Share

Dendam, Cinta, dan Gairah
Dendam, Cinta, dan Gairah
Author: Sinokmput

1. Prolog

Plak...

Tamparan keras itu mendarat sempurna di pipi Bianca. Wanita berusia 25 tahun itu menatap tidak percaya pada ayahnya. Matanya tampak berkaca-kaca dengan bibir kelu yang tidak mampu berucap.

"Mau tak mau, kau harus menikah dengan Reymond besok. Ayah tak menerima penolakan, Ayah tidak mau menanggung malu karena ulah kakakmu!" bentak Ayah Bianca dengan mata melotot sempurna. Lelaki paruh baya yang memiliki postur tubuh berisi meskipun sudah termakan usia itu tampak berkacak pinggang dengan marah.

"Tapi, Ayah, ini semua salah Levi, kenapa harus aku yang menanggungnya?" tanya Bianca dengan mata memerah menahan tangisannya. Wanita itu duduk bersimpuh di lantai, mendongak iba pada sang ayah--seolah sikapnya ingin dikasihani.

"Ayah tak mau dengar, persiapkan dirimu untuk besok!"

Namun, ayahnya benar-benar keras kepala. Setelah berkata seperti itu, ayah Bianca langsung keluar sambil membanting pintu kamar Bianca. Dia tak peduli dengan apa yang dirasakan oleh Bianca saat ini. Yang terpenting, dia tidak mau dipermalukan, martabatnya yang sangat tinggi tidak boleh dihancurkan karena anaknya yang tidak tahu diri itu.

Sedangkan Bianca langsung terkulai lemas begitu saja, tangannya meraih kedua lututnya sambil menyembunyikan wajahnya di sana. Tangis Bianca pecah, apa yang harus dia lakukan sekarang? Haruskah Bianca menerima pernikahan paksa ini?

Tidak!

Bianca mendongakkan kembali wajahnya sambil mengusap air matanya dengan kasar. Dia tidak menerima pernikahan ini. Bianca tidak mengenal Raymond, dan Bianca tidak mau menghabiskan hidupnya dengan orang yang tidak dia cintai. Lagi pula, bukan dia yang seharusnya ada di posisi ini.

Di sela-sela tangisannya, sebuah ide melintas begitu saja di kepalanya, dia bangun dengan segera dan menuju ke arah lemarinya. Bianca mengambil tas yang ada di atas lemari, membuka lemari dan mengambil beberapa baju untuk dimasukkan di tasnya. Dia juga membawa semua uang tabungannya, tak lupa dengan beberapa barang yang dibutuhkannya.

Bianca menyelesaikan semuanya dengan cepat, setelahnya dia bergerak mengunci pintu. Ya, Bianca berencana akan kabur malam ini. Sudah cukup baginya yang selalu mengorbankan perasaannya demi kakaknya yang sombong itu. Sekarang waktunya Bianca untuk memberontak, mencari kehidupannya sendiri, dan meraih kebebasannya dari rumah yang selalu seperti neraka baginya.

Bianca berjalan ke arah balkon kamarnya dan menengok ke arah bawah. Bianca sedikit gugup melihat ternyata jarak antara tanah di bawah dan kamarnya itu sangat tinggi.

Bianca mencoba menarik dan menghembuskan nafasnya perlahan. Memejamkan matanya sambil bergumam dalam hati, meyakinkan dirinya sendiri jika dia bisa melakukan semua ini.

Dia berbalik mengambil tasnya lagi, menggendongnya dan mulai mengikat satu-persatu selimut yang ditemukan di lemarinya. Setelah selesai, dia segera mengikatnya di pagar pembatas balkonnya. Tali dari selimut itu dia gunakan untuk turun ke bawah.

Meskipun dengan tubuh gemetaran takut terjatuh, tapi Bianca berhasil turun sampai bawah. Bianca berjalan mengendap untuk sampai di pintu gerbang. Dia merasa sedikit was-was karena banyak orang yang berkeliaran di halaman rumahnya.

Rumahnya memang ramai hari ini, seharusnya kakaknya itu yang menikah dengan Raymond. Tapi ternyata kakaknya ketahuan hamil dengan lelaki lain dan Raymond tak menerima hal itu. Akhirnya ayahnya memutuskan agar Bianca menggantikan posisi kakaknya. Tapi Bianca tak mau, dia mendengar di kampus bagaimana watak Raymond, dia adalah orang yang kejam dan suka menindas.

Pandangan Bianca teralihkan pada mobil yang akan keluar. Bianca memperhatikan lagi siapa yang ada di balik kemudi. Setelah yakin jika orang itu bukan orang-orang ayahnya, Bianca langsung berlari begitu saja dan masuk ke dalam mobil dengan tergesa.

Brak...

Bianca menutup pintu itu dengan kasar, dia menatap tajam pada orang yang ada di sampingnya. "Cepat jalan!" perintahnya.

"Tapi, Nona." Orang yang sedang duduk di depan setir mobil itu masih terlihat kaget dengan kedatangan tiba-tiba Bianca. Tapi karena Bianca mengacungkan sebuah gunting padanya, akhirnya dia tak bertanya lebih lanjut dan segera melajukan mobilnya.

Penjaga gerbang membiarkan mereka pergi begitu saja, karena mereka pikir itu adalah orang-orang yang mengurus Wedding Organizer untuk besok.

Bianca sesekali melihat ke arah belakang, memastikan bahwa dia tidak ketahuan dan dibuntuti. Barulah setelah yakin, dia menghadap ke arah depan dan bernafas lega.

"Nona," panggil sopir tersebut dengan takut, karena sedari tadi Bianca masih menodongkan gunting padanya.

Bianca yang menyadari perbuatannya langsung menarik guntingnya dengan cepat, dia sedikit meringis menyadari jika perbuatannya sedikit brutal. Tapi tiba-tiba dia menodongkan guntingnya lagi pada orang itu dan menatapnya dengan tajam.

"Kau, turunlah di sini. Aku perlu mobil ini untuk kabur." Bianca mengancam sambil mendekatkan gunting tersebut ke perut orang di sampingnya itu.

"Nona, jangan lakukan itu. Oke ... oke, aku akan turun sekarang." Tubuh orang itu gemetar dengan hebat, keringat dingin mengucur deras di dahinya. Akhirnya dengan terpaksa, dia menghentikan mobilnya di sisi jalan.

Bianca tak menyia-nyiakan hal itu, melihat orang yang mempunyai mobil ini sudah keluar, dia segera berpindah tempat ke arah kemudi. Bianca melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Entah sudah berapa lama Bianca berkendara, sampai dia tak sadar jika hari sudah semakin gelap. Bianca mengumpat ketika mobil yang dinaikinya kehabisan bahan bakar. Dia keluar dari mobil, menendang ban mobilnya untuk melampiaskan kekesalannya.

Tapi dia sedikit merinding, di tempatnya saat ini berdiri adalah sebuah hutan yang sangat sepi. Penerangan di sini juga sangat gelap, hanya ada cahaya bulan yang menemani Bianca di hari menjelang fajar kali ini.

"Bagaimana ini? Sepertinya ini bukan kawasan yang sering dilalui kendaraan?" gumam Bianca pelan.

Di tengah-tengah sepinya malam ini, Bianca bergidik ketika mendengar suara rintihan minta tolong. Kepalanya menoleh kesana kemari, mencari orang di sekitarnya, tapi tak ada siapa pun di sini.

"Tolong..."

Suara rintihan itu semakin jelas, membuat Bianca semakin penasaran. Dia akhirnya berjalan sedikit masuk ke arah pepohonan di sampingnya, yang dia yakini jika suara itu berasal dari sana.

"Halo... apa ada orang di sini?" teriak Bianca sambil mengawasi sekitarnya.

"Tolong..."

Bianca mempertajam pendengarannya, dia semakin masuk ke dalam hutan untuk mencari asal suara tersebut. Sampai matanya melebar, ketika melihat seorang lelaki yang duduk bersandar di sebuah batu di bawah sinar rembulan. Bianca langsung berlari mendekati lelaki tersebut.

"Tuan ... Tuan, Anda tak apa?" tanya Bianca panik, menyadari jika dada lelaki di depannya itu mengeluarkan banyak darah.

Bianca mencoba menarik tangan lelaki itu, dia meletakkannya di bahunya dan mencoba membangunkan lelaki tersebut.

"Argh..."

Ternyata Bianca tak kuat untuk memapah lelaki tersebut, dan dia malah jatuh, tubuhnya menimpa lelaki di depannya.

"Maaf, maafkan saya, Tuan." Bianca merasa bersalah karena dia menyebabkan lelaki itu merintih kesakitan karena ulah dirinya.

"Alexander." Tiba-tiba lelaki di depan Bianca berbicara lirih, mencoba mengeluarkan tenaganya agar dia bisa bersuara.

"Anda mengatakan apa, Tuan?" tanya Bianca, karena dia benar-benar tak mendengar apa yang diucapkan lelaki tersebut.

"Alexander."

Bianca mendekatkan telinganya pada bibir lelaki tersebut, akhirnya dia bisa mendengar sebuah nama keluar dari mulut lelaki tersebut. Tapi belum sampai Bianca bertanya lebih lanjut, lelaki tersebut terbatuk mengeluarkan banyak darah. Nafasnya perlahan melemah, dan dia menutup matanya di depan Bianca.

"Tuan ... Tuan bangun...."

Bianca menjadi panik, dia mencoba menggoyangkan tubuh lelaki di depannya. Tapi percuma, tubuhnya sudah lemas tak bernyawa.

Tiba-tiba Bianca mendengar suara mobil terhenti, dia segera bangun dan berteriak meminta pertolongan. Bianca berlari, matanya berbinar melihat ada beberapa orang di depannya. Tapi tiba-tiba...

DOR...

Tubuh Bianca ambruk begitu saja ketika kakinya tertembak, senyum kepuasan setelah melihat akan ada orang yang menolong, menjadi sirna. Matanya meredup, sekilas sebelum dia pingsan, dia bisa melihat seorang yang ada di depannya menatapnya tajam, sambil membawa sebuah pistol dalam genggamannya.

**

Sinokmput

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Julee
jejak.......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status