Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan

Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan

last updateLast Updated : 2025-07-21
By:  Brata YudhaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
118views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Bertahun-tahun aku jadi tulang punggung keluarga dan rela menunda pernikahan demi pendidikan adikku hingga dia sarjana. Eh, dia malah kepergok mesum di kos-kosannya dengan calon suamiku. Bukannya minta maaf, dia malah menghinaku habis-habisan. Katanya, aku yang hanya seorang pembantu tidak cocok bersanding dengan kekasihku yang seorang tentara. Tapi akhirnya aku bisa membungkam kesombongannya dengan cara...

View More

Chapter 1

Motor Calon Suamiku di Kos-kosan Adikku

Hari itu, matahari baru saja tenggelam ketika Kemuning dipanggil oleh majikannya ke kamarnya. Di tangannya, sang majikan menyerahkan sebuah amplop cokelat kecil.

"Ini gaji kamu bulan ini, Ning," katanya.

Kemuning tersenyum tipis, lalu menerimanya dengan kedua tangan. Meski jumlahnya tak seberapa, bagi Kemuning, amplop itu adalah sumber kehidupan untuknya dan juga keluarganya.

Ia lalu meminta izin untuk pergi ke kamarnya sebentar. Ada hal penting yang ingin segera ia lakukan. Setelah mendapat izin, Kemuning bergegas pergi dengan hati riang.

Sesampainya di kamar, ia segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Namun, ponselnya lebih dulu berdering. Ada panggilan masuk dari nomor yang tak asing. Itu panggilan dari adiknya, Anggi.

“Hall—”

“Mbak punya uang nggak? Aku butuh uang buat beli bahan untuk ngerjain tugas kuliah." Belum sempat Kemuning menyelesaikan ucapannya, gadis itu sudah lebih dulu menyelanya.

Kemuning menarik nafas dalam-dalam.

"Butuh berapa?"

"Satu juta aja," jawab Anggi dengan santai.

"Buat ngerjain tugas sampai satu juta?" tanya Kemuning sedikit terkejut. Baginya, uang segitu tentu sangat banyak.

"Iya. Namanya juga tugas kuliah bukan tugas anak TK. Mbak kan gak kuliah mana tahu kalau semua harga perlengkapan kuliah itu mahal!" jawabnya sengit. Sudah meminta, tapi menghina. Ya, seperti itulah Anggi.

“Ya nggak usah ngegas juga kali, Nggi. Mbak kan nanyanya baik-baik.”

“Makanya jangan kebanyakan nanya. Mbak kan tahu aku udah mau lulus. Udah semester akhir ini. Ya pasti banyak tugas lah.” Dia masih ketus.

"Iya, iya. Ya udah besok Mbak kirim. Sekarang udah malam mau ke ATM."

“Oke. Awas ya jangan sampai lupa!" peringat Anggi.

Tuuut!

Ponselnya langsung dimatikan sepihak.

"Anggi, Anggi, kebiasaan kalau telfon gak pernah ucap salam. Udah gitu nelfon kalau cuma ada maunya," gumam Kemuning sambil menghela nafas pelan. Setelahnya, Kemuning menghubungi nomor seseorang yang tak lain adalah kekasihnya yang sudah lima tahun ini menjalin hubungan dengannya. Pria itu bernama Eko Setiaji. Dia adalah seorang tentara berpangkat Sertu (Sersan Satu) yang dulu adalah teman sekolahnya.

Sebenarnya, bukan maunya Kemuning menjalin hubungan lama-lama dengan pria. Tapi mau bagaimana lagi, Kemuning adalah tulang punggung keluarga, ia harus menafkahi ibunya di kampung dan juga membiayai pendidikan adiknya yang kuliah. Dari hasil gajinya itu, Kemuning hampir tidak pernah menikmati sedikitpun jerih payahnya. Untuk makan, ia ikut menumpang di rumah majikannya. Sementara jajan dan kebutuhan lainnya, Kemuning memilih untuk mengirit dan berpuasa. Kemuning sudah terbiasa hidup dengan keprihatinan sejak ia kecil. Berbeda dengan adiknya yang sejak kecil selalu dituruti apa maunya. Mungkin karena Anggi adalah anak bungsu sekaligus anak kandung ibunya.

Kemuning dan Anggi memang tidak lahir dari r4him yang sama. Mereka seayah, tapi tidak seibu. Namun, meskipun begitu, Kemuning tetap menyayangi adiknya sepenuh hati. Begitu juga dengan ibu tirinya yang ia anggap seperti ibu kandung sendiri.

“Hallo, Ning?”

Terdengar suara Eko dari sebrang panggilan.

“Hallo, Mas. Apa kabar?”

“Baik,” jawab pria itu singkat.

“Mas, malam Minggu besok apa bisa kita ketemu? Kemuning udah minta izin ke majikan dan—”

“Maaf nggak bisa. Mas lagi sibuk. Soalnya mau nganter Komandan ke luar kota,” selanya.

“Emangnya nggak bisa minta izin gitu, Mas? Untuk kali ini aja. Kemuning kan lagi ulang tah—”

“Nggak bisa, Ning. Kamu kan tahu aku tentara. Tugas negara lebih penting dari apapun. Udah ya, ini Mas masih ada urusan.”

“Tapi Mas—”

Tuuut

Kemuning kembali menelan kekecewaan. Padahal, ia sudah memiliki rencana indah. Malam Minggu nanti, bertepatan dengan hari kelahirannya dia akan bilang kepada Eko kalau dia sudah siap menikah. Anggi sebentar lagi akan lulus kuliah, dan Kemuning sudah terlepas dari kewajibannya. Tapi realita malah tak sesuai rencana.

*

Malam Minggu pun tiba. Kemuning mencoba menghubungi Eko. Namun, nomornya masih saja tidak aktif. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Kemuning bergegas membukanya. Ternyata itu Bi Yuyun.

“Itu ibumu datang, Ning. Sana temuin dulu.”

Kemuning agak kaget karena tanpa berkabar terlebih dahulu ibunya datang malam-malam dari kampung ke kota. Ia segera menghampiri ibunya di ruang tamu. Sesampainya di sana, ibunya terlihat gelisah sambil menenteng sebuah tas berukuran cukup besar. Sepertinya isinya baju.

“Ibu, kok malam-malam ke sini?” tanya Kemuning sambil menyalimi ibunya.

Ibunya lalu menarik Kemuning keluar rumah itu.

“Ning, ibu dikejar-kejar bank emok. Mereka ngamuk ngepung rumah ibu di kampung. Tapi untungnya ibu bisa kabur ke sini," jelasnya dengan raut panik.

“Ya Allah ibu, kok bisa sih?” Kemuning menutup mulut tak percaya.

“Ibu ikut arisan Ning. Uangnya ibu pinjem dari bank emok itu. Tapi Ibu malah ketipu. Ya memang lagi apesnya mungkin.”

Kemuning tak tahu harus bereaksi seperti apa. Di satu sisi ia kasihan, di sisi lain juga ibunya yang bertindak ceroboh.

“Ning, kalau Ibu ikut tinggal di sini boleh nggak? Untuk sementara aja sampai nemu jalan keluarnya.”

“Ya mana bisa, Bu. Kemuning aja tidur sama pembantu yang lain. Itu aja juga udah sempit. Nggak ada kasur lagi.”

“Iya sih ya. Ah, kalau gitu anterin ibu ke kos-kosannya Anggi aja Ning. Biar ibu ikut tinggal sementara sama dia di sana.”

“Eh? Tapi ibu apa udah bilang sama Anggi? Telfon dulu aja, Bu. Takutnya dia marah.”

“Halah, sama ibunya sendiri kok marah. Nggak lah, nggak akan dia marah Ning. Udah ayok, cepet anterin ibu ke sana.”

Kemuning menurut saja. Gadis itu lalu pamit sebentar kepada Oma Reni sang majikan dan mengambil tasnya di kamar, kemudian berangkat.

Mereka berangkat menggunakan ojek pangkalan. kebetulan tak jauh dari perumahan, ada ojek pangkalan. Sesampainya di sana, kos-kosan tampak sepi. Sepertinya orang-orang sedang malam mingguan. Namun, begitu Kemuning dan ibunya sampai di teras kos-kosan adiknya, ia melihat sebuah motor yang begitu familiar di matanya.

“Lho, itu kan motornya Mas Eko? Mau apa dia di kos-kosan Anggi?!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status