapa? Mengapa ini semua bisa terjadi? ***Harry sibuk memecahkan telur ke dalam mangkuk. Sebelumnya, dia sudah memanggang roti, dan sekarang akan membuat telur goreng sebagai menu sarapan mereka.Setelah beberapa menit kemudian, Laura muncul. Wajah wanita itu suda

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   85. Rasa Takut yang Menguar

    Suasana seketika menjadi sunyi. Suara badai seolah tak terdengar lagi, saat Laura mendengar pengakuan Harry yang mengejutkan.Laura langsung menggeleng dengan pelan. “Jangan. Jangan katakan … hal seperti itu, Harry.”“Kenapa, Laura?” tanya Harry dengan nyaris berbisik. “Apa karena pernikahan kita ini hanya pernikahan kontrak? Atau karena kita sudah sepakat untuk tidak saling melibatkan perasaan masing-masing? Tapi, kenyataannya, aku menyukaimu. Sejak kita tiba di sini , aku merasa … nyaman di dekatmu. Aku tidak ingin memendamnya lagi.”Laura segera berdiri, dan membelakangi Harry. “Kita tidak bisa seperti ini. Bukan seperti itu perjanjiannya, Harry.”“Tapi, aku tau kau juga punya perasaan yang sama denganku, kan?”Laura menggigit bibir bawahnya. Diam adalah jawabannya.Harry mendekat, tetapi kali ini dia tidak menyentuh Laura seperti biasanya—memberikan wanita itu ruang untuk rasa aman. “Katakan padaku jika aku salah. Katakan pad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status