Meskipun semua ini kesalahanku, aku tetap tidak akan melepaskanmu, Bianca...! SEKUEL CERITA YOU ARE MINE, MARIA Amarah itu membuat Xavier kalap, sehingga membuat wanita yang ditemukannya di samping mayat sahabatnya menjadi sasaran dendamnya. Xavier membawa wanita itu ke dalam perangkapnya, membuat jeratan agar wanita itu tak bisa terlepas. Tapi apa jadinya jika sebuah kebenaran mulai terungkap? Akankah Xavier melepaskan Sang Tawanan?
View MorePlak ....
Tamparan keras itu mendarat sempurna di pipi Bianca. Wanita berusia 25 tahun itu menatap tidak percaya pada ayahnya. Matanya berkaca-kaca dengan bibir kelu yang tidak mampu berucap. "Mau tidak mau, kau harus menikah dengan Raymond. Aku tak menerima penolakan dan aku tidak mau menanggung malu karena ulah kakakmu!" bentak Ayah Bianca dengan mata melotot. Lelaki paruh baya yang memiliki postur tubuh berisi meskipun sudah termakan usia itu tampak berkacak pinggang dengan marah. Napasnya beradu berat seiring dadanya yang naik turun. "Tapi, Ayah, ini semua salah Levi. Kenapa harus aku yang menanggungnya?" tanya Bianca bergetar. Matanya memerah menahan tangisan. Bersimpuh di lantai, dia mendongak iba pada sang ayah--sikapnya ingin dikasihani. "Aku tak mau dengar, persiapkan dirimu untuk besok!" Namun, lelaki paruh baya itu benar-benar keras kepala. Setelah memberikan ultimatum telak, ayah Bianca langsung keluar sambil membanting pintu. Dia sama sekali tak peduli dengan apa yang dirasakan anak bungsunya. Yang terpenting, dia tidak mau dipermalukan, martabatnya yang sangat tinggi tidak boleh dihancurkan karena anak sulungnya yang tidak tahu diri hamil dengan lelaki lain saat dia sudah menerima pinangan anak temannya demi bisnis. Bianca terkulai lemas begitu saja, tangannya meraih kedua lutut sambil menyembunyikan wajah. Tangis Bianca pecah. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Haruskah Bianca menerima pernikahan paksa ini? Tidak! Dia mendongak kembali sambil mengusap air matanya dengan kasar. Dia tidak menerima pernikahan ini. Bianca tidak mengenal Raymond dan dia tidak mau menghabiskan hidupnya dengan orang yang tidak dia cintai. Lagi pula, bukan dia yang seharusnya ada di posisi ini. Di sela-sela tangisnya, sebuah ide melintas begitu saja dalam pikiran. Bianca beranjak bangun dan langsung menuju lemari. Tangannya meraih tas yang ada di atas, membuka lemari dan mengambil beberapa baju untuk dimasukkan. Dia juga membawa semua uang tabungannya, tak lupa dengan beberapa barang penting yang dibutuhkan. Bianca menyelesaikan semuanya dengan cepat, setelahnya bergerak mengunci pintu. Wanita itu berencana kabur malam ini. Sudah cukup baginya selalu mengorbankan perasaan demi kakaknya yang sombong itu. Sekarang waktunya Bianca untuk memberontak, mencari kehidupannya sendiri, dan meraih kebebasannya dari rumah yang selalu seperti neraka baginya. Dia berjalan ke arah balkon kamar dan menengok ke bawah. Sedikit gugup melihat ternyata jarak antara tanah dan kamarnya sangat tinggi. Embusan napas panjang berkali-kali Bianca lakukan. Dia memejamkan mata sambil bergumam dalam hati untuk meyakinkan dirinya sendiri jika dia bisa melakukan semua ini. Dia berbalik mengambil tas, menggendongnya, dan mulai mengikat satu-persatu selimut yang dia temukan di lemari. Setelah selesai, dia segera mengikatnya di pagar pembatas balkon. Tali dari selimut itu dia gunakan untuk turun ke bawah. Meskipun dengan tubuh gemetar takut terjatuh, tapi Bianca berhasil turun. Dia berjalan mengendap untuk sampai di pintu gerbang. Merasa sedikit was-was karena banyak orang yang berkeliaran di halaman rumah. Rumah memang ramai hari ini, seharusnya kakaknya yang menikah dengan Raymond. Namun, ternyata kakaknya ketahuan hamil dengan lelaki lain dan Raymond tak menerima hal itu. Akhirnya ayahnya memutuskan agar dia menggantikan posisi kakaknya. Namun, Bianca tak mau, bukan dia yang seharusnya bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi. Pandangan Bianca teralihkan pada mobil yang akan keluar. Dia memperhatikan lagi siapa yang ada di balik kemudi. Setelah yakin jika orang itu bukan orang-orang ayahnya, Bianca langsung berlari begitu saja dan masuk ke mobil dengan tergesa. Brak .... Menutup pintu itu dengan kasar, dia menatap tajam orang yang ada di sampingnya. "Cepat jalan!" perintahnya. "Tapi, Nona." Orang yang sedang duduk di depan setir mobil itu masih terlihat kaget dengan kedatangan tiba-tiba Bianca. Namun, karena Bianca mengacungkan sebuah gunting padanya, akhirnya dia tak bertanya lebih lanjut dan segera melajukan mobil. Penjaga gerbang membiarkan mereka pergi begitu saja, karena berpikir itu adalah orang-orang yang mengurus Wedding Organizer untuk besok. Bianca sesekali melihat ke belakang, memastikan bahwa dia tidak ketahuan dan dibuntuti. Barulah setelah yakin, dia menghadap kedepan dan bernafas lega. "Nona," panggil sopir tersebut dengan takut, karena sedari tadi Bianca masih menodongkan gunting padanya. Bianca yang menyadari perbuatannya langsung menarik gunting dengan cepat, dia sedikit meringis menyadari jika perbuatannya sedikit brutal. Namun, tiba-tiba dia menodongkan guntingnya lagi pada orang itu dan menatapnya dengan tajam. "Kau, turunlah di sini. Aku perlu mobil ini untuk kabur." Bianca mengancam sambil mendekatkan gunting tersebut ke perut orang di sampingnya. "Nona, jangan lakukan itu. Oke ... oke, aku akan turun sekarang." Tubuh orang itu gemetar dengan hebat, keringat dingin mengucur deras di dahi. Akhirnya dengan terpaksa, dia menghentikan mobilnya di sisi jalan. Bianca tak menyia-nyiakan hal itu, melihat orang yang mempunyai mobil sudah keluar, dia segera berpindah tempat ke belakang kemudi. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk pergi dari sana. Entah sudah berapa lama dia berkendara, sampai dia tak sadar jika hari sudah semakin larut. Bianca mengumpat ketika mobil yang dinaikinya kehabisan bahan bakar. Dia keluar, menendang ban mobilnya untuk melampiaskan kekesalan. Akan tetapi, seketika dia merinding menyadari tempatnya berdiri adalah sebuah hutan yang sangat sepi. Penerangan di sini sangat gelap, hanya ada cahaya bulan yang menemani Bianca di hari menjelang fajar kali ini. "Bagaimana ini? Sepertinya ini bukan kawasan yang sering dilalui kendaraan?" gumam Bianca pelan. Di tengah-tengah sepinya malam, Bianca bergidik ketika mendengar suara rintihan minta tolong. Kepalanya menoleh ke sana kemari mencari orang di sekitarnya, tapi tak ada siapa pun di sini. "Tolong ...." Suara rintihan itu semakin jelas, membuat Bianca semakin penasaran. Dia akhirnya berjalan sedikit masuk ke arah pepohonan di sampingnya, yang dia yakini jika suara itu berasal dari sana. "Halo ... apa ada orang di sini?" teriak Bianca sambil mengawasi sekitar. "Tolong ...." Bianca mempertajam pendengarannya dan semakin masuk ke dalam hutan untuk mencari asal suara tersebut. Sampai matanya melebar ketika melihat seorang lelaki yang duduk bersandar di sebuah batu di bawah sinar rembulan. Bianca langsung berlari mendekati lelaki tersebut. "Tuan ... Tuan, Anda tak apa?" tanya Bianca panik, menyadari jika dada lelaki di depannya itu mengeluarkan banyak darah. Dia mencoba menarik tangan lelaki itu dan meletakkannya di bahu, mencoba menariknya berdiri. "Argh ...." Ternyata Bianca tak kuat untuk memapah lelaki tersebut dan dia malah jatuh, tubuhnya menimpa lelaki tersebut. "Maaf, maafkan saya, Tuan." Bianca merasa bersalah karena dia menyebabkan lelaki itu merintih kesakitan karena ulah dirinya. "Alexander." Tiba-tiba lelaki di depan Bianca berbicara lirih, mencoba mengeluarkan tenaga agar dia bisa bersuara. "Anda mengatakan apa, Tuan?" tanya Bianca yang benar-benar tak mendengar apa yang diucapkan lelaki tersebut. "Alexander." Bianca mendekatkan telinga, akhirnya dia bisa mendengar sebuah nama keluar dari mulut lelaki itu. Namun, belum sampai Bianca bertanya lebih lanjut, lelaki itu terbatuk mengeluarkan banyak darah. Nafasnya perlahan melemah dan dia menutup mata di depan Bianca. "Tuan ... Tuan bangun ...." Bianca menjadi panik, dia mencoba menggoyangkan tubuh lelaki di depannya. Namun, percuma, tubuh itu sudah lemas tak bernyawa. Tiba-tiba Bianca mendengar suara mobil terhenti, dia segera bangun dan berteriak meminta pertolongan. Bianca berlari, matanya berbinar melihat ada beberapa orang di depannya. Namun, tiba-tiba .... Dor .... Tubuh Bianca ambruk begitu saja ketika kakinya tertembak, senyum kepuasan setelah melihat akan ada orang yang menolong, menjadi sirna. Matanya meredup, sekilas sebelum dia pingsan, dia bisa melihat seorang yang ada di depannya menatapnya tajam penuh dendam sambil membawa sebuah pistol dalam genggaman."Xavier," panggil Bianca sekali lagi, karena lelaki itu tak merespon. Dia yang awalnya rebahan di sofa, kini beranjak untuk mendekati Xavier. "Hey, ada apa?" tanya Bianca sekali lagi dengan raut wajah yang cemas, apalagi saat melihat Xavier terlihat begitu serius. Embusan napas kasar terdengar dari bibir Xavier. Dia yang tadinya sedang mengancingkan baju kemejanya, mulai terhenti. Dia berbalik untuk menatap Bianca, sedangkan tubuhnya menyandar pada lemari. "Ada masalah dengan pengiriman barang-barangku, Bianca. Seseorang telah mencurinya," jawab Xavier terkesan lemas. "Barang apa?" tanya Bianca dengan dahi berkerut dalam. Seulas senyum tipis terukir di bibir Xavier. Dia mengacak-acak rambut Bianca dengan sedikit kasar. "Kau tak akan paham, sekalipun aku menjelaskan."Lelaki itu kembali merapikan pakaiannya, setelah siap, dia menatap Bianca dengan lekat. Kedua tangannya menangkup pipi Bianca, tatapannya begitu lembut pada wanita itu. "Jangan khawatir, semuanya pasti akan baik-baik
"Maafkan aku, Bianca, tapi aku tidak bisa meneruskan ini," lirih Xavier masih dengan napas terengah begitu ciumannya terlepas. Dia memejamkan mata, sambil menyatukan keningnya di kening Bianca. Lelaki itu masih berada di atas tubuh Bianca, dengan tangan sedikit menopang agar tak menindih wanita itu. Bianca mengangguk pelan, dia ikut memejamkan mata, seolah meresap kehangatan napas Xavier yang menerpa wajahnya. Tangannya masih melingkar apik di leher Xavier, dengan kaki yang sudah terbuka. "Maafkan aku," ucap Xavier sekali lagi. Dia mengecup kening Bianca lalu bangun dengan perlahan. Penampilan mereka benar-benar sudah berantakan saat ini. Xavier yang bertelanjang dada dengan pakaian yang sudah tercecer di lantai, dengan Bianca yang kancing blousenya sudah terlepas sebagian. Rambut wanita itu bahkan terlihat acak-acakan saat mencoba untuk bangun. "Apa semua ini salah bagimu, Xavier? Apa kali ini kau akan bilang kau kalap lagi?" tanya Bianca dengan tatapan
"Xavier," ucap Bianca lirih begitu ciuman mereka terlepas. Napasnya tampak kepayahan, akibat Xavier tak membiarkannya bernapas sedikit pun. Matanya juga tampak sendu dengan jantung yang berdegup kencang. Tangan Bianca masih mencengkram bahu Xavier dengan keras. Xavier tak menjawab, lelaki itu malah membawa Bianca berenang ke tepian. Tapi bukannya mengajak wanita itu naik, Xavier malah menggendong Bianca dalam air. Dia membiarkan kaki wanita itu melingkar pada pinggulnya, dengan tangan yang memeluk lehernya erat. Mata Xavier menatap wajah Bianca tanpa berkedip, kedua tangannya bahkan sudah menangkup pipi wanita itu. Lagi-lagi, tanpa aba-aba, dia kembali mencium bibir Bianca. Kali ini ciuman itu terkesan sedikit liar, keduanya saling membalas dengan rakus. Melumat bahkan menggigit kecil bibir satu sama lain. Berpindah posisi kepala saling miring dari kiri ke kanan. Langit seolah mendukung, sore yang beranjak malam menampilkan senja yang begitu indah. Angin bertiup lembut mengiringi
"Grace, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Xavier dengan dahi berkerut dalam saat menatap sang kekasih. "Siapa dia?" tanya Xavier lagi, melirik sadis lelaki yang ada di samping Grace. Grace terkekeh, saat melihat tatapan cemburu dari Xavier. Dia menggenggam tangan lelaki itu dengan lembut. "Dia David, klien baruku. Kami baru saja membicarakan bisnis di sini," kata Grace. Tiba-tiba saja dia berjinjit untuk lebih mendekat ke arah Xavier, dengan nada yang berbisik, dia mulai berkata, "Kau tahu, dia menawariku menjadi model iklan sebuah produk dari perusahaannya, dan harganya benar-benar fantastis." "Grace." Xavier sedikit menggeram setelah mendengar ucapan Grace, dia menatap tajam kekasihnya. Dengan nada yang angkuh, dia mulai berkata, "Aku bahkan bisa memberikanmu semuanya, kenapa kau masih saja menerima pekerjaan seperti ini? Bukankah kau hilang akan libur panjang untuk menemaniku?" Mata Grace melotot, dia langsung menarik tangan Xavier untuk sedikit menjauh dari David dan juga
"Bianca…." "Bi…." Xavier memanggil-manggil nama wanita yang sekarang menjadi asistennya tersebut, dia juga mengguncang kecil baju Bianca untuk membangunkan wanita itu. Tatapan Xavier begitu lekat, saat memandangi wajah pulas Bianca yang tertidur. Hal ini tentu saja membuat Bianca terusik, dia melenguh sebentar, mencoba mengganti posisi kepalanya ke samping untuk kembali tidur. Tapi ketika dia merasakan sentuhan pada bahunya, tiba-tiba saja dia merasa terkejut. Wanita itu bangun dengan wajah yang kaget, apalagi saat melihat Xavier ada di depannya. Alis Xavier terangkat sebelah melihat hal itu, dia tidak tahan untuk tersenyum karena tingkah Bianca terlihat menggemaskan. Apalagi dengan mata bulat sempurna Bianca yang melotot dengan tubuh yang menegang. "Kau tidak apa-apa?" tanya Xavier yang masih duduk di meja, menatap Bianca lekat. "Xavier…." Bianca sendiri tampak salah tingkah, wanita itu menjadi gugup lalu berpura-pura sibu
"Bianca, kau sudah siap?" Wanita yang baru saja merapikan rambutnya itu segera menoleh ketika mendengar namanya dipanggil. Dia dengan cepat berdiri, berjalan menuju pintu dan membukanya. Bisa Bianca lihat, Noah tengah berdiri di depan kamarnya dengan wajah terlihat datar tanpa emosi. "Hai, Noah," sapa Bianca, meskipun begitu dia tetap memberikan senyum manisnya pada lelaki itu. . "Apa kau sudah siap? Xavier memintaku mengajakmu ke kantor sekarang," kata Noah to the point, mengungkapkan alasannya menghampiri Bianca di pagi hari. "Ah, ya, bisakah kau tunggu sebentar, aku akan mengambil tasku," kata Bianca. Dia bahkan tak menunggu respon Noah dan kembali masuk begitu saja. Kakinya yang masih pincang saat dibawa berjalan, membuatnya tampak kesusahan. Bahkan beberapa kali dia meloncat dengan satu kaki, agar langkahnya tak terlalu lambat. Bianca kembali ke meja riasnya, memoles lipstik di bibirnya dengan tergesa, lalu mengambil tas yang te
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments