Aku tak lagi terkejut dengan fakta ini. Sebelumnya, aku sudah tahu karena pria itu sendiri yang mengatakannya. Awalnya aku tak mau peduli, tetapi saat mendengar langsung dari Paman, aku percaya dan yakin bahwa ucapannya benar. Lalu, untuk Davian yang sudah meninggal itu, mengapa dia bisa muncul di dalam mimpiku?
“Bagai … mana, dia … mun … cul? Kami … bertemu.” Hanya itu yang bisa kikatakan ada Paman. Semoga saja beliau mengerti apa yang kuucapkan, karena aku tak bisa menjelaskan panjang lebar. Keterbatasnku ini, terkadang aku sangat membencinya.
“Dav, kau pasti sudah tahu jika kau Delta, kan?” Paman menanyakan hal yang sudah kutahu ini? Apa tidak salah aku mendengar? Sebagai jawabannya, aku hanya bisa mengangguk saja.
“Delta memiliki kesadaran yang berbeda dari manusia dan serigalanya. Saat serigala Delta mengambil alih, maka kesadaran manusianya berada di alam lain. Dan alam lain itulah yang kau rasakan kemarin. Mendiang Davian menemuimu, karena pasti saat itu, dia merasa memiliki suatu hubungan denganmu. Mungkin, seperti ikatan batin. Ya … mungkin seperti itulah,” jelas Paman.
“Tapi … a … ku bu … kan.”
“Bukan Delta? Itu maksudmu, kan?” Paman memotong perkataanku dengan seenaknya. Sedari awal, Paman sudah tahu akan hal ini, dan aku abai saja dengan statusku.
Seperti yang mereka katakan padaku. Statusku ini belum jelas karena semua terasa abu-abu. Aku mengerti, sudah sejak lama hal ini kurasakan. Namun, aku sama sekali tidak memiliki usaha untuk mencari tahu. Jadi, kejelasan status bukan hal yang kuketahui. Aneh, ya? Aku seperti buta pada statusku. Bahkan, serigala dalam diriku saja tak pernah kusapa. Konyol sekali, menurutku. Bagaimana bisa aku sama sekali tidak mengenal pribadiku yang lain?
“Dav, serius! Kau tak pernah benar-benar tahu statusmu apa, kan?”
Paman kembali bertanya dan aku terdiam lagi. Mau bagaimana lagi, aku tak bisa menyangkal atau menyanggah pertanyaan Paman. Tak ada pengetahuan tentang semua ini membuatku buta arah. Meski tidak semua hal tak kuketahui, sih.
“Dav, Paman adalah seorang Delta. Kau pun tahu, ibumu juga Delta. Hanya saja, ayahmu seorang vampire, Dav.”
Aku menunduk mendengar orang tuaku disebut. Selama ini, Paman tak pernah benar-benar menyebut, atau memaparkan bagaimana orang yang telah membawaku ke dunia. Aku selalu berasumsi sendiri, dengan beberapa hal yang Paman beritahukan padaku, tentunya. Mau bagaimana lagi, orang-orang di pack tak ada yang tahu masa laluku. Paman membawaku ke sini saat aku masih bayi, dan jika dihitung masanya, aku termasuk orang yang baru.
“Kemungkinan kau berstatus Delta itu sangat besar, Dav. Aku tak akan heran jika kau memiliki cirinya. Davian yang bertemu denganmu di alam itu, dia Omega. Aku mengenalnya di beberapa waktu, dan dia bukan orang sembarangan.”
“Pa … man … kenal?” tanyaku. Asumsiku, jika Paman mengenalnya, tentu yang dia katakan adalah benar. Setahuku, Paman dan ibu hampir seumuran. Tentu bukan hal yang mustahil Paman tahu tentang keberadaannya.
Oh, Paman! Kau menjelaskan semua ini dengan berbelit-belit. Membuatku tak sabar mendengar banyak cerita tentang masa lalu orang tuaku.
“Tentu. Aku mengenalnya lebih dari yang kau kira. Ibumu dan aku tergabung di pack, dan Davian yang itu adalah seorang Rogue. Ibumu lolos menjadi seorang warrior, sedangkan aku menjadi watcher. Warrior lebih ke prajurit, sedang watcher lebih ke pengintai. Kau tahu, meski ibumu seorang she-wolf, dia tak kalah tangguh dari he-wolf sekalipun. Ibumu hebat meski dia Delta. Dan pedang adalah senjata kesukaannya. Terakhir yang kutahu, pedangnya bernama Enma. Pedang yang digunakan untuk melukai ibumu, dan membunuh Davian.”
Fakta ini, aku baru mengetahuinya kali ini. Tak kusangka di pembaringanku, dengan keadaan yang mengenaskan seperti ini, ada banyak hal yang bisa kudengar. Ah, andai sejak dulu aku tahu, tentu aku akan melakukannya lebih sering. Tak peduli akan rasa sakit yang bisa terasa, karena aku menyukai semua cerita tentang keluargaku.
“Ayahmu yang membunuh Davian, Dav. Dan merebut ibumu. Menjadikannya mate, tetapi aku tahu semua itu hanya ketidaksengajaan. Ada banyak hal rumit yang terjadi di dalamnya, dan pembunuhan itu murni bukan karena keinginan penuh dari ayahmu.”
Aku semakin bingung saja dengan semua ini. Memang, mereka yang melakukan pembunuhan dari salah satu pasangan werewolf, akan menggantikan posisinya menjadi pasangan. Namun, semudah itu hati ibuku berpindah? Semudah itu ibuku menerima kembali orang yang baru di hidupnya? Gampangan sekali.“Apa … ibu … ben … ci aku?” Aku memberanikan diri untuk menanyakan hal ini pada Paman. Tentu dengan berbagai pertimbangan. Sudah tahu kan, aku ini werewolf cacat. Dengan nada bicara yang gagap, dan mata sebelah wolf-ku yang buta. Aku curiga, siapa tahu Paman membawaku karena ibu ak menginginkan aku di sisinya. Yah, karena malu, mungkin. Bisa saja, kan?“Dari mana pemikiran itu berasal, Dav?”“Aku … ca … cat.”Aku memalingkan muka. Benci dengan kata yang keluar dari mulutku, tapi di satu sisi aku juga penasaran. Apa memang benar dengan fakta ini? Ak
“Mereka menyayangi lebih dari yang kau tahu, Dav. Hanya saja, keadaan masih terlalu sulit untuk kita kembali bersama. Mereka tidak bisa berbuat banyak untuk kita. Dan yang terbaik dan bisa kita lakukan, adalah dengan bersembunyi seperti ini.”Aku masih berusaha untuk menghapus air mata ini. Ingin menghentikannya, tetapi terlalu sulit rasanya. “Aku …,” ucapku. Tak bisa melanjutkan karena tak tahu lagi harus berkata apa.“Aku tahu jika hidup kita di sini terlalu sulit. Paman janji, akan membawamu ke tempat lain jika itu memang pilihan yang bagus. Akan tetapi, apakah kau bersedia untuk pergi? Kau mau meninggalkan tempat ini bersama Paman?”Aku menggeleng. Meninggalkan tempat ini sama sekali bukan masalah untukku. Tidak ada teman yang bisa kurindukan, tempat penuh kenangan, atau harta benda berharga lainnya. Hanya Paman, serigalaku, dan kalung ini yang kupunya sejak dulu.&nb
“Pa … man.” Tenggorokanku terasa sakit, seperti ada yang mencekiknya dan membuat napasku terhenti. Namun, aku berusaha semampuku untuk mengeluarkan suara, berharap dengan panggilan ini aku bisa membuat Paman meresponku. Seingatku, rasa sakit yang menyerangku tadi sudah tak kurasakan. Entah sudah berapa lama rasanya menghilang, sepertinya aku harus bersyukur tentang ini.“Kau sudah sadar?” tanya Paman. Suaranya terdengar begitu serak. Terakhir kali aku mengingat, tentu tidak seserak ini.“A … ir,” ucapku. Hal kedua yang sangat kuinginkan setelah Paman, tentunya. Yah, sebenarnya aku ingin bertanya pada Paman apa yang terjadi. Namun, air adalah hal terpenting dan mendesak untuk saat ini.“Sebentar.”Aku masih berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Cahaya begitu terang, mungkin ini sekitar masuk waktu tengah hari. Dan ini ada
Karena tubuhku masih merasa lemah, aku hanya bisa mengangguk saja menanggapi keputusan Paman. Keputusan ini mendapatkan dukungan penuh dariku. Jadi, Paman tak akan mendapati aku yang menghalanginya.“Wah, tak kukira kau masih hidup ya, Dav.” Sebuah suara kudengar dari balik tubuh Paman. Dari berat dan nadanya, aku mengenali ini sebagai suara dari Alpha—orang yang sudah membuatku sekarat beberapa hari yang lalu.“Al … Alpha,” lirih Paman. Beliau berdiri dan langsung menunduk, begitu sosok yang kini kubenci itu masuk. Kalau saja dia tak berusaha untuk membunuhku, tentu aku masih memiliki rasa hormat padanya. Sayangnya, dia sendiri yang membuang rasa hormat dariku.“Ma .. af. Ti … dak … hormat,” ujarku terbata. Jika saja Paman tidak memberiku kode untuk memberi hormat, tentu aku tidak mau susah payah berkata. Mau bagaimana lagi, untuk berdiri saja aku masih lema
Gila! Dia mengatakan jika fisikku bagus, akan menjadikanku senjata untuk pack ini? Apa kepalanya terbentur sesuatu? Atau perlu kupukul agar kesadarannya kembali. Sungguh! Alpha gila ini tidak pernah membuatku merasa baik-baik saja. Akan tetapi, setidaknya pertama kalinya aku bersyukur memiliki tubuh yang cacat. Jika aku sempurna, tentu hal itu sudah menjadi kenyataan.Untuk kali ini, aku banyak bersyukur. Bersyukur karena tubuhku cacat—baik manusia atau serigala, dan memiliki status Delta—yang sebelum ini belum jelas. Cacat, karena tidak perlu dimanfaatkan. Dan berstatus Delta, karena sama dengan Paman. Tak bisa kubayangkan jika status kami berbeda. Mungkin akan ada banyak orang yang curiga nantinya.“Aku penasaran, Sean. Obat apa yang sudah kau berikan padanya?” tanya Alpha. Kenapa, sih, orang ini begitu banyak bertanya hal seperti itu? membuatku tak nyaman saja, dan kuyakin Paman pun begitu.Den
Selama tiga hari di rawat, aku sudah bisa berjalan sedikit-sedikit. Tentu dengan bantuan tongkat. Yah, mau bagaimana lagi? Kakiku masih sakit, karena Alpha menyakiti rusuk dan pinggangku. Kata Paman, aku akan cepat pulih jika meminum obat.Uh!Ingin muntah rasanya, saat mengingat obat yang Paman berikan untukku. Kata Paman, obat itu bagus dan langka. Beliau sampai pergi ke hutan untuk mencarinya. Dengan hidung serigala, aku merasa jika obat itu adalah darah.Cairan amis yang dihasilkan oleh makluk hidup bernyawa, yang selama ini kutahu sebagai minuman para makhluk dingin—vampire. Makhluk yang tidak memiliki cairan hangat di tubuhnya, dan bergantung pada cairan kehidupan makhluk lain. Aku ingin memandangnya jijik, tetapi begitu tahu ayahku merupakan bagian dari mereka, kuurungkan lagi rasa itu. Tak mungkin kan, aku jijik pada ayahku sendiri?Akan tetapi, tunggu!"Pa ... man, ayah ... vam ... pire?" tanyaku. Paman berada di sampingku dan memapah tubu
Selama ini, aku tak pernah mendengar Paman menjabarkan banya tentang beliau—orang yang melahirkanku itu. paman hanya berceria bahwa ibuku adalah sahabatnya. Selain itu, aku benar-benar tak tahu. Tentang mate-nya dan ayahku pun, baru kudengar akhir-akhir ini. Apakah Paman tidak ingin aku mengetahui banyak hal tentangnya? Atau memang sengaja menyembunyikan banyak hal untuk melindungiku?Melindungi.Begitulah yang selalu Paman katakan padaku. Berada di pack kecil, dan tidak terlalu menonjolkan keberadaanku juga merupakan bagian itu. aku heran, sebenarnya apa yang telah terjadi selama ini? Keberadaanku yang cacat ini seolah menjadi hal yang rahasia. Apakah karena kecacatanku? Memangnya jika karena kecacatanku, hal ini sudah diketahui sejak aku bayi?"Ibumu pernah mengatakan padaku, bahwa dirinya ingin dipanggil Mom oleh anaknya. Mungkin terdengar seperti mimpi, ya. Tapi, Dav, aku harap kau mau memanggilnya ibu saat bertemu nanti," jelas Paman.Jadi, ibuku ing
"Hey, Delta! Aku berbicara padamu!"Aku berbalik saat ada tangan yang mencekal tongkatku. Karena tidak terpegang dengan erat, tongkatku terlepas. Untung saja ada Paman yang merangkulku, jika tidak, mungkin aku sudah terperosok."Delta siapa yang kau maksud, Beta Jake? Kami sama-sama Delta—jika kau belum tahu. Dan aku tak akan segan untuk membuat perhitungan denganmu jika mengganggu kami. Kau paham maksudku, kan?"Aku berani bersumpah! Baru kali ini aku mendengar nada semarah ini dari Paman."Tentu saja kau dan anak cacatmu ini! Sudah Delta, menyusahkan pack, membuat ricuh, pula! Kalian ini pantasnya di hukum yang berat. Alpha terlalu murah hati untuk membiarkan anakmu hidup."Sial sekali omongan Beta tua ini. Aku mengenali wajahnya, yang beberapa kali terlihat. Namun, aku sama sekali tak tahu namanya siapa. Dari ucapan Paman tadi, aku mendengar namanya Jake. Aku harus mengingat wajah ini, wajah menyebalkan yang menginginkan kematianku. Jika apa yan