“Ibu kenapa?” Ibunya yang cemas lalu menyuruh Delia agar cepat-cepat mengganti pakaian.
Delia segera pergi ke kamar ia melihat sekeliling rumah tampak ramai dengan saudara Ibunya yang berkunjung. Wajah mereka begitu sendu gadis kecil itu sangat penasaran dengan situasi saat ini. Namun ia berusaha mengikuti perintah Ibunya lantas bergegas pergi ke kamar untuk mengganti pakaian.
Ibunya terlihat begitu cemas ia terus saja mondar-mandir seperti menunggu seseorang. Ponsel di tangan ia genggam begitu erat dan sesekali mengecek pesan masuk entah apa yang di pikirkannya saat ini.
Suasana di dalam rumah cukup genting Delia segera di bawa Ibunya untuk masuk ke dalam mobil. Delia berusaha bertanya namun Ibunya tetap saja diam seribu kata gadis kecil itu tak enak hati. “Delia nanti sama Tante ya?” Ujar ibunya yang sedang fokus menyetir.
Delia menuruti apa yang di perintahkan oleh Ib
Mentari mulai terbit menampakan sinar cerah berwarna kuning di langit. Namun samar-samar terdengar suara parau keributan di ruang tamu. Terlihat Bibi Susi yang tertunduk lesu duduk di atas lantai yang dingin. Wajahnya menampakan ketakutan bibirnya kelu tak ada kata yang mampu di ucap sedikit pun. Seluruh badannya bergetar Bibi Susi memohon maaf atas kelalaian yang sudah ia lakukan. Dan mengakibatkan guci mahal milik Ibu Delia raib tak tersisa.Bibi Susi duduk bersimpuh dengan kedua tangan memegang erat kaki Ibu Delia yang tampak tak menyangka. “Maaf Mba Saya teledor” Ucap Bibi Susi dengan rasa amat bersalah. Air matanya terus mengalir membasahi pipi hingga membuat wajahnya tampak pucat.“Udah Bi, ayo berdiri! Bibi kok bisa kenal sama orang itu gimana ceritanya?” Ibu Delia lantas menyuruh Bibi Susi untuk berdiri. Ia meminta penjelasan pada asisten rumah tangganya itu karena ibu Delia sudah mengenal Bibi Sus
“Gimana jadi kan?” Delia melirik ke samping matanya tertuju pada Ayuna yang sedang menikmati bekal telor puyuh yang terlihat lezat, bersama mi goreng kecap masakan spesial dari ibunya.Gadis kecil itu dengan lahap menguyah satu persatu telur dan tak memedulikan perkataan Delia yang sedari tadi bertanya padanya. Dengan wajah cemberut Delia hanya geleng-geleng kepala melihat Ayuna teman bangkunya itu.Ayuna tersenyum bibirnya merekah ia senang bisa membuat Delia kesal. “Ih gimana sih Ayuna masa Aku dari tadi di cuekin?” Gerutu Delia memanyunkan bibir kecilnya dan wajah bulatnya tampak lucu.“Iya…iya maaf deh! Aku denger kok Del. Oke berarti habis pulang sekolah ya? Kita belajar bersamanya?” Tanya Ayuna seraya mencubit ke dua pipi Delia yang tembeb seperti bakpao berwarna merah muda.“Gitu dong nanti ajak siapa ya? masa cuma berdua aja sih!” Delia b
Delia terus mengayuh sepeda, raut wajahnya masih begitu syok dengan apa yang baru ia lihat tadi. Bagaimana bisa di siang bolong bertemu hantu sungguh apes nasibnya hari ini batinnya dalam hati. Keringat di dahi terus saja menetes membasahi wajah bulatnya yang tampak lelah. Semilir angin laut terdengar syahdu dan terlihat pohon kelapa yang berjajar rapih di sepanjang jalan. Delia tersenyum ramah pada ibu-ibu yang sedang memunguti kelapa jatuh untuk di jual.“Baru pulang sekolah?” Ucap seorang ibu yang menyapa Delia dari kejauhan.“Iya Bu.”Delia lantas menyapa balik lalu bergegas pergi untuk pulang ke Rumah. Bunyi suara perut mulai terdengar ia begitu lapar bibirnya sampai kering karena menahan haus sedari tadi. Dengan sisa tenaganya Delia berusaha mengayuh sepeda walau kakinya terasa keram karena kelelahan. Sesampainya di Rumah langsung di sambut Bibi Susi yang terheran-heran, penampilan gadis kec
“Kita ujian kelulusan tinggal berapa bulan lagi ya?” Ayuna menoleh pada ketiga temannya yang sedang fokus membaca buku masing-masing.“Empat bulan lagi kayanya deh emang kenapa Yun?” Balas Damar menatap Ayuna yang mengaguk senang.“Ngga papa sih cuma seneng aja ngga nyangka ya? cepet banget rasanya. Inget gak sih dulu pas Kita baru pertama kali masuk sd?Ada satu kejadian yang terlintas dalam kepala, Ayuna ingin sekali bernostalgia dengan mengulang kembali kenangan indah di masa lalu. Ia amat teringat awal pertama masuk ke sekolah dasar di mana ketika itu tak ada satu pun orang yang ia kenal dulu. Ayuna hanya terpaku menatap teman-temannya yang begitu asing. Namun tiba-tiba ia di hampiri Delia dengan ramah memperkenalkan diri dan akhirnya menjadi teman bangkunya sampai saat ini.“Wah jadi kangen, dulu Aku pertama kali ketemu Damar waktu Tk. Terus Damar pindah, eh w
Beberapa bulan kemudianGadis kecil itu tengah asyik bermain percikan air yang jatuh dari genteng. Buliran-buliran air membasahi seluruh tubuh tak ada rasa takut sedikit pun walau hujan turun lumayan lebat. Wajah cemas dari dalam rumah memperingati anak itu agar segera masuk ke dalam. Sosok wanita tua memakai jaket tebal wajahnya keriput ia sudah tak sanggup untuk jalan karena kakinya sudah tak lagi kuat untuk menopang.“Bentar lagi ya Nek pliss?.”Gadis kecil itu memohon dengan melipat kedua tangannya ia nampakan wajah sendu untuk menjelaskan jika hujan ini sangat menyenangkan. Sontak membuat wanita tua itu terhanyut dengan wajah cucunya yang memelas. Ia hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala dengan tingkah lucu cucunya.“Iya tapi jangan lama-lama ya? Takut sakit nanti.” Tutur Neneknya memperingati karena tak ingin jika cucunya terkena sakit.
Suara ketukan pintu mengejutkan Mama Damar yang sedang menyuapi makan Gistara di ruang keluarga. Ia bergegas melangkah tuk membukakan pintu, sebelumnya tak pernah satu orang pun yang berkunjung kerumahnya hal ini membuat ia bertanya-nya. “Siapa orang yang berkunjung pada saat ini? Apalagi di luar hujan begitu lebat.” Batinnya dalam hati.Ada rasa cemas untuk melangkah ke depan wanita itu mengendap-endap membuka korden dan terlihat celah kecil. Ia penasaran karena tak ada siapa pun di luar sana hanya kesepian yang terlihat bersamaan suara rintikn hujan yang bersahutan. Mama Damar mencoba membuka pintu ia menatap ke sekeliling rumah. Memberanikan diri untuk melangkah tetapi tiba-tiba ia terkejut kakinya seperti menginjak sesuatu.Ada sesuatu yang terbungkus dalam kresek hitam dengan segera Mama Damar meraih benda itu. Ia mulai membuka dengan hati-hati, matanya terbelalak melihat sebuah boneka Barbie cantik yang tertulis uc
Suara seseorang memanggil dari kejauhan mengengejutkannya. Membuat laki-laki itu lantas menoleh dan berlari pergi. Ternyata ada teman kelasnya yang memergoki, ia menyuruh untuk segera berangkat sekolah. Karena ia sudah tak pernah masuk sekitar satu mingguan. Laki-laki itu biasa di panggil Hendri seorang remaja yang beranjak dewasa, setelah ayahnya meninggal ia menjadi tulang punggung keluarga. Sejak saat itulah Hendri mencari segala cara agar bisa mendapatkan uang walau hal itu dapat merugikan orang lain.Ia nekat menjabret Ibu-ibu di Pasar Pagi yang notabene tak hati-hati ketika berbelanja. Karena terlalu asyik melihat barang dan diskon yang di berikan para pedagang sebagai penarik agar dagangannya laris. Seperti yang di lakukan Bibi Susi ia terlalu fokus membaca brosur diskon sampai lupa jika dompetnya hilang di jambret. Hendri terhenti pada rumah berdinding kayu, suasana tempat tinggalnya begitu kumuh banyak lalat berterbangan di mana-mana. Karena sebag
Angin sejuk menyelinap masuk ke pori-pori kulit yang membawa hawa dingin. Membuat kedua gadis kecil mendekap tangannya di dada. Angin itu menghempaskan ombak di laut hingga mengenai tungkak telapak kaki, bibirnya tersenyum merekah seraya mencipratkan buih-buih air pada teman yang duduk di sampingnya.“Ih Delia awas nanti ya?” Bentak Ayuna mencoba menepis serangan Delia karena membuat baju seragam yang di pakai basah. Damar hanya tertegun seraya mengernyitkan alis dengan tingkah kocak dua gadis kecil di hadapnnya. Ia mencoba melerai dengan duduk di antara ke duanya.“Udah-udah! Baju ini kan besok masih di pakai? Ucap Damar lalu merentangkan kedua tangannya agar ada celah untuknya duduk.“Apa sih Damar kan lagi asyik.” Balas Delia dengan raut wajah mengejek hal ini membuat Ayuna semakin kesal.Di tepi Laut mereka duduk untuk beristirahat