Share

5. Takdir Laura

Penulis: Amy_Asya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 12:15:26

Harry membenarkan dasinya sebelum keluar dari mobil.

Di luar sudah ada Ethan—asisten pribadinya yang menunggu sejak tadi. Pria itu memang sangat disiplin. Dia selalu datang lebih dulu daripada Harry.

“Hari ini ada wawancara terakhir untuk calon sekretaris. Anda yang akan melakukan wawancaranya langsung, kan?” tanya Ethan sembari berjalan. Dia sudah sibuk dengan tablet yang ada di tangannya.

Harry hanya mengangguk. Dia sempat menoleh ke arah jam tangannya. Masih ada waktu untuk melakukan sesi wawancara terakhir.

Sekretaris pria itu tiba-tiba saja berhenti tiga bulan lalu, itulah sebabnya Harry membutuhkan seseorang yang hampir mirip dengan pria yang pernah menjadi sekretarisnya itu.

“Ada satu orang wanita yang berhasil sampai di tahap ini,” ucap Ethan dengan hati-hati.

Langkah kaki Harry langsung terhenti. Dia menoleh, menatap Ethan dengan kening berkerut. “Bukankah aku sudah bilang, aku tidak mau sekretaris wanita. Merepotkan!”

“Tapi dia punya potensi yang bagus, Tuan.”

Harry mendesah. Pria itu memijt keningnya saat mendengar Ethan coba untuk menyangkal. “Bawa semua datanya padaku.”

Melihat Harry sedikit goyah, Ethan pun mengangguk dengan senyum lebar. “Baik. Akan saya kirim semua datanya.”

Hal pertama yang terjadi pada pria bermata hazel itu saat melihat tiga kandidat calon sekretarisnya, matanya langsung terkejut dengan mulut menganga. Harry bahkan harus mengecek beberapa kali, guna memastikan jika dia tidak salah dalam melihat.

Benar saja! Penglihatannya masih bagus. Itu artinya dia tidak salah sama sekali.

“Siapa nama wanita ini?” tanya Harry sembari menunjuk foto peserta wawancara kepada Ethan yang masih setia menunggu.

“Laura Green. Semua datanya sudah lengkap di sana. Oh, iya, dia putri bungsu Keluarga Green.”

“Keluarga Green? Bukankah mereka juga punya hotel yang cukup besar. Lalu mengapa putrinya bekerja di Sky Hotels?”

Ethan tampak berpikir sesaat, kemudian menggeleng tanda jika dia tidak tahu apa pun. “Saya dengar hotel mereka sudah terancam pailit. Mungkin, itu sebabnya dia melamar bekerja di sini.”

Harry tertawa pelan.

Dirinya kembali teringat bagaimana Laura kabur dari dia malam tadi.

Wanita itu menolak semua penawaran Harry, dan kabur begitu saja seolah mereka tak akan bertemu lagi.

Akan tetapi, takdir seperti apa ini?

“Tuan, wawancaranya akan dimulai lima menit lagi.”

Harry menghentikan tawanya, lalu menatap Ethan dengan serius. “Kali ini kau saja yang melakukan wawancara terakhir.”

“Saya?”

“Ya, dan siapa pun yang kau pilih aku akan setuju. Aku tau kau mampu melihat setiap potensi dari mereka.”

Ethan tertegun. Ini adalah kali pertama Harry mempercayainya dalam mencari karyawan. Biasanya pria itu akan turun tangan sendiri.

“Kalau saya menyukai cara kerja dari wanita itu—”

“Siapa pun, Ethan. Aku tidak masalah bahkan jika dia harus seorang wanita.” Harry tampak menyakinkan Ethan agar tidak ragu. “Oh, ya. Jika kau sudah mendapatkan seseorang yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan, suruh dia untuk tanda tangan kontraknya langsung. Setelah itu, minta untuk temui aku.”

Meski tampak kebingungan, Ethan tetap mengangguk dan segera keluar dari ruangan Harry.

Mengapa tiba-tiba saja bos nya itu berubah?

Biasanya Harry selalu menolak calon sekretarisnya jika wanita, tetapi kali ini kenapa repons pria itu sangat berbeda?

***

Di sisi lain, Laura tampak terus berdoa agar kali ini takdir baik berpihak padanya.

Jika dia ingin hidup mandiri dan kabur dari rumah ayahnya, maka Laura harus berhasil mendapatkan pekerjaan ini.

Dia sangat butuh uang untuk memenuhi semua kebutuhannya sehari-hari. Maka dari itu, Laura berharap jika takdir berpihak kepadanya. Apalagi setelah tahu jika peluangnya lolos tidak sampai lima puluh persen karena dia seorang wanita.

Ya, saat tiba di sini Laura baru tahu jika petinggi di perusahaan ini lebih menyukai sekretaris pria.

“Nona Laura Green!” panggil salah satu staff yang meminta Laura untuk masuk.

Dia sudah menjalani sesi wawancara terakhir tadi, yang kebetulan Laura tidak bertemu dengan pemimpin perusahaan secara langsung.

Saat dia melihat dua orang pria yang berjalan bersisihan keluar dari ruangan Ethan menunjukkan wajah muram, tiba-tiba saja Laura kembali bersemangat. Itu adalah kesempatan jika dia mungkin saja akan diterima.

“Nona Green, silakan duduk. Saya Ethan, asisten pribadi Tuan Thompson. Kita sudah bertemu dan banyak bicara tadi.”

Laura tersenyum dan duduk di kursi yang ada di hadapan Ethan. Pria berkulit putih itu tampak begitu tampan dengan matanya yang abu-abu.

Ah, jika dia diterima di perusahaan ini … itu artinya Laura bisa memandang wajah tampan ini setiap hari.

Membayangkan hal itu saja, Laura tersenyum dan ingin berteriak sekarang juga.

“Jadi—” Laura tampak ragu-ragu untuk melanjutkan pertanyaanya yang membuat Ethan tersenyum tipis.

“Jadi, setelah kami diskusikan. Anda adalah orang yang tepat dengan apa yang kami cari selama beberapa bulan ini, Nona.”

Mata biru Laura terbelalak. “Apa itu artinya—”

“Ya, kami menantikan dedikasi Anda untuk perusahaan ini.”

Laura mengepalkan tangannya, dan hampir saja berteriak kegirangan. Untung saja dia masih bisa mengendalikan diri, dengan mencoba tetap tenang meski hatinya merasa senang tidak karuan.

“Terima kasih, Tuan. Saya pasti akan bekerja dengan baik,” ucap Laura sembari membungkukkan tubuhnya berkali-kali.

Nasib baik berpihak kepadanya kali ini.

“Kalau begitu Anda bisa langsung tanda tangan kontrak kerjanya hari ini?”

“Ya, tentu saja.”

Ethan merasa senang melihat Laura bersemangat. Dia sangat menyukai wanita itu sejak sesi wawancara tadi.

Laura adalah wanita yang tampak ceria dan sangat bersemangat. Dia yakin, wanita itu bisa bekerja sama dengan Harry dengan sangat baik.

Ethan segera memberikan beberapa berkas yang merupakan kontrak kerja mereka. “Sebaiknya Anda baca dulu. Ada beberapa poin penting yang harus Anda pelajari, Nona.”

“Baik. Sebaiknya panggil Laura saja. Tidak usah dengan Nona. Bukankah sekarang kita akan menjadi rekan kerja?” tanya Laura dengan senyum manis.

Mendengar itu, Ethan hanya bisa mengangguk dengan canggung. “Ya, Laura.”

Laura merasa sangat senang. Dia segera membaca semua isi kontrak yang ada di depannya itu. Tak ada yang memberatkannya sama sekali, kecuali pinalti yang harus dia bayar jika mengundurkan diri sebelum waktu kontrak habis.

Namun, Laura sama sekali tak mempermasalahkan hal itu.

Kontrak awalnya hanya dua tahun dan dia sangat yakin jika selama jangka waktu itu Laura tidak akan mengundurkan diri!

“Mana mungkin aku mengundurkan diri jika melihat pria tampan setiap hari,” bisik Laura dengan senyum penuh kemenangan. "Tuan Ethan, ini sudah selesai."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   126. Extra Part 2

    Harry berlari dengan tergesa-gesa di koridor rumah sakit ketika ibu mertuanya menghubungi dari ponsel Laura, dan memberitahu jika istrinya itu akan segera melahirkan. Bagaimana bisa? Tadi pagi mereka masih bicara dan Laura sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda sakit sama sekali. Dokter juga bilang jika perkiraan kelahirannya masih di awal bulan nanti. “Di mana Laura?” tanya Harry begitu sampai di tempat yang diberitahu oleh perawat. “Di dalam. Cepat masuk.” Caroline menunjuk pintu yang tertutup di depan mereka. Di mall tadi, mereka tidak tahu kenapa tiba-tiba saja air ketuban Laura pecah. Wanita itu berkata berulang kali jika sebelumnya dia tidak merasakan sakit, atau karena memang Laura yang tak paham dengan rasa sakitnya. Dengan wajah panik Harry segera membuka pintu di hadapannya. Di dalam sudah ada dokter dan juga beberapa perawat yang sedang memeriksa kondisi Laura. “Tuan, sepertinya bayinya akan segera lahir. Kami akan mempersiapkan kamar bersalin

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   125. Extra Part 1

    Harry berlutut di hadapan Laura yang sedang duduk di atas sofa dengan tertawa geli. Pria itu senang mencium perut buncit Laura bertubi-tubi hingga membuat wanita itu terus tertawa. “Harry, dia menendang!” teriak Laura terkejut ketika merasakan gerakan kecil di dalam perutnya. Harry yang merasakan itu juga sama terkejut. Tangannya kini kembali memegang perut Laura, meraba setiap gerakan yang ditunjukkan oleh bayi mereka. Bibir keduanya sama-sama tersungging, menciptakan sebuah senyuman penuh kebahagiaan. “Dia tau mamanya tidak mau digangu,” bisik Harry dengan tawa pelan. Laura menganggukkan kepalanya. Saat Harry mendekatkan telinga ke arah perutnya lagi, wanita itu mengusap puncak kepala Harry dengan lembut. “Aku semakin tidak sabar ingin bertemu dengannya.” “Aku juga.” Laura ikut menimpali

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   124. Akhir Cerita (Selesai)

    Mata Laura tampak berbinar begitu mereka sampai di Sky Crystal. Selama ini, dia hanya bisa melihat keindahan resort di atas pegunungan itu melalui sosial media, tapi sekarang Laura benar-benar berada di sini. Laura tak henti-hentinya menunjukkan kekagumannya pada resort hasil kerja keras kedua teman Harry tersebut. Pantas saja banyak yang membicarakan Sky Crystal di luar sana. “Terima kasih,” ucap Laura dan Harry bersamaan kepada pelayan resort yang mengantarkan mereka ke kabin. Dominic yang menjemput mereka di bandara tadi, tetapi pria itu tidak bisa mengantarkan mereka ke kabin karena ada urusan mendadak. Harry segera membuka pintu kabin, dan ketika pintu terbuka, Laura tak henti-hentinya menatap takjub. Bangunan yang terdiri dari kayu, dan juga beratap kaca itu tampak begitu indah.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   123. Waktunya Liburan

    Laura berhasil melewati setiap badai yang datang dalam hidupnya. Bersama Harry, dia bisa melewati dan melupakan semua luka yang pernah hadir. Pria itu mewujudkan setiap janji yang dia ucapkan. Dia membawa Laura ke arah hidup yang lebih baik. Dia juga yang berhasil mewujudkan mimpi Laura selama ini, tentang bagaimana rasanya memiliki keluarga utuh yang begitu saling mengasihi. Keluarga Thompson memperlakukan Laura selayaknya putri mereka sendiri. Tak ada status menantu, mereka justru melimpahkan banyak kasih sayang yang selama ini Laura harapkan dari keluarganya sendiri. Laura menghela napas panjang, seolah beban berat yang selama ini dia pikul hilang begitu saja. Wanita itu melihat ke arah jam di pergelangan tangannya. Besok dia dan Harry akan berangkat ke Vermont, dan hari ini Laura memutuskan untuk kembali bertemu dengan ibunya. Maka dari itu, di sinilah dia berada. Di salah satu kafe yang keberadaannya tidak jauh dari rumahnya. Laura menyunggingkan senyum hangat k

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   122. Kedatangan Antonio

    Laura melambaikan tangan ketika melihat sosok yang sedang berjalan menghampirinya dengan menggeret koper. Antonio berjalan dengan senyum lebar, dan ketika dia sudah ada di hadapan Laura, pria itu langsung memeluk adiknya dengan erat. “Aku merindukanmu, Antonio.” “Aku juga sama.” Laura bersyukur Antonio mau menuruti permintaannya, meski dia harus membujuk pria itu cukup lama. Bahkan Laura menghabiskan waktu dua minggu hanya untuk menelpon, dan membujuk Antonio, sampai akhirnya pria itu menyerah dan mengiyakan permintaan Laura untuk kembali ke New York. Harry mendengus ketika melihat Antonio memeluk istrinya dengan erat. Pria itu segera maju, dan memisahkan dua kakak beradik yang sedang melepas rindu itu. “Kau bisa membuat istriku sesak napas.” “Harry.” Laura menepuk bahu Harry yang memisahkannya. “Kenapa? Dia memelukmu dengan erat tadi, Sayang.” Harry menatap tajam ke arah Antonio. Uh, baru saja dia senang karena bisa melihat Laura tersenyum bahagia karena ke

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   121. Kembalilah, Antonio

    Laura berjalan ke sana kemari dengan wajah gelisah. Dia ragu untuk menghubungi Antonio lebih dulu. Takut jika Antonio mengabaikan panggilannya, tetapi apa yang Harry katakan juga tidak salah. Tak ada salahnya dia mencoba lebih dulu, mungkin Antonio sudah menunggu dia untuk menghubungi lebih dulu. Mungkin Antonio takut untuk menghubunginya lebih dahulu. Laura menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke atas sofa. Dia menatap layar ponselnya dengan menggigit kuku-kukunya karena gelisah. Dengan keberanian yang tiba-tiba datang, Laura pada akhirnya menekan nama Antonio yang ada di layar ponsel. Wanita itu menutup mata ketika mendengar suara deringan pertama, dan tidak lama setelah itu dia mendengar suara lirih Antonio yang memanggil namanya. “Laura.” Hening. Tidak ada suara-suara lagi yang terdengar di telinga Laura. Dia membuka mata, dan melihat jika Antonio sudah menjawab panggilan darinya. Tak butuh waktu lama. Tak butuh panggilan yang berulang, pria itu langsung menja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status