LOGINKakek Tarasumitro kecewa dengan satrio yang tidak melaporkan keadaan perusahaan yang megalami kerugian, apalgi disebabkan oleh cucunya sendiri.“Sebagai seorang peimpin perusahaan kamu seharusnya tahu bila membiarkan ini semua, maka kamu juga turut terlibat dalam menjatuhkan perusahaan.”Satrio benar-benar merasa bersalah, sekalipun dia pernah memiliki keinginan sedari awal untuk memberitahukan keadaan pada kakek, Satrio menjadi ragu dengan tanggapan kakek yang begitu menyayangi Dinda.“Kakek memang sangat menyayangi Dinda, tetapi membangun perusahaan harus dengan profesional, tidak bisa semau saya. Sudah dari lama kamu harusnya mendiskusikan hal ini dengan kakek, bila bukan Aira, kamu pasti akan terus menyembunyikan ini dari kakek,” ujar kakek Tarasumitro menoleh pada Aira yang tersenyum tipis dengan suara bergetar.Pandangan Satrio juga tertuju pada Aira, ia masih tidak menyangka kalau langkahnya didahului oleh Aira.“Sekali lagi aku minta maaf pada kakek, sebenarnya kedatangan
Sudah beberapa minggu Aira tidak banyak bicara, hanya seperlunya. Satrio merasa tidak nyaman sewaktu kembali ke rumah. Di kantor pun dia tidak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Dia memutuskan untuk meminta bantuan seseorang.“Kalau mama di posisi Aira, mungkin juga akan melakukan tindakan yang sama,” ujar Ratih setelah mendengar cerita rumah tangga putranya.“Aku mau minta bantuan mama agar bicara pada Aira, aku tahu caraku salah, Ma, tidak jujur dari awal.”“Bukan hanya tidak jujur, Satrio, tetapi kamu juga membiarkan Dinda tetap berada dekat dengan kamu, sementara Dinda menaruh perasaan lebih pada kamu dan Aira tahu itu,” tambah Ratih menilai situasi.“Untuk Dinda mau bagaimana, Ma. Dinda kesayangan kakek, kalau kakek tahu aku memecat Dinda, pasti marah besar dan akan mengorbankan hubunganku dengan kakek,” sanggah Satrio mengingat bagaimana kakek Tarasumitro selalu mendahulukan Dinda.“Anak perusahaan kakek ada banyak, Satrio. Bisa saja diberikan kepada Dinda untuk dipimpin, h
"Baik, aku tidak akan menerima tawaran kerjasama dari pihak yang dikenal oleh Dinda itu."Satrio menyampaikan rasa sesalnya terhadap Aira.Hanya saja, jejak kekecewaan masih melekat dalam diri Aira."Setiap hari kamu akan bertemu dengan Dinda, dia teman satu kantor kamu. Bila kamu tidak kedapatan seperti tadi, kamu pasti tetap akan melepaskan tante Diah, bukan?" cecar Aira dengan suara cetar sembari menatap tajam suaminya.Hanya bisa terdiam, Satrio pun tidak mampu mengatakan tidak atau ya. Ketidaksengajaan tadilah yang sangat disesalinya, membuat masalah baru bagi dirinya dan Aira."Aira, aku minta maaf sekali. Aku menyesal," Berkali-kali Satrio menyampaikan permohonan maafnya, hanya saja Aira tidak semudah itu membalik perasaannya."Aku tidak meminta banyak hal sedari awal pernikahan pada kamu, jujur, hanya kata itu yang aku harapkan dari kamu. Marsel selama dua tahun membohongi aku, nyatanya dia tidak pernah benar-benar mencintai aku!"Kali ini air mata Aira keluar deras, bukan men
Aira terdiam merenungkan maksud dari ide suaminya. "Alasannya apa?" selidik Aira. "Bukannya tante Diah orang yang nekat melakukan apa saja bila ia dibebaskan dari segala tuntutan?" lanjut Aira bertanya. "Em, aku sekedar bertanya," balas Satrio. "Aku tinggal dulu, ya, ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan." Sepeninggalan Satrio, Aira mencoba mendalami apa hal yang terjadi pada suaminya. Hanya saja, ia tidak menemukan kejanggalan sebelum ini. Besoknya, Satrio kembali ke kantor bekerja seperti biasa. Lagi-lagi Dinda datang kepadanya dan menanyakan tawaran yang diajukannya. "Aku menolak kerja sama ini, Dinda." Dinda yang terkejut mencoba menetralkan raut wajahnya. "Kakak tidak tertarik untuk memberi keuntungan besar untuk perusahaan, bukannya kalau kakek mengetahui kemajuan perusahaan kakaklah orang yang diuntungkan, kakek semakin percaya kepada kakak." Satrio memahami kalau Dinda orang yang mahir membujuk orang lain agar memenuhi keinginannya, tidak luput Satrio term
Satrio mulai aktif hadir di perusahaan milik keluarga Tarasumitro, sementara kantor konselingmya dipercayakan pada rekan konselor. Dia memeriksa laporan keuangan sewaktu Dinda yang sempat menjabat sebagai pimpinan perusahaan."Kakek harusnya tahu ini, selagi tante Diah di dalam tahanan," ujarnya untuk diri sendiri.Satrio membaca kerugian perusahaan mencapai milyaran rupiah. Nilai yang cukup besar.Ketukan pintu membuyarkan fokus Satrio."Permisi Pak, Ibu Dinda ingin bertemu," lapor sekretaris Satrio yang saat ini seorang laki-laki.Satrio berpikir sejenak apakah ia harus menerima Dinda."Suruh masuk."Dinda dengan senyum menawan memasuki ruangan Satrio."Ruangannya berubah total, ya. Selera kakak bagus juga." Dinda menatap keseluruh penjuru ruangan. Satrio mencermati ucapan dan sikap Dinda. Terkadang Dinda hanya memanggil namanya, lain waktu ia akan memanggil kakak pada Satrio."Datang kemari bukan untuk menilai ruanganku, bukan?" tanya Satrio tak ingin berbasa-basi.Dinda tertawa p
Aira tidak ingin berada terus dalam kesedihan, usai membasuh tubuh, ia pergi menemui putra mereka di kamar yang berbeda. Kamar khusus itu dirancang untuk mendukung kesehatan Sultan dengan segala perlengkapan bayi. Hilang rasa sedih Aira begitu menatap dan menggendong Sultan, semua berubah menjadi rasa gembira."Apa Sultan rewel selama saya tinggal, Sus?" tanya Aira pada pekerja yang spesifik untuk membantu merawat Sultan. "Tidak, Bu. Jadwalnya juga berjalan seperti biasa," jawabnya.Kehadiran Aira tepat di waktu Sultan akan menyusu, dengan telaten Aira memberikan apa yang menjadi kebutuhan Sultan."Suster Ana boleh istirahat," ujar Aira yang tidak ingin terlalu memberatkan pekerjanya.Mereka mempekerjakan orang-orang dengan menyediakan tempat tinggal dengan memenuhi segala kebutuhan pribadi mereka sehingga yang tinggal di sana betah bekerja.Suster Ana izin meninggalkan kamar Sultan, kini tinggallah mereka berdua. Aira yang senang bernyanyi mulai bersenandung kecil dengan ciptaan l







