“Pa … man.” Tenggorokanku terasa sakit, seperti ada yang mencekiknya dan membuat napasku terhenti. Namun, aku berusaha semampuku untuk mengeluarkan suara, berharap dengan panggilan ini aku bisa membuat Paman meresponku. Seingatku, rasa sakit yang menyerangku tadi sudah tak kurasakan. Entah sudah berapa lama rasanya menghilang, sepertinya aku harus bersyukur tentang ini.
“Kau sudah sadar?” tanya Paman. Suaranya terdengar begitu serak. Terakhir kali aku mengingat, tentu tidak seserak ini.
“A … ir,” ucapku. Hal kedua yang sangat kuinginkan setelah Paman, tentunya. Yah, sebenarnya aku ingin bertanya pada Paman apa yang terjadi. Namun, air adalah hal terpenting dan mendesak untuk saat ini.
“Sebentar.”
Aku masih berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Cahaya begitu terang, mungkin ini sekitar masuk waktu tengah hari. Dan ini ada
Karena tubuhku masih merasa lemah, aku hanya bisa mengangguk saja menanggapi keputusan Paman. Keputusan ini mendapatkan dukungan penuh dariku. Jadi, Paman tak akan mendapati aku yang menghalanginya.“Wah, tak kukira kau masih hidup ya, Dav.” Sebuah suara kudengar dari balik tubuh Paman. Dari berat dan nadanya, aku mengenali ini sebagai suara dari Alpha—orang yang sudah membuatku sekarat beberapa hari yang lalu.“Al … Alpha,” lirih Paman. Beliau berdiri dan langsung menunduk, begitu sosok yang kini kubenci itu masuk. Kalau saja dia tak berusaha untuk membunuhku, tentu aku masih memiliki rasa hormat padanya. Sayangnya, dia sendiri yang membuang rasa hormat dariku.“Ma .. af. Ti … dak … hormat,” ujarku terbata. Jika saja Paman tidak memberiku kode untuk memberi hormat, tentu aku tidak mau susah payah berkata. Mau bagaimana lagi, untuk berdiri saja aku masih lema
Gila! Dia mengatakan jika fisikku bagus, akan menjadikanku senjata untuk pack ini? Apa kepalanya terbentur sesuatu? Atau perlu kupukul agar kesadarannya kembali. Sungguh! Alpha gila ini tidak pernah membuatku merasa baik-baik saja. Akan tetapi, setidaknya pertama kalinya aku bersyukur memiliki tubuh yang cacat. Jika aku sempurna, tentu hal itu sudah menjadi kenyataan.Untuk kali ini, aku banyak bersyukur. Bersyukur karena tubuhku cacat—baik manusia atau serigala, dan memiliki status Delta—yang sebelum ini belum jelas. Cacat, karena tidak perlu dimanfaatkan. Dan berstatus Delta, karena sama dengan Paman. Tak bisa kubayangkan jika status kami berbeda. Mungkin akan ada banyak orang yang curiga nantinya.“Aku penasaran, Sean. Obat apa yang sudah kau berikan padanya?” tanya Alpha. Kenapa, sih, orang ini begitu banyak bertanya hal seperti itu? membuatku tak nyaman saja, dan kuyakin Paman pun begitu.Den
Selama tiga hari di rawat, aku sudah bisa berjalan sedikit-sedikit. Tentu dengan bantuan tongkat. Yah, mau bagaimana lagi? Kakiku masih sakit, karena Alpha menyakiti rusuk dan pinggangku. Kata Paman, aku akan cepat pulih jika meminum obat.Uh!Ingin muntah rasanya, saat mengingat obat yang Paman berikan untukku. Kata Paman, obat itu bagus dan langka. Beliau sampai pergi ke hutan untuk mencarinya. Dengan hidung serigala, aku merasa jika obat itu adalah darah.Cairan amis yang dihasilkan oleh makluk hidup bernyawa, yang selama ini kutahu sebagai minuman para makhluk dingin—vampire. Makhluk yang tidak memiliki cairan hangat di tubuhnya, dan bergantung pada cairan kehidupan makhluk lain. Aku ingin memandangnya jijik, tetapi begitu tahu ayahku merupakan bagian dari mereka, kuurungkan lagi rasa itu. Tak mungkin kan, aku jijik pada ayahku sendiri?Akan tetapi, tunggu!"Pa ... man, ayah ... vam ... pire?" tanyaku. Paman berada di sampingku dan memapah tubu
Selama ini, aku tak pernah mendengar Paman menjabarkan banya tentang beliau—orang yang melahirkanku itu. paman hanya berceria bahwa ibuku adalah sahabatnya. Selain itu, aku benar-benar tak tahu. Tentang mate-nya dan ayahku pun, baru kudengar akhir-akhir ini. Apakah Paman tidak ingin aku mengetahui banyak hal tentangnya? Atau memang sengaja menyembunyikan banyak hal untuk melindungiku?Melindungi.Begitulah yang selalu Paman katakan padaku. Berada di pack kecil, dan tidak terlalu menonjolkan keberadaanku juga merupakan bagian itu. aku heran, sebenarnya apa yang telah terjadi selama ini? Keberadaanku yang cacat ini seolah menjadi hal yang rahasia. Apakah karena kecacatanku? Memangnya jika karena kecacatanku, hal ini sudah diketahui sejak aku bayi?"Ibumu pernah mengatakan padaku, bahwa dirinya ingin dipanggil Mom oleh anaknya. Mungkin terdengar seperti mimpi, ya. Tapi, Dav, aku harap kau mau memanggilnya ibu saat bertemu nanti," jelas Paman.Jadi, ibuku ing
"Hey, Delta! Aku berbicara padamu!"Aku berbalik saat ada tangan yang mencekal tongkatku. Karena tidak terpegang dengan erat, tongkatku terlepas. Untung saja ada Paman yang merangkulku, jika tidak, mungkin aku sudah terperosok."Delta siapa yang kau maksud, Beta Jake? Kami sama-sama Delta—jika kau belum tahu. Dan aku tak akan segan untuk membuat perhitungan denganmu jika mengganggu kami. Kau paham maksudku, kan?"Aku berani bersumpah! Baru kali ini aku mendengar nada semarah ini dari Paman."Tentu saja kau dan anak cacatmu ini! Sudah Delta, menyusahkan pack, membuat ricuh, pula! Kalian ini pantasnya di hukum yang berat. Alpha terlalu murah hati untuk membiarkan anakmu hidup."Sial sekali omongan Beta tua ini. Aku mengenali wajahnya, yang beberapa kali terlihat. Namun, aku sama sekali tak tahu namanya siapa. Dari ucapan Paman tadi, aku mendengar namanya Jake. Aku harus mengingat wajah ini, wajah menyebalkan yang menginginkan kematianku. Jika apa yan
Sepertinya, ucapan Beta Jake beberapa hari lalu bukan omong kosong. Kami mendapat surat panggilan untuk meghadap Alpha di kediamannya. Alpha bengis yang sangat tak kusuka, dan berharap dia lenyap saja. Biarlah! Andai aku dipanggil dengan orang yang tak tahu diuntung. Aku lebih suka mengingat Alpha itu tak memiliki hal baik, bahkan untuk kuingat sebelum pergi dari sini.Untung saja keadaanku sudah lebih baik dari biasanya. Tak perlu tongkat untuk membantu berjalan, dan luka ini sudah hampir sembuh sluruhnya. Tentu saja, semua berkat dari obat yang Paman berikan. Obat yang sudah kuketahui dan membuatku jijik. Akan tetapi, aku sama sekali tidak memiliki hak untuk menolak. Paman terlalu keras untuk kutolak perintahnya. Alhasil, mau tak mau aku harus menelannya.“Bagaimana menurutmu?” tanya Paman. Sepertinya, beliau meminta pendapatku untuk menentukan langkah selanjutnya. “Jika kau pikir kita tak perlu datang, maka aku tak akan datang,” lanjutnya.Aku menggeleng dan
Buruk sekali pandangan Alpha tentang adil yang sesungguhnya. Seorang pemimpin harusnya tahu, bahwa hitungan adil tidak selalu harus sama. Ada yang berbeda untuk kata adil, karena kebutuhan dan kondisi tiap orang berbeda. Setidaknya, begitulah yang selalu Paman ucapkan padaku.Aku tahu jika semua ini terasa tidak adil untuk Paman, tetapi aku bisa apa? Membantu tak bisa, apalagi untuk menolak kesepakatan ini. Sejak awal, aku tak tahu jika akan berakhir seperti ini. Harusnya, aku tahu jika dengan sikap seperti itu, Paman tak akan mendapat keadlian yang layak.Aku tak boleh protes, karena posisi yang tidak menguntungkan. Andai saja bisa, sejak awal pergi dengan tidak layak adalah pilihan bagus. Paman tidak harus berduel seperti ini.Ah, aku tak boleh mengeluh. Lagi pula, sejak awal yang tidak seharusnya terjadi adalah, kami tidak bertemu Beta itu.“Kalian siap!” teriak wasit. Paman sudah bersiap pada posisi bertarungnya saat ini, dan Beta itu juga. Do’a untuk
Mulutku menganga tanpa kusadari, begitu melihat serigala Beta yang terlempar. Serigala itu bukan serigala yang lemah, juga kecil. Serigala Beta milik Jake terlihat buas dan tubuh besarnya, mampu membuatku gugup. Lalu, pamanku itu mendorongnya. Paman terlihat baik-baik saja, dan serigala itu terlihat syok. Astaga! Kuat sekali beliau! Aku tak akan bosan mengatakan, bahwa baru pertama kali ini aku melihat kekuatan beliau.“He ... bat ...,” lirihku. Entah werewolf di sampingku ini mendengarnya atau tidak, aku tak peduli. Masa bodoh dengan keberadaannya, ia tahu atau tidak itu bukan urusanku. Yang jelas, di depan mataku ada sosok yang benar-benar hebat.Sekuat itukah para Delta? Atau, apakah aku bisa sekuat itu jika berlatih?“Kekuatan Delta tak akan bisa melawan Alpha! Camkan itu baik-baik!”Tanganku terkepal erat kala lagi-lagi mendengar ucapan itu. Sebelum ini, punya masalah apa aku padanya hingga dia, memiliki kebencian yang begitu mendalam? Seharusnya, se