Melihat calon suaminya tidur dengan sahabatnya di hari pernikahannya, Aura membatalkan pernikahan dan lari bersama seorang pria. Ternyata pria itu adalah paman calon suaminya. “Ingat aku seorang pebisnis, dan tidak ada yang gratis di dunia ini.” Tangan lelaki itu bergerak dengan liar, meremas setiap lekuk tubuhnya. “Apa kamu menyukainya, Aura?” Aura mengangguk, ia tak bisa menyangkal bahwa ia menikmati setiap sentuhan panas lelaki itu. “Kamu hanya perlu menandatangani surat perjanjian itu, dan sisanya…” ucap Rey, sang penguasa D’Amartha Group, “serahkan padaku. Aku akan membuatmu jadi wanita paling bahagia.” “Bahagia? Apa aku bisa bahagia jika harus jadi budakmu?”
View More“Aku akan nikahin dia, setelah dia hamil dan separuh harta kakek sudah kumiliki,” ucap Micho penuh rayu, matanya menatap lembut wanita yang sedang meliuk di atas tubuhnya, “aku akan ceraikan dia dan nikahin kamu.”
Rona memejamkan matanya seperti merasakan sesuatu yang sangat nikmat berkedut di dalam tubuhnya. “Benarkah?” lirihnya dalam desahan napasnya. “Aura cuma perempuan yang membosankan. Sangat berbeda dengan kamu yang cantik, seksi dan … menggairahkan,” ucapnya memuja. Mendengar perkataan calon suaminya itu, membuat hatinya teriris. Namun Aura langsung menutup mulutnya dengan tangannya. Ia hampir saja berteriak saking terkejutnya, saat seseorang menyentuh pundaknya. Tapi ia tidak mau sepasang kekasih di dalam sana, mengetahui kehadirannya. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya lelaki jangkung yang berdiri tepat di depannya. Aura meletakkan telunjuknya di depan bibirnya, sebuah tanda permohonan agar lelaki itu tidak berisik. Cepat-cepaf digenggamnya tangan lelaki asing itu dan menariknya menjauh dari kamar itu. Ia yakin kegaduhan yang baru saja dibuatnya, pasti membuat sepasang kekasih di dalam sana menyadari kehadirannya. Untung saja lelaki jangkung berwajah tampan itu tidak memberikan perlawanan. Ia justru ikut berlari mengikuti langkah Aura menjauh dari kamar itu. Saat ini Aura sadar bahwa ia tidak mungkin menikahi Micho. Perasaan cintanya sudah berubah, menjadi rasa benci dan jijik saat melihatnya bercumbu layaknya suami istri, bahkan mengkhianatinya dengan sahabatnya sendiri. Tapi Aura tidak mau membongkar semuanya sekarang. Aura mempunyai sebuah rencana lain sebagai hadiah untuk kedua orang terdekatnya itu. Tepat di ujung lorong, Aura berhenti. Tak ada lagi jalan untuknya berlari. Buntu! Tapi … jika ia menyerah sekarang, maka Micho akan sadar jika ia telah mengetahui segala kebusukannya. Dalam kepanikannya, tanpa sengaja ia menyenggol sebuah guci porselin antik. Suaranya saat menyentuh lantai, menjadi sebuah petunjuk bagi kedua orang yang sedang berlarian mengejarnya. “Micho, dia lari ke sana!” Suara Rona membuat Aura semakin gugup. Apalagi ketika dilihatnya wajah lelaki yang pernah dicintainya itu muncul dari ujung lorong. Tidak ada jalan kembali! Tanpa berpikir lebih lama lagi, Aura berjinjit dan mencium bibir lelaki asing itu. Hanya itu satu-satunya cara untuk bersembunyi. Hal itu membuat lelaki berwajah tampan itu terkejut akan aksi nekatnya. Tapi ia tidak menolak dan justru balas melumatnya dengan penuh gairah. Lelaki asing itu membuka pintu yang ada di balik punggung Aura dan mendorong gadis itu masuk ke dalamnya tepat sebelum Micho berjalan mendekat ke arah mereka. “Om Rey?” Micho menatap lelaki jangkung itu dengan canggung. Ia masih tak percaya melihat pamannya bersama dengan seorang wanita. Bukan hanya itu, mana mungkin ia menuduh pamannya, yang bahkan digosipkan sebagai penyuka sesama jenis saking dinginnya itu, mengintipnya. “Micho?” “Sedang apa Om di sana?” selidik Micho. “Aku cuma mau ambil dasiku yang tertinggal,” sahut Rey sementara matanya menatap tajam pada perempuan bergaun silk putih di sisi keponakannya, “apa dia pengantinmu?” Pertanyaan itu membuat Micho menjadi gugup. Tatapan tajam sang pemilik D’amarta Group itu tidak pernah gagal membuat nyalinya menciut. “Bu–bukan. Dia teman … yang membantuku mengatur acara pernikahan ini,” sahutnya, “aku … tunggu Om Rey di bawah. Upacara pernikahan akan segera di mulai.” Rey menganggukkan kepalanya. Ia menatap keponakannya hingga menghilang dari pandangannya, sebelum masuk ke dalam kamarnya. “Mereka sudah pergi,” kata Rey pada gadis bergaun putih di hadapannya, “apa yang sebenarnya terjadi?” Wajah tampan lelaki bertubuh jangkung dengan kulit eksotisnya itu, tak urung membuat Aura terpana. “Hmm … maaf. Nanti juga … kamu akan tahu apa yang terjadi,” sahut Aura dengan perasaan canggung, “tentang ciuman tadi … aku … hmm.” “Kamu memperalatku untuk menghindar dari mereka,” tebak Rey. Aura mengangguk, “terima kasih bantuannya, aku … aku harus segera pergi sekarang.” Aura bergegas keluar dari kamar itu. Kali ini tekadnya sudah bulat. Ia tidak akan melanjutkan pernikahan ini apapun alasannya. Ia sudah tak bisa lagi mempercayai Micho. Mungkin bahkan ia tak bisa lagi mempercayai siapapun, karena sahabat yang ia percayai pun bisa begitu tega mengkhianatinya. ---- “Lihat! Kemana gaun pengantinnya? Kenapa Aura justru pakai gaun hitam? Seperti sedang berkabung saja.” Suara-suara bernada sumbang terdengar memenuhi hall kediaman Damarta. Tapi Aura sama sekali tidak terpengaruh. Ia justru melangkah dengan elegan menuju ke altar. Tangannya dengan anggun memeluk sebuah buket bunga yang didominasi dengan mawar berwarna pastel dan baby breath. Senyuman mengembang dengan indahnya, seolah warna hitam tak mempunyai arti apapun baginya. Gadis itu berdiri tepat di depan altar, tempat dimana Micho berdiri menantikannya. Lelaki itu mengulurkan tangannya, namun Aura seolah tak melihatnya dan hanya berjalan lurus melewatinya. “Saya, Micho Damarta berjanji akan setia menemani Aura Dinata dalam suka dan menghibur dalam duka, serta menjaganya hingga akhir hidup saya,” ucap Micho di hadapan semua tamu yang hadir. “Benarkah?” tanya Aura dalam tatapannya yang dalam, seolah mampu mengobrak-abrik semua hal yang berusaha disembunyikan oleh Micho dengan sekuat tenaga. “Tentu saja,” jawab Micho dengan yakinnya. “Baiklah.” Aura kembali menyematkan senyumannya yang khas. Tentu saja ia bakal mengikuti arus kemana Micho akan menyeretnya, walau kali ini ia harus membalas pengkhianatan ini. “Saya, Aura Dinata, dengan ini menolak untuk menikahi Micho Damarta dan membatalkan ikatan pertunangan kami!” Mendengar ucapan Aura, seluruh tamu undangan pun menjadi ricuh. Mereka yang selama ini berasumsi bahwa pernikahan dua keluarga ini akan menjadi pernikahan aliansi paling spektakuler pun jadi sangat terkejut. “Kenapa kamu menolakku? Kamu sudah bosan sama aku? Atau … justru kamu sudah punya pacar baru?” Cecar Micho. “Kamu pingin tahu alasannya?” balas Aura. Gadis itu menjentikkan jarinya, membuat layar di atas panggung memperlihatkan sebuah kejadian yang sangat mengerikan. Saking mengerikannya, semua tamu yang datang sampai tak mampu berkata-kata. “Itu fitnah! Semua itu cuma editan dia!” kesal Micho sembari memaparkan beberapa alasan yang bisa dijadikan sebagai tamengnya, “Aura, aku tahu kamu lagi marah sama aku. Tapi … please. Jangan fitnah aku seperti ini.” “Aku bisa pastikan ini bukan rekayasa!”"Probability of sibling relationship: 99.98%." Matanya berkaca. "Kaluna ... benar-benar adik kandungku. Dari Papa ..." bisiknya lirih. Langkah cepat terdengar di balik pintu. Kaluna muncul dengan wajah tegang, masih mengenakan dress semi formal yang tak sempat ia ganti sejak kemarin. Begitu melihat wajah Aura yang mulai tersenyum, tubuhnya menegang. Aura berdiri. Kaluna menatapnya penuh harap. "Kita beneran saudara?" tanya Kaluna lirih, matanya nyaris tak berani menatap langsung. Aura tak menjawab dengan kata. Ia hanya membuka lengannya, lalu memeluk Kaluna erat. Kaluna terisak. "Kakak ..." gumamnya pelan untuk pertama kalinya. Seketika, Aura mencubit pipi Kaluna gemas. “Tapi jangan lagi tiru-tiru aku, ya?” Kaluna tersipu. “Aku cuma ... ingin terlihat seperti bagian dari kalian.” Aura tersenyum dan mengusap pipinya. “Kamu nggak perlu jadi duplikat siapapun. Jadi dirimu sendiri. Karena kamu akan jadi sempurna ... buat seseorang yang mencintaimu, bukan karena kamu mir
Namun perempuan itu tak berhenti. Ia justru menghunus pisau lipat kecil dari saku dalam jaketnya dan mengarahkannya ke pria di sebelah kanannya. “Jangan sentuh aku!” raungnya. Pria itu segera mundur. Linda memutar tubuhnya, mencoba kabur ke arah semak di balik rerimbunan. Arga maju lebih dulu. “Linda, berhenti!” “Kalian pikir bisa dengan mudah menangkapku!” serunya dengan napas memburu. Ricko sudah siaga di belakang, kameranya terangkat sedikit, tapi tetap membiarkan bayangan semak-semak menutupi sebagian pandangan agar tak langsung terlihat. Linda menusuk ke depan dengan cepat, mengayunkan pisaunya ke lengan salah satu pengawal. Pria itu tersentak karena luka ringan di lengannya. Arga maju lagi. “Tangkap dia hidup-hidup!” Linda menjerit kasar, mencoba mengayunkan kembali senjata tajamnya ke arah Arga. Tapi langkahnya terhenti ketika seseorang berdiri di hadapannya
Kaluna tertawa kecil. “Kalian pikir aku ancaman besar? Aku cuma ... Aku cuma ingin diakui.” Ricko menyipitkan mata. “Dan kau kira menjatuhkan Aura akan memberimu pengakuan?” Kaluna menggertakkan gigi, lalu berbisik, “Aku memang bukan siapa-siapa di keluarga Dinata. Tapi aku juga anak Robin Dinata.” Kalimat itu membuat Arga dan Ricko saling bertukar pandang cepat. “Aura tidak punya saudara. Dia putri tunggal Robin. Apa kamu punya bukti tentang itu?” tanya Arga dingin. “Tidak ada,” sahut Kaluna cepat. “Kecuali satu cincin tua yang pernah diberikan ibunya Aura pada ibu kandungku. Tapi sudah lama hilang. Linda yang merampasnya dariku.” Ricko mencondongkan tubuh. “Berarti Linda memanfaatkan fakta bahwa kamu anak Robin Dinata ... untuk menghancurkan Aura dari dalam.” Kaluna mengangguk pelan. “Awalnya aku menolak. Tapi ... aku juga ingin tahu rasanya dicintai. Aku tidak mau hidup sebatang kara lagi.” Arga menepuk meja. “Kamu tidak menjawab. Di mana Linda sekarang?” Kaluna te
Suara angin malam menyapu pelan taman belakang ballroom, membawa aroma bunga dan tanah basah. Di balik pepohonan besar yang tumbuh rapi seperti labirin, Ricko berdiri dalam diam, punggungnya bersandar ke batang pohon, tangan kiri menggenggam ponsel yang merekam seluruh percakapan Kaluna dengan Linda.Ia tidak bergerak. Nafasnya teratur. Tapi matanya tajam, menusuk setiap kata yang keluar dari mulut Kaluna yang terdengar dingin, terlatih dan penuh strategi.“Kalau kamu ingin tetap hidup dan tidak dijadikan kambing hitam resmi, ikuti saja permainanku ….”Kalimat itu menutup semuanya. Seperti paku terakhir di peti penuh kebohongan.Ricko menyentuh earbud-nya. “Rey. Aku punya sesuatu untukmu. Jangan minum lebih dari satu teguk. Ulangi. Hanya satu teguk. Kaluna bukan siapa yang kalian kira.”Tidak ada balasan suara. Tapi delay satu detik dari koneksi satelit pribadi mereka menandakan sinyal diterima.Ricko menutup jalur komunikasi dan
Langit malam telah berubah pekat. Di luar ballroom, udara dingin menyeruak pelan, membawa aroma bunga taman yang samar bercampur asap mobil dan udara basah sisa gerimis sore tadi. Langkah Kaluna tenang saat kembali dari sisi taman menuju ballroom. Tumit sepatunya beradu pelan dengan marmer lantai, dan di tangannya, sebuah gelas wine bening, dengan busa halus yang baru saja dituang bartender. Ia meniupnya ringan, seolah menguji suhu … lalu menambahkan setetes cairan bening dari vial kecil mungil yang ia selipkan di balik clutch bag-nya. Gerakannya cepat, terlatih, namun cukup elegan untuk tidak mengundang tanya siapa pun. Lalu ia masuk ke ruangan pesta, kembali menyatu dalam gelombang tamu-tamu penting yang bicara sambil tertawa kecil, diiringi musik jazz lembut dari panggung utama. Matanya langsung menangkap Rey yang tengah berdiri di dekat salah satu meja sisi, berbicara dengan pria paruh baya dari Liman Gro
Mobil hitam itu meluncur mulus menuju tempat acara, membelah senja yang mulai memudar. Di dalam kabin yang nyaman dan kedap suara, Rey duduk tenang di kursinya, sesekali melihat keluar jendela. Di sebelahnya, Kaluna duduk anggun, membenarkan lipatan gaunnya yang panjang menjuntai hingga ke lantai mobil.Gaun malam berwarna champagne dengan potongan leher V yang elegan menyempurnakan siluet tubuh Kaluna. Rambutnya digelung separuh ke belakang dengan detail jepit mutiara, persis seperti gaya Aura dalam berbagai foto resmi Dinata Group. Make up nya tipis, rapi, dan nyaris tanpa cela. Parfum mawar yang lembut kembali menguar, menyatu dengan aroma kulit mobil dan udara malam yang masuk melalui ventilasi.Rey sempat menoleh dan mengerutkan dahi tipis.Gaun itu ... rambut itu ... kilau kecil di sudut mata Kaluna, semuanya seperti membawa memori yang samar, tapi kuat.Namun ia tak mengatakan apa-apa.Sementara Kaluna menunduk sopan, tangan kecilnya menggenggam clutch bag dengan tenang.Mobil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments