Bianca mencoba berdiri, kepalanya menoleh kesana kemari dengan panik. Ketika dia berbalik dan ingin pergi, tangannya tiba-tiba ditarik oleh lelaki di belakangnya.
"Hei, kau kabur lagi, ya?" tanya lelaki itu menatap Bianca tajam.
"Lepas ... tolong lepaskan aku!" Bianca mencoba berontak, tapi genggaman tangan lelaki itu sangat kuat, membuat tangannya malah merasakan sakit.
Mata Bianca melotot melihat beberapa anak buah Xavier sudah ada di depannya. Wanita itu hanya bisa mengumpat dalam hati ketika rencana kaburnya gagal.
Tujuh orang lelaki datang mengerubungi Bianca, meskipun mereka terlihat lelah, tapi wajah mereka tetap segarang biasanya.
"Jika Xavier tahu tawanannya lepas, matilah kalian semua!" seru Scoot. Dia adalah lelaki
Suara ketikan di keyboard memenuhi ruangan bernuansa klasik tersebut. Karena ada urusan mendadak, mengharuskan Xavier datang ke perusahaan.Dia adalah tipikal orang yang suka bekerja di rumah, karena baginya keramaian bisa mengusik ketenangannya. Hanya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu saja dia akan datang. Seperti saat ini.Pintu ruangan diketuk, membuat perhatian Xavier teralihkan. Dia mempersilahkan masuk seseorang yang ternyata sekretarisnya."Selamat siang, Tuan. Ini berkas yang Anda minta." kata Devan.Xavier hanya mengangguk dan mulai memeriksa berkas di depannya. Setelah semuanya sesuai, dia menutup kembali berkas tersebut."Saya juga ingin menyampaikan, pertemuan makan siang Anda dengan tuan Edmund satu jam la
Xavier baru saja selesai menelpon adiknya, sekarang dia ada di dalam mobil, menunggu kedatangan adiknya. Dia sama sekali tidak ada niatan untuk melepaskan borgolnya bersama Bianca. Lelaki itu masih berantipasi jika saja Bianca akan kabur.Jendela mobil diketuk membuat perhatian Xavier teralihkan, lelaki itu membuka kunci pada mobilnya dan membiarkan Raylin untuk masuk."Bianca," pekik Raylin terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Raylin dengan heran."Mom memintanya mengambil bunga," ungkap Xavier tidak membiarkan Bianca untuk menjawab. Lelaki itu mulai melajukan mobilnya kembali."Hei, tangan kalian!" Raylin kembali terkejut ketika melihat tangan kakaknya dan Bianca sedang terborgol."Dia takut aku akan kabur," sind
Bunyi berisik dari orang-orang yang berteriak membuat perhatian Bianca teralihkan. Wanita itu merasa penasaran dan mulai menghampiri asal suara. Dia merasa kaget ketika melihat Xavier sedang dipapah oleh Alexander. Di belakangnya beberapa penjaga mengikuti mereka."Apa yang terjadi?" tanya Bianca mencoba mendekat, tapi tak ada yang menjawab pertanyaannya.Meskipun begitu, Bianca tetap mengikuti ke mana Alexander membawa Xavier. Mereka menaiki tangga menuju kamar Xavier."Di mana nyonya Maria?" tanya Alexander pada Bianca."Nyonya baru saja keluar bersama Raylin tadi. Tuan Jaccob yang menjemput mereka." jawab Bianca.Alexander mendesah kasar, wajahnya terlihat cemas ketika menatap Xavier. "Tolong jaga tuan sebentar, aku
Xavier benar-benar telah keterlaluan mengerjai Bianca. Lelaki itu bahkan menyuruh Bianca untuk menggosok seluruh tubuhnya. Seolah urat malu lelaki itu telah putus, dia hanya memakai pakaian dalam ketika Bianca membantunya untuk mandi.Bianca sendiri terlihat pasrah. Meskipun begitu, sejak tadi dia hanya memejamkan mata saat menyentuh tubuh Xavier. Jantung wanita itu berdegup sangat kencang, saat tak sengaja melihat singa milik Xavier yang menyembul di balik pakaian segitiga itu."Kau sudah bersih saat ini." Tiba-tiba Bianca berdiri. Wanita itu memunggungi Xavier, tak ingin melihat lelaki tersebut."Bagaimana kau tahu tubuhku sudah bersih, jika sedari tadi kau memejamkan mata," sindir Xavier. Entah mengapa ada perasaan senang ketika dia menggoda wanita tersebut."Ke
"Xavier, kemarilah," kata Maria begitu wanita itu melihat putranya. Tangannya melambai dengan senyum paling manis, wanita paruh baya itu sedang duduk di meja makan bersama Bianca.Xavier tersenyum, tak mampu menolak pesona ibunya. Lelaki itu berjalan dengan pincang menuju kursi di samping ibunya. "Apa ini?" tanyanya heran melihat meja yang berantakan."Mommy sedang membuat kue dari resep yang diberikan Bianca. Rasanya benar-benar lezat, kau mau mencoba?" tanya Maria menatap putranya.Tak ingin mengecewakan sang ibu, Xavier mengangguk. Sesekali dia melirik ke arah Bianca yang sedang menghias roti.Maria mengambil roti yang ada di depannya. Roti itu benar-benar terlihat menggoda dengan sentuhan buah berry di atasnya. Warnanya yang merah membuat roti tersebut bertambah mena
Merasakan ciumannya tak bersambut, membuat Xavier menghentikan aktivitasnya. Perlahan lelaki itu melepaskan ciumannya dan menjauhkan wajahnya.Wajahnya menegang, saat tahu ternyata ini semua nyata. Yang Xavier pikirkan tadi hanyalah halusinasi saja. Kini lelaki itu menjadi gugup, menatap Manda dengan salah tingkah."Sepertinya aku terlalu banyak minum alkohol," gumamnya dengan senyuman paksa.Wajah Bianca masih kaku seperti tadi. Tapi menyadari pelukan Xavier terlepas, dengan cepat dia beranjak dari sana. Dia menatap Xavier dengan pandangan rumit."Kau merebut ciuman pertamaku," bisik Manda merasa marah. Wanita itu sampai berkaca-kaca dengan tangan yang menyentuh bibir.Hal ini membuat Xavier salah tingkah, dia belum pernah d
Sejak hari itu, Xavier sedikit menjauh dari Bianca. Lelaki itu tak ingin menanggung resiko oleh perasaan yang diciptakan Bianca. Dia tidak mau mengkhianati kekasihnya dengan membiarkan Bianca mempunyai perasaan padanya.Tapi kehadiran Bianca di rumah, serta apapun yang dilakukan wanita itu sungguh mengusik pikiran Xavier. Lelaki itu sekarang lebih sering memperhatikan Bianca dalam diam. Entah apa yang dia rasakan kini, dia tak tahu. Tapi ada secercah rasa gundah jika sehari saja dia tak melihat Bianca."Xavier, apa kau tak mendengarkan penjelasanku?"Ucapan itu membuat Xavier tersentak, dia menoleh dan melihat Noah ada di depannya. Lelaki itu memegang sebuah kertas sambil menatap dirinya tajam.Embusan napas pelan terdengar dari bibir Xavier. Lelaki itu memejamkan matany
Hari itu juga, Xavier dan Noah mendatangi tempat yang disinyalir menjadi asal Bianca. Keduanya pergi diam-diam, bahkan tak ada orang rumah yang tahu kemana tujuan mereka. Hal yang pertama kali Noah datangi adalah kampus Bianca. Noah bahkan mengajak Xavier untuk masuk ke tempat tersebut. Dia mengingat lagi laporan yang didapatnya kemarin, dan membawa Xavier ke orang-orang yang kenal Bianca. "Kau lihat, mereka benar-benar mengenal Bianca, Xavier," keluh Noah menggebu karena sahabatnya itu masih belum percaya seratus persen. "Bagaimana jika mereka dibayar Constantine untuk berpura-pura?" tuduh Xavier. "Kau selalu berburuk sangka," gumam Noah tak suka. Menghela napas kasar, Xavier mulai duduk dengan tegak. Keduanya sedang ada di kantin kampus, memesan minuman dan mengintrogasi beberapa orang yang dibawa oleh anak buah Xavier. Baru saja Xavier ingin menyeruput minumannya, seorang wanita datang menggebrak meja dengan marah. Mata Xavi