“Ay, dapat surat dari Nyiur."
Ayu yang sedang tertidur di brankar rumah sakit sontak terbangun. Dipaksanya diri untuk bangun meskipun kepalanya masih pusing. “Surat apa? Kok surat? Anak kalian sudah lahir dan keadaannya baik-baik saja bukan?” tanya gadis itu, bingung. Harsa menahan kepala Ayu. "Sambil tiduran gini aja bacanya, anak kami sudah lahir dengan selamat, tapi ...." Segera, pria itu menjelaskan situasinya. Ayu sontak membelalakan mata, tak percaya. "Bodoh! Kamu bodoh Mas! Sesuatu yang merugikan kenapa Mas sepakati!" teriak Ayu yang entah mau berkata apa setelah tahu apa yang menimpa Harsa. "Karena saya tidak mau meninggalkan Nyiur, kamu tahu itu 'kan? Tolong, kamu mau nikah sama saya demi anak saya tidak dibawa ke panti asuhan, tolong ya ...." Harsa menatap tulus ke arah Ayu yang tetap memaksa duduk, kebetulan juga habis kecelakaan saat anak dari Harsa lahir. Perdebatan dalam ruang rumah sakit pun berlangsung panas. Ayu yang sudah dengan susah payah berusaha move on dan menghapus nama Harsa yang selama ini menggetarkan hatinya pun, sekarang justru dihadapkan untuk menjadi yang kedua. Ia menangis histeris dan tertangkap ke dalam pelukan Harsa ketika hampir saja terjatuh karena dirinya yang belum terlalu kuat. “Gak, aku nggak mungkin melakukan ini pada sahabat sendiri, gak mungkin! Tidak satu jam Mas usaha aku untuk melupakan kamu ... kenapa kamu datang dan menaruh luka baru!" teriak Ayu. “Maaf ... saya berusaha menolak, tapi ini memang keputusan pra nikah kami," jawab Harsa. “Mas paham bukan untuk berbagi dalam mencintai itu tidak mudah? Sekalipun mulut Nyiur rela, tapi Mas nggak tahu sesakit apa yang sesungguhnya Nyiur rasakan saat Mas poligami!" Ayu menarik dirinya untuk kembali tertidur. “Kalau menyalahkan, saya memang salah. Saya tidak tegas, tapi apa boleh buat? Nasi sudah jadi bubur, kamu juga sudah tahu ketegasan orang tua saya modelnya seperti apa, mereka nggak hanya tegas lagi, tapi keras," jawab Harsa. Ya, ada satu hal yang bagi Ayu sangat mengecewakan. Dia tidak menyangka, hanya dirinya yang tidak tahu apapun soal perjanjian tersebut. Hal ini menurutnya tidak adil, bahkan orang tua Ayu juga menyembunyikan ini darinya. "Tapi itu tidak adil! Apa alasannya aku yang terlibat, tapi justru tidak tahu soal itu? Apa alasannya>" bentak Ayu. "Panjang dan rumit ceritanya. Saya nggak tega anak kembar yang baru lahir itu harus terpisah dengan ibunya," jawab Harsa. Baru kali ini Ayu menyaksikan air mata laki-laki terjatuh. Kalaupun ia mau diajak menikah, ini tidak murni karena keinginan Harsa dan bisa dibayangkan kehidupan Ayu pasti lebih berantakan. Jika boleh jujur, sebenarnya Harsa masih tetap menjadi orang yang Ayu cintai, hanya saja ia berusaha mendiamkan karena sadar juga posisi yang seharusnya tidak ia ambil. "Oke ... biar aku yang bicara sama Om Zulfikar, aku nggak terima apapun alasannya kenapa perjanjian itu tanpa sepengetahuan aku!" "Arggghhh!" Ayu hendak menarik sekuat tenaganya selang infus yang masih menempel di punggung tangan. Harsa segera berdiri dan menahan tangan Ayu. "Ay, Ayu, berhenti jangan seperti ini cara kamu!" Tanpa unsur kesengajaan, hidung Harsa bertabrakan dengan bibir Ayu saat membalikkan badan. Hal tersebut sempat terjeda lumayan lama karena posisinya Ayu sulit bergerak. "Mas, lepas Mas!" Ayu terpejam dan rasanya semakin lemas saja menhadapi posisi yang seperti ini. "Hhh, maaf ... saya tidak bermak---" Harsa langsung bergerak untuk melepaskan. "Ya, aku mengerti. Tolong tinggalkan aku sendiri dulu." "Baiklah." Harsa pun undur diri. Sepertinya, dia memang perlu memberi ruang kan? *** "Gimana, Ay? Keeadaan kamu baik-baik saja 'kan? Kata dokter sempat pingsan." Harsa tergopoh-gopoh mendatangi Ayu lagi setelah tadi membiarkannya dulu untuk berpikir. "Gak baik-baik saja! Siapa coba yang biasa kalau disuruh jadi istri kedua!" rajuk Ayu. "Ay ... jadi kamu tetap menolak?" tanya Harsa dengan wajah yang sangat iba. "Kamu di sini yang terlalu jahat, Mas. Kamu pikir ini hal yang mudah untuk ditentukan? Semua laki-laki egois, kamu mengambil kesempatan di atas penderitaan orang lain! Nggak semua wanita mampu untuk dipoligami! Nggak semua siap untuk menjadi yang kedua!" Ayu kembali menurunkan air matanya dalam mengucapkan kata-kata yang tidak jauh beda dari sebelumnya. Malas bisa dilawan, bodoh bisa belajar. Namun, perasaan tidak bisa dipaksakan. Hati seorang Ayu bukanlah hati yang mati, bukanlah hati yang hanya dipenuhi hasrat tanpa peduli hikmah di balik nikmat! Mungkin ia bisa bahagia karena rasa cinta yang selama ini memeluknya bisa tercurahkan untuk orang yang memang ia cintai. Hanya saja, menjadi yang kedua bukan pilihannya apalagi tujuannya! "Insyaallah saya siap dan bisa berlaku adil buat kamu dan Nyiur," kata Harsa berusaha menenangkan. "Bulshit! Dulu saja berani menentang orang tuaku dan orang tua Mas Harsa sendiri padahal kita sudah bertunangan. Ahhh, demi Nyiur ... Mas sakitin aku dan keluarga, sekarang demi anak-anak Mas ... Mas sakiti Nyiur dan kembali menyakitiku! Aku dah nggak percaya lagi sama kamu, Mas!" Ayu membuang muka dari sorot mata Harsa. "Gak usah ungkit masa lalu yang telah terselesaikan masalahnya!" bentak Harsa geram mengingat masa lalu yang membuatnya sekarang di posisi ini. Sebenarnya, Harsa juga tidak mau seperti ini! Ia tidak bermaksud dan tidak mau menyakiti Nyiur, keluarga, maupun Ayu. Dari dulu sampai saat ini, Harsa merasa terjebak oleh keadaan. Perjodohan antara Harsa dan Ayu pernah gagal karena Harsa yang merasa hutang budi pada Nyiur yang berhasil menyelamatkan dirinya saat kebakaran sampai Nyiur kritis. "Kamu tahu kan ... alasannya kenapa saya menikahi Nyiur dan bukannya permasalahan ini sudah selesai?" "Mas ...." Ayu tak sanggup berkata-kata, hanya tangis sesenggukan yang mampu ia berikan. Bahkan, lelaki tegas dan arrogant ini pun pelupuk matanya kembali penuh dengan lautan bening. Hari ini adalah hari di mana Ayu bisa menyaksikan seorang lelaki juga bisa menangis tidak hanya satu kali. Padahal, dulu saat perjodohan mereka gagal saja, Ayu tidak menemukan raut wajah Harsa yang sesedih sekarang. "Kamu boleh benci saya, kamu boleh melakukan apapun, tapi saya mohon ... bantu menghilangkan beban bayi saya." Harsa hendak memeluk Ayu, tetapi segera Ayu tepis. Hah? Entah, siapa yang paling hancur? Ayu meraba dada Harsa yang sempat ia dorong. Bayangan tentang masa lalu menggerogoti mereka! Kenangan mereka terlalu manis untuk dilupakan. Ayu menghela napas panjang dan kembali menyadarkan diri, meminta tolong Harsa supaya melihat bayi dari Harsa dan Nyiur. Hanya saja, entah mengapa Ayu berdebar kencang melihat bayi-bayi itu. "Ya Tuhan ... bayi kembar secantik ini nggak salah apa-apa! Nggak pantas juga dijauhkan dari orang tuanya. Tidak, bayi ini tidak boleh ditaruh di panti asuhan! Nyiur juga pasti sangat hancur, Mas!" "Kalau begitu ... ka-kamu mau menjadi is-istri kedua saya?" tanya Harsa dengan gugup karena baru sadar dengan waktu yang semakin mendesak. Terlebih, ia sepertinya melihat Zulfikar berjalan ke arah keduanya!Harsa: Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur. Ayu: Huuh, iya-iya! Harsa: Hehe, bentar ya Sayang ya.Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya, yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional, garis bawahi dari segi sifat. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal,
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini Harsa berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut, tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya terjamin karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui Harsa yang memang poligami, seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayu langsung emosi mendengar hal tersebut. Ia langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan Nyiur dengan keadaan wajah yang sangat marah. Namun, de
Itu semua adalah bayangan Harsa. Mereka saat ini sedang di kamar tidur tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. Sebentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. Meskipun Harsa dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang, di mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana, Ayu merasa sangat iri sekali, sangat ingin segera ke sana dengan Harsa. Namun, setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga. Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang Bobo Cabin Coban Rondo tersebut, tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. Tidak keberatan untuk Harsa meskipun habis perjalanan jauh malam tersebut harusnya
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga