Share

Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)
Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)
Penulis: Rizuki

Prolog

Dhuar!

Sebuah ledakan terjadi. Dari kejauhan, terlihat asap yang membumbung tinggi dengan warna pekat, dan tengah menyelubungi bangunan kuno yang mirip kastil. Tak ada yang berteriak, seolah kastil itu sudah tak berpenghuni sebelumnya. Padahal, jauh di dalam sana, ada banyak makhluk yang tengah mempertahankan hidupnya dari kobaran api.

“Lunar, kita harus segera pergi! Bantuan mungkin akan datang, tetapi tak tahu apakah kita masih hidup atau tidak!” Seorang pria berperawakan tinggi berwajah cemas. Ia menunduk dan berusaha memapah wanita berambut pirang, yang kini tersungkur dengan dua buntalan di pelukannya.

“Sini, kubawakan salah satunya,” lanjut pria itu. Ia menjulurkan tangan dengan maksud mengambil beban, atau setidaknya menguranginya. Pria itu tahu, jika wanita yang dihadapannya lebih dari kuat untuk membawanya. Namun, tidak dalam kondisi seperti ini. Kemampuan wanita itu sedang lemah.

“Sean, bawalah Davian. Dia sama sepertimu. Perlakukan dan anggap dia seperti anakmu. Bersembunyilah! Kelak jika sudah aman, aku akan menjemputnya. Pergunakan semua koneksi yang kau bisa untuk mengubah jejak anak itu agar tidak bisa dilacak siapa pun!” perintah Lunar pada Sean—sahabatnya. Tubuhnya sudah lebih kuat dari beberapa tahun lalu. Akan tetapi, berhadapan dengan api bukanlah hal yang bagus.

“Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana dengan yang satunya?” tanya Sean, dia yang berusaha membantu Lunar berdiri tak bisa menyembunyikan wajah cemasnya. Berathun-tahun hidup dengan sang sahabat, membuatnya tidak bisa untuk tidak iba pada keadaannya yang menyedihkan.

“Dia sama seperti kami, sedangkan Davian tidak. Bawalah dia. Dan ....” Perkataan Lunar terputus dan dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. “aku sudah memikirkan ini dari jauh dari. Pakaikan ini padanya, jangan sampai terlepas karena dengan itu, kami bisa menemukannya. Juga, bisa menekan hawa keberadaan darah campurannya. Mungkin dia akan menyusahkanmu untuk beberapa waktu, karena dengan itu pula kekuatannya terbelenggu,” lanjut Lunar. Dia menyerahkan sebuah kalung berbandul pertama pada sang sahabat.

Sean bimbang, tetapi tangannya mengambil kalung yang disodorkan Lunar padanya. Ingin berpikir lebih jauh, tetapi keadaan benar-benar tidak bisa memihak padanya. Andai dia bisa menyusun rencana lebih matang, tentu hal ini bisa dipikrkan dengan lebih baik.

“Lunar! Sean! Kalian di sini!?” teriak seorang wanita berambut merah panjang sepinggang. Dalam sekejap mata, wanita yang semula berada di jarak beberapa meter itu, sudah ada di hadapan Lunar.

“Mom!” Lunar memekik, dia hampir saja terjatuh jika Sean tidak menyangganya.

“Ayo pergi, kastil sudah terkepung dan kita semua dalam bahaya.” Wanita yang baru datang itu mengamil alih Lunar dari tangan Sean. Tak lupa, ia juga mengambil satu bayi yang ada di gendongan Lunar.

“Sean, pergilah bawa Davian. Lakukan apa yang tadi kuminta padamu. Karena mungkin setelah ini, kita tak akan bertemu dalam waktu dekat. Aku hanya bisa men-teleport sekali saja.”

“Lun, jangan katakan bahwa ....”

“Akan aku lakukan demi menyelamatkannya,” putus Lunar. Tekadnya telah bulat, dan tatapannya mantap ke arah Sean.

“Tapi.”

“Aku tidak menerima penolakan, Sean. Ma, bantu aku!” pinta Lunar pada ibunya. Permintaan Lunar diangguki oleh wanita berambut merah panjang itu. Dengan menyangga tubuh Lunar sebisanya, ia mencoba menghalau api yang kini mulai menjangkau mereka.

“Haude no igai, release!” Tubuh Sean bercahaya begitu kata tak dikenal sudah Lunar rapalkan. Perlahan, tubuhnya memudar dan memandang Lunar dengan nanar, sambil membawa buntalan berisi bayi laki-laki. Setelah ini, mereka akan terpisah oleh jarak, entah kapan bisa bertemu, atau malah tak bisa bertemu lagi.

“Setelah ini, kita bagaimana?” tanya wanita itu. Ia memandang ngeri sekitarnya. Mencoba mencari celah dan cara untuk pergi dari tempat ini. Di luar, kekuatannya hebat, tetapi tidak jika bermusuhan dengan api.

“Aku tak tahu, Ma. Yang terpenting bagiku Sean dan Davian aman. Ah, bagaimana dengan Ced?” tanya Lunar. Meski tubuhnya ringkih, dan napasnya tersenggal, dia berusaha untuk tidak kehilangan kesadaran. Jika saja dia tak memiliki darah werewolf di nadinya, mungkin dia sudah kehilangan kesadaran. Bagaimanapun juga, mempertahankan diri sambil melakukan teleportasi adalah hal yang berat. Apalagi ditambah dengan tubuhnya yang masih belum pulih sepenuhnya pasca melahirkan.

Baru dua hari yang lalu, Lunar melahirkan kedua anak kembarnya. Laki-laki dan perempuan. Hingga entah dari mana datangnya, sebuah serangan yang hebat menghanguskan kastil tempat mereka bersembunyi. Tak hanya itu, seluruh penghuni kastil juga tercerai-berai karenanya. Bahkan, Cedrick—sang pasangan, tidak diketahui bagaimana keadaannya.

“Tadi Mama melihat Ced menahan kelompok penyihir di sayap kiri kastil. Mama ingin membantunya, tetapi dia mengatakan untuk pergi mencarimu.”

Lunar terdiam. Tak bisa lagi berucap karena kehilangan kata-kata. Dirinya tak habis pikir, mengapa kastil yang tersembunyi jauh di pedalaman hutan, bisa mereka temukan dengan mudahnya? Apakah selama ini mereka telah menari banyak informasi tentang dirinya dan keluarganya?

“Kalau saja ramalan itu tetap tersembunyi.” Lunar menunduk, keringat sudah membanjiri tubuhnya. Namun, buntalan kecil berisi putrinya tetap didekapnya. Seolah jika dia melonggarkan genggaman itu, bayinya akan hancur.

“Tidak ada yang bisa menghalangi takdir, Anakku. Seberapa kuat kau menyembunyikannya, tetap saja akan muncul pada akhirnya. Semua yang telah digariskan, akan sampai pada waktunya. Jadi, jangan menyesali apa pun yang sudah terjadi. Begitu pun dengan yang terjadi hari ini.

Air mata Lunar menetes. Dirinya menyesali takdir yang harus anak-anaknya terima. Di usia yang baru menginjak dua hari, merka harus terpisah karena sebuah ramalan yang menurutnya konyol. Konyol, karena ramalan itu berbunyi bahwa salah satu anaknya, akan menjadi pemimpin dari ketiga bangsa. Jika dipikir, mana ada hal yang seperti itu? Seperti dalam dongeng saja.

Karena itulah, Lunar memutuskan untuk menyelamatkan Sean dan putranya terlebih dahulu. Berharap jika sang putra memang yang ditakdirkan oleh ramalan. Padahal, dia ingin membawakan putrinya juga. Namun, apa daya. Kekuatan Lunar tak sanggup untuk memindahkan mereka sekaligus.

“Aku pasti akan merindukan putra kecilku,” bisik Lunar.

Tangisnya semakin menjadi-jadi seiring membesarnya kobaran api. Tak ada yang bisa mereka lakukan. Jalan telah buntu, bgitu pula jalan yang tadi dilalui ibunya. Kini, mereka bertiga terkurung dalam api dan menunggu keajaiban. Siapa tahu, ada seseorang yang akan menyelamatkan mereka di tengah kobaran api seperti ini. Akan tetapi, siapa yang mau menyelamatkannya?

“Aku tak tahu kita akan bertahan atau tidak, Ma. Tapi, jika kedua anakku selamat, aku akan mengabulkan apa pun permintaan penolongku. Bahkan jika itu berarti aku menjadi budaknya seumur hidup,” tekad Lunar.

“Tidak! Jangan berkata seperti itu. Aku yakin kita pasti selamat, dan berhasil dari tempat mengerikan ini. Percayalah, Lunar! Percayalah kita akan selamat!” Lunar menggeleng keras mendengar perkataan ibunya. Terasa mustahil rasanya, untuk bisa keluar dari tempat mengerikan ini. Dalam waktu sempitnya, dia merutuki si pembangun kastil. Andai dulu dibangun dengan menggunakan bahan yang tahan api, tentu mereka tak akan terjebak kebakaran seperti ini.

Krak! Brak!

“Aaaaaaaa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status