LOGINBegitu pintu tertutup setelah Malika dibawa keluar oleh anak buah Alex dan ayahnya, seketika keheningan di dalam Markas itu mendadak menggantung. Tegang. Padat. Sampai-sampai juragan Opi bahkan tak berani bernafas terlalu keras.Alex berdiri tegak. Tidak berteriak.Tidak bergerak cepat. Namun auranya lebih mematikan daripada tombak yang diarahkan tepat ke dada.Dia melepas jas hitam yang tadi ia pakai, menyerahkannya pada anak buah di sampingnya, lalu menggulung lengan kemejanya perlahan, sangat perlahan.Itu saja sudah cukup membuat para penagih hutang memucat.Pedro mendongak dengan tubuh gemetar, masih terjatuh di kursi dengan pipi yang membiru akibat balok yang tadi dilempar Mira.Xander berdiri tepat di sisi Mira, tangan besar prianya menyentuh punggung Mira pelan, bukan menenangkan, tapi lebih ke memberi kode kalau ia akan menjaganya.Juragan Opi menggigil semakin keras.Alex menatap Pedro lama, sampai Pedro hampir merangkak mundur.“Sudah puas menyakiti Istri dan Ibu mertuaku s
Alex dan Xander menatap Malika bingung. Mereka takut menikah berubah pikiran. Sementara Pedro tersenyum. Ia pikir Malika iba padanya dan berusaha menghentikan suaminya. Namun senyum di wajah Pedro seketika hilang begitu Malika mendekat dengan tatapan membunuh. “Baby…” panggil Alex. Dia takut Malika kenapa-kenapa saat mendekati Pedro. Malika mengangkat tangannya tanda meminta Alex percaya padanya. Alex mengangguk, namun tetap setia berdiri tepat di belakang Malika. Ia siap kapan pun melindungi istrinya itu. Malika berhenti di depan Pedro . Ia menatapnya. Tatapannya gelap penuh luka yang tidak bisa sembuh dalam semalam. “Aku nggak mau buang waktu,” ucap Malika pelan. Tapi ketenangan itu lebih menakutkan daripada teriakan. Pedro berkedip. “Malika, Ayah–..” “BERHENTI!” Malika mengangkat tangan. “Jangan panggil aku pakai sebutan itu. Kamu nggak pantas?”
Alex, Xander, Mira dan Malika kini sudah tiba di markas tempat Alex menyekap Pedro, juragan Opi dan dua penagih hutang yang sering menyakiti Malika dan ibunya. Begitu turun dari mobil, Malika dan ibunya sedikit merinding melihat di sekitar tempat itu penuh dengan hutan. Dan hanya markas itu satu-satunya bangunan yang berdiri tempat di sana. “Ayo, Baby.” Ajak Alex. “Kamu sama Ibu nggak perlu takut. Tempat ini sengaja dibuat jauh dari perkotaan agar tidak ada musuh yang bisa melacaknya.” Lanjutnya Malika mengangguk. Dia pun mulai menenangkan dirinya. Begitu juga dengan ibunya. Alex menggandeng Malika, mereka berjalan setelah dua anak buah Alex lebih dulu berjalan di depan mereka. Xander dan Mira mengikuti di belakang. Xander juga memegang lengan Mira agar wanita itu tidak takut. “Selamat datang Bos.” Sapa anak buah Alex yang berja
Satu minggu berlalu sejak pernikahan Alex dan Malika.Dalam waktu sesingkat itu, dinamika keluarga kecil mereka berubah drastis.Alex dan Malika semakin dekat, hubungan mereka tidak lagi sekaku hari-hari pertama.Alex lebih lembut, lebih protektif, dan Malika mulai membalas perhatian itu dengan cara yang membuat hati pria itu luluh setiap hari.Sementara di sisi lain, Xander dan Mira pun ikut berubah, dari dua orang asing yang sama-sama membawa luka, menjadi dua sosok yang semakin nyaman satu sama lain.Kini, Mira memanggil Xander dengan sebutan Mas. Panggilan sederhana, namun cukup membuat telinga Xander memanas setiap kali mendengarnya.Ia sama sekali tidak menyangka wanita selembut itu akan menaruh begitu banyak hormat padanya. Dan setiap kali Mira melakukan hal itu, Xander merasa dihargai. Bahkan mungkin dibutuhkan.Seperti siang ini, begitu Mira dan Malika tiba di mansion setelah kontrol rumah sakit, Xander sudah menunggu mereka di ruang tengah.Ia seperti tidak sabar, duduk deng
“Aku serius, Baby. Aku yang menggantikan peranmu untuk memenuhi kebutuhan Ibu.” Ucap Alex mantap.Malika terdiam. Matanya berkedip cepat, mencoba mengusir air mata yang hendak jatuh. Ia mendongak pelan, menatap wajah tegas suaminya yang terasa begitu dekat.Alex mengusap pelan pipinya dengan ibu jari. “Kita udah jadi satu, Baby. Uangku juga uangmu. Dan tanggung jawabmu juga tanggung jawabku.”Malika menelan ludah. Dadanya bergetar.“Jangankan untuk menanggung biaya hidup Ibu, bahkan membuat hidup Ibu mewah dan membelikan rumah dan segalanya untuk Ibu, aku juga sanggup, Baby.”Kemudian Alex tersenyum nakal.“Ibu makannya sedikit. Sangat gampang ditanggung.”Mira langsung tersenyum malu, sementara Malika memukul pelan lengan Alex.“Kamu ih…”Aku jujur sayang.” Alex terkekeh pelan. “Ibu terlalu makan sedikit. Ibu harus makan banyak biar cepat sembuh. Biar kita bisa bawa ibu menemui mantan suaminya yang tidak tahu diri itu.”Mira mengangguk, matanya berbinar penuh semangat.“Iya Nak Alex.
“Alex, aku bisa sendiri…” Ucap Malika “Aku tahu.” Alex tersenyum tipis. “Tapi aku mau.”Dengan perlahan ia memotong steak Malika menjadi potongan kecil, tidak kasar seperti biasanya kalau ia makan sendiri. Setiap gerakan terlihat hati-hati dan lembut, seolah ia memegang sesuatu yang sangat penting.Malika menatapnya lama lalu menunduk, senyumnya muncul tanpa bisa ditahan.Xander melihat adegan itu. Dadanya hangat, hangat yang sangat jarang ia rasakan.Dalam hati, ia membisikkan sesuatu yang bahkan tidak ditujukan pada siapapun yang ada di ruangan itu.“Jose… putramu yang aku anggap anak kandungku, dia berubah. Lihat, Jose. Sekarang sudah ada senyum di wajahnya. Senyum yang dulu hilang sejak hari itu. Hari di mana kamu memutuskan untuk menyerah.”Tatapan Xander tertuju pada Alex yang kini menaruh piring berisi steak yang sudah dipotong di depan Malika.“Dia menemukan gadis baik, sederhana, polos, tapi tulus mencintainya. Dan putramu, dia juga mencintai gadis itu yang sekarang jadi ist







